EVANESCENT | 2 - Before Your Eyes

9 2 2
                                    

Selamat datang di chapter 2!

Selamat pagi! (waktu aku publish ini, hahaha)
Jam berapa kalian baca chapter 2?

Have a nice day!

**

EVANESCENT

Chapter 2 - Before Your Eyes

**

Playlist : The Weeknd - In Your Eyes

Your playlist?

**

Auditorium, SMA Nusa Satu, Indonesia | 06.15 PM

"Lo masih di sini?"

Seorang gadis yang sedari tadi sibuk mengunyah, tersentak kecil. Ia menatap ke luar jendela. Langit telah berubah menjadi jingga bercampur ungu, mentari sebentar lagi kembali peraduannya begitu juga sekumpulan burung yang terbang beraturan menuju sarang mereka. Sementara gadis dengan kuas di rambut itu masih betah berdiam diri di aula.

"Sebentar lagi." Ia menjawab pendek. Detik berikutnya ia menyerahkan setumpuk kertas pada cowok dihadapannya. "Formulir terakhir dari kelas sebelas IPA 3," katanya.

Cowok yang menjabat sebagai ketua OSIS itu mengambil si formulir. "Thanks, Lana. Gue duluan. Jangan malam-malam pulangnya, banyak klitih," ucapnya sambil lalu.

Mendengar kata yang tengah ramai diperbincangkan masyarakat itu, Lana Meredith, buru-buru menghabiskan makanannya sebelum melangkah keluar aula. Lana sampai di depan gerbang sekolah bersamaan dengan datangnya sebuah mobil sport hitam berlogo kuda. Ia sempat tertenggun karena bukan supir yang menjemputnya.

"Kakak bilang ada rapat," sergah Lana begitu memasuki mobil.

"The priority is you." Pria itu melajukan mobilnya membelah jalanan kota yang cukup ramai.

Lana menggelengkan kepala, takjub dengan jawaban sang kakak. Sedikit mengenai Lana Meredith, ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara—kedua kakaknya laki-laki, satu bekerja dan satu lagi berkuliah semester dua saat ini. Lana tinggal bersama kedua kakaknya karena Ayah masih mengurusi perusahaan pusat di Jakarta dan Ibu menemani beliau.

Apakah di rumah Lana kesepian? Yah... tidak juga. Banyak pekerja rumah yang bisa diajak mengobrol. Lana juga terbiasa ditinggal sendirian, jadi tidak masalah-masalah amat.

Seperti pagi ini, kedua kakaknya sudah berangkat ke kantor dan ke kampus. Lana yang sudah siap berangkat, memilih berleha-leha di sofa panjang ruang tengah sambil menatap dua tiket teater berwarna ungu. Gadis itu berniat menonton teater Sabtu malam, tapi ia punya dua tiket. Satu lagi dikasih ke siapa ya? Sibuk memikirkan nasib satu tiket teater itu, Lana dikejutkan dengan suara dering ponselnya.

"Iya, kena—"

"Lala buruan ke sekolah! Lukisan lo, astaga!"

Mendengar nada panik dari teman dekatnya, Lana buru-buru mengambil tas dan memakai sepatu. Ia bahkan membiarkan dua tiket teater sumber kebingungan itu tergelatak di atas meja.

Tidak butuh waktu lama untuk Lana sampai di sekolah. Kaki jenjang berbalut celana olahraga itu bergerak cepat dengan suara derap sepatu menggema di lorong. Saking terburu-buru, ia justru menabrak seseorang yang baru saja keluar dari ruang OSIS. Hal itu membuat barang yang dibawa orang itu—berupa setumpuk kertas—berhamburan.

"Astaga, maaf!" Lana berjongkok memunguti kertas-kertas itu bersama-sama. Sambil menyerahkan kertas yang berhasil ia kumpulkan, Lana kembali berucap, "Maaf banget, ya. Aku buru-buru!"

"Iy—" Cowok itu terkejut melihat siapa gerangan si penabrak itu. "—a."

Melihat respon cowok didepannya yang seperti melihat hantu, membuat Lana terheran. Apalagi ia malah melamun. Aiden Ravindra, batin Lana membaca name tag panitia milik cowok itu. "Halo? Kamu baik-baik aja 'kan?" Lana takut si Aiden ini kerasukan.

"Eh? Iya, nggak apa-apa, kok!" Aiden tergagap. Ia lalu menampilkan cengiran lebar.

Lana merasa aneh. "Ya udah, aku duluan, ya. Sekali lagi maaf!" Kali ini ia berlari kecil, tidak mau menambah jumlah korban akibat tertabrak.

Ketua OSIS yang keluar ruangan menatap heran salah satu anggotanya. Pasalnya ia menatap kordor kosong dengan cengiran lebar dan tangan di dada. "Oi, Aiden! Kenapa lo? Sakit jantung, hah?!" Ketua OSIS bertanya khawatir.

Aiden yang tersadar langsung melunturkan cengiran kudanya, berganti menjadi raut shock yang sangat tidak terprediksi oleh ketua OSIS. Ketua OSIS hendak pergi karena melihat gelagat Aiden yang tiba-tiba, memunculkan perasaan tidak enak di hatinya. Benar saja, baru berbalik badan, lengan cowok itu dicekal oleh Aiden.

"Bos, sumpah jantung gue nggak kuat!" Aiden masih memegang dadanya.

Ketua OSIS panik. Ia menahan tubuh tinggi Aiden yang lemas. "EH, WOI! Jangan pingsan dulu, goblok! Lu berat! AIDEN!!" Mereka berdua sudah meluruh ke lantai dengan Aiden yang terbaring menutup mata di lantai. "Aiden, bangun, kambing!"

"Sumpah, jantung gue, Vian. Suaranya lembut banget. Bisa gila gue!"

Merasa tertipu dengan drama murahan Aiden, Viandra si Ketua OSIS, berdiri. Kakinya terangkat untuk menginjak tukang drama itu, tapi cowok drama itu sudah lebih dulu berguling menghindar lalu berlari meminggalkan Viandra bersama setumpuk kertas formulir. "AIDEN BAJINGAN! MATI AJA LO!" teriak Viandra frustasi.

Sedangkan Aiden tertawa terbahak-bahak sambil berjalan riang menuju aula.

Sedangkan Aiden tertawa terbahak-bahak sambil berjalan riang menuju aula

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TO BE CONTINUED.

**

Hope you like it!

Niatnya mau posting semalam, tapi jaringan lagi jelek banget 😠

Kritik dan saran :

Euribia,

January 3, 2024

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang