Wanikano - IV

1 1 0
                                    

Yōkai merupakan entitas yang umumnya memiliki satu inang, yang berfungsi sebagai sumber kekuatannya. Inang ini mampu menyerap kekuatan gelap dari sang Host Yōkai. Uniknya, inang dapat bertahan berbulan-bulan atau bertahun-tahun tanpa adanya peran dari hostnya, dan akan menyerap kembali kekuatan dengan durasi yang jauh lebih singkat ketika host mendekat. Hubungan mereka terjalin melalui aliran energi kegelapan yang disalurkan saat malam hari, sementara siang hari dihabiskan untuk beristirahat dengan menjadi lebih pasif.

Dinamika antara inang dan host menciptakan hubungan simbiosis yang memungkinkan mereka saling bergantung satu sama lain. Inang memperoleh kekuatan dari host, sementara host mendapatkan manfaat melalui keseimbangan dan kontrol yang dihadirkan oleh inang. Keberadaan inang sebagai sumber kegelapan juga memberikan sentuhan mistis pada kehidupan Yōkai, mengikatnya dengan siklus malam dan siang yang mengatur aktivitas mereka.

Dalam redupnya malam yang masih dipenuhi oleh hujan, para Yōkai menjulurkan taring mereka, memperlihatkan gigi-gigi tajam yang memancarkan kehausan akan darah. Sementara itu, sang Walikota, dengan satu tangan memegang katana yang mengkilat di bawah sorotan lampu jalan yang redup. Atmosfir yang tegang dan terisi kegelapan semakin terasa, dan Kenji, yang sebelumnya menunjukkan aura iblis, kini merenung dengan tatapan kosong.

"Menepilah, Kenji, sayang sekali bagi dirimu untuk pergi dariku." Walikota berjalan mendekati mereka dengan langkah-langkah yang mantap, senyuman liciknya terlihat di wajah setengah tengkoraknya.

Kenji tetap menahan Haru, "Bukankah semua pada akhirnya akan sama? Menuju roda kesengsaraan..."

Haru membalas dengan tegas, "Tidak, Kenji. Meski roda waktu terus berputar, kita memiliki kekuatan untuk mengubah arahnya. Kita tak terikat pada takdir yang sudah digariskan. Kita yang menciptakan jalur kita sendiri, bahkan di tengah kegelapan sekalipun." Sorot matanya memancarkan tekad yang kuat, menantang keputusasaan yang mendalam.

"Takdir yang digariskan..." Kenji merenungkannya, keraguan menyelinap ke dalam benaknya. Sementara sang Walikota tetap mendekatinya, jantung Haru berdegup kencang.

Saat sang walikota mengangkat katana, mencoba untuk menebas Kenji dan Haru sekaligus, "Kalau begitu, selamat tinggal wahai anjing bodoh." Kenji merenggangkan tahannya. Cukup untuk Haru untuk bergerak, ia mengambil flintlock dari punggungnya dan mengekernya tepat di jidat sang walikota.

Senapan itu meledak dengan gemuruh, menembakkan pala yang menghantam wajah sang walikota hingga terpental ke belakang. Tubuhnya terhempas di tanah, memancarkan darah yang menyertai hujan yang semakin mereda. Kejutan melanda para Yōkai yang sejenak terpaku melihat pemimpin mereka jatuh dengan cara yang brutal.

Dengan sigap dan mengisi peluru senapannya, Haru langsung menembaki pala para Yōkai. "Kenji bodoh, dasar makhluk suruhan tidak berguna, matilah kau, dasar anjing idiot!" Walikota itu bangun habis terpental, tampaknya masih hidup, dan tembakan di palanya tidak memengaruhinya sama sekali; ia beregenerasi dalam sekejap.

Kala itu, Kenji masih dalam mabuk berat. Tentu saja, ia tidak bisa berpikir jernih, segala hal yang dia lakukan adalah menuruti naluri hewaninya, yaitu hal-hal brutal yang diperintah oleh sang Walikota. Itu lebih mirip seperti halusinogen untuk menahannya di bawah kendali sang Walikota, sebuah kenyataan kelam yang menjelaskan mengapa ia tak dapat menahan diri dari kekejaman dan kebrutalan. Seolah terperangkap dalam ketidakberdayaan batin dan fisik, Kenji terus menjadi alat dari kegelapan yang lebih besar.

Dalam pandangannya, Kenji merasakan kehadiran lembut ibunya, Kimiko, yang seolah berbicara dalam suara bisikan angin. "Kenji... keluarlah dari kegelapan ini. Ini bukanlah dirimu. Ibumu tahu kau lebih kuat dari ini. Percayalah pada kekuatanmu." Kehadiran ibunya hadir sebagai pencerahan dalam kegelapan yang mencengkeram pikirannya. Suaranya membawa ketenangan dan keyakinan, memberikan dorongan untuk melawan pengaruh gelap yang mencoba merayunya. Di tengah hujan yang mereda, air mata Kenji campur aduk dengan tetesan hujan yang mengalir di pipinya, merinci keputusasaan dan kerinduan.

Fujiland ChroniclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang