CHAPTER 3

146 14 0
                                    

Di keberadaan Yaya, ia melihat topi biru milik kakak kelasnya itu tertinggal. Ia menghela nafas dengan kasar membatin bahwa kakak kelasnya ini sangatlah tidak hati hati dengan barang bawaannya. Yaya membungkuk dan mengambil topi biru itu lalu berjalan keluar mencari sosok Taufan. Belum sempat ia bertemu, bel sekolah berbunyi, mau tak mau Yaya harus membawanya ikut masuk ke dalam kelas.

"Anak teladan ternyata bisa caper juga"
"Hahaha, iya, ternyata sifat genitnya udah mulai liar setelah anak baru pada datang"
"Anak teladan kenapa telat sih"
"Ah genit banget, jauh jauh deh"

Kuping Yaya terasa panas, panas sekali, walau ia tidak membalas omongan pedas mereka, ia hanya mengepalkan tangan kanannya untuk emosinya tidak terluap.

'Sejak kapan sih aku genit sama mereka semua? Kenal aja cuman sama 2 anak, itupun kak Gempa sama kak Taufan, mereka juga pada friendly-friendly gitu..' batin Yaya mendengus kesal sembari memejamkan kedua matanya.

"Haii, kamu Yaya kann?"

Mendengarnya, Yaya menoleh ke arah sumber suara. Terdapat sosok yang belum pernah ia temui. Lensa matanya berwarna hijau sage dengan ukuran tubuhnya yang menyamai ukuran tubuh Yaya.

"Aku Duri! Salam kenal!" ucapnya yang bernama Duri itu. Ia memasang wajah yang manis sambil tertawa cengengesan.

"Oh hai Duri, apa yang membuatmu kemari? Apa aku ada melakukan kesalahan?" tanya Yaya to the point, ia ingin mengetahui apa tujuan Duri mengapa menghampiri dirinya.

Duri membalas dengan gelengan kepalanya, "Nope, aku dengar dari kakakku bahwa kamu sangat mahir dengan pelajaran matematika, jadii.. kamu bisa membantuku untuk menjelaskan ulang ngga? Tadi saat pelajaran matematika, aku kurang paham dengan materinya jadi aku perlu bimbingan, apa kamu mauu?" jelasnya menunduk.

Yaya mengerjapkan kedua matanya, siapa yang mengatakan bahwa ia mahir pelajaran matematika? Dan satu lagi, kakak mana yang memberikan info semacam itu kepada Duri?

"Ah.. iyaa, aku bisa"

Duri tersenyum senang mendengar jawaban dari mulut Yaya, tanpa aba-aba ia menggenggam kedua tangan Yaya, "Okee! Nanti pulang sekolah aku tunggu di rumah yaa! Kamu tau kan aku serumah sama siapaa hihi" ucapnya lalu pergi meninggalkan Yaya.

Yaya terdiam, berdiri membatu, mencerna apa yang telah terjadi, ia menatap punggung Duri yang mulai pudar menghilang. Karena tidak ingin diambil pusing, ia kembali berjalan ke kelasnya,

'Barusan.. tanganku digenggam.. sama dia..?'.

TIMESKIP PULANG SEKOLAH

Yaya melangkahkan kedua kakinya dengan lemas letih lesu, rasa capek melandanya. Tetapi ia membuang pikiran itu karena ada janji dengan Duri untuk membimbingnya, yakali ia membimbingnya dengan kondisi seperti itu?

"Yayaaaaaaa, pulang bareng yukk." Taufan menghampiri Yaya, entah sejak kapan dia disini, Yaya sama sekali tidak menoleh kearahnya.

"Oh iya, ini topi mu kak, tadi jatuh waktu kamu pergi". dengan memberikan topi yang ada di tangan kanannya, Taufan menatap Yaya dengan tersenyum, "NAH! Ini yang aku cari, untung aja kamu bawa topi ku yang ini" balasnya sedikit teriak.

"Yuk naik"

Yaya menatapnya kebingungan, menaikkan satu alisnya, "Sejak kapan aku setuju pulang bareng kamu, kak?" tanya Yaya ketus.

"Ayolaaahh, sini pulang bareng, kamu juga kelihatan lesu gitu" tawar Taufan dengan nada memelas, ia tau betul kondisi Yaya saat ini.

Yang di ucapkan oleh kakak kelasnya ini ada benarnya, tentu saja pulang sekolah pasti dengan kondisi capek seperti ini, karena tidak ada pilihan lain, ia memutuskan untuk menerima tawarannya. Taufan tersenyum melihat gerak geriknya adik kelasnya ini, dia berhasil merayunya untuk pulang bareng.

"Nyetirnya jangan kenceng kenceng! Awas kalau dapet kesempatan dalam kondisi kaya gitu." sebuah peringatan dari Yaya untuk Taufan, Taufan hanya membalasnya dengan kekehan dan acungan jempol.

Selama perjalanan, mereka berdua tidak mengobrol, hanya sekedar memanggil nama lalu diam kembali. Mungkin Taufan sedang fokus menyetir, sedangkan Yaya fokus menatap sekeliling.

"Hey Yaya, kamu sama Duri tadi habis ngobrolin tentang apa? Kok kayanya seru"
"Ah, itu, Duri memintaku untuk membimbingnya, katanya ngga paham sama materi pelajaran tadi"
"Dasar anak ituuuu, kalau begitu kamu langsung ke rumahku aja, biar sekalian ngajarin Duri"
"Aku bau, mau mandi du—"
"Ah bodo amat, kasian itu Duri udah nungguin".

Dengan perasaan kesal, dia diam menatap punggung kakak kelasnya ini. Ingin sekali ia memukul atau mencubit.

"Ah terserah dehhh!!"

Melanjutkan perjalanannya, mereka berdua telah nampak bangunan apartemen yang cukup tinggi tapi tak terlalu tinggi, mungkin hanya setengah dari bangunan apartemen seperti biasanya. Mereka berdua berhenti didepan dan Taufan menurunkan Yaya tepat di depan pintu masuk apartemen.

"Aku parkir dulu, kamu masuk duluan atau nungguin aku?" tanya Taufan menatap Yaya.

"Aku tunggu kak Taufan aja" balasnya, "Ah manja!" ledek Taufan dengan yang bertujuan menjahilinya.

"Yaudah sih ih? Masalah kah kalau aku manja?". Yaya protes dikatakan seperti itu, ia menatap Taufan sinis.

Bukan malah parkir dan masuk ke dalam apartemen, mereka berdua malah adu omong.

KRIEET

Suara pintu apartemen dibuka oleh seseorang didalamnya. Yaya dan Taufan yang awalnya berdebat, terdiam dan menoleh bebarengan kearah seseorang yang membuka pintu apartemennya tadi. Terlihat sosok yang menggunakan sweater biru laut dengan tatapan dingin.

"Lo berisik banget kak, sumpah, gue mau tidur aja susah gara gara suara lo sama cewe lo" tukasnya kesal.

"Ahaha, sorry-sorry" balas Taufan cengingisan.

"Kenapa ini?". tiba tiba Gempa datang, ingin mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi di sore ini, "Oh ada Yaya, masuk sini, kamu mau bimbing Duri kan?" lanjutnya setelah menyadari ada Yaya disamping Taufan.

Yaya berjalan meninggalkan Taufan, perasaannya kesal, dan sedikit malu ketika di sebut 'cewe' nya Taufan. Ia cepat menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha pikiran itu menghilang darinya.

'Semuanya menyebalkannnnn!! Buat apa aku jadi cewenya kak Taufan yang sifatnya seperti itu, bisa gila aku kalau selama pacaran di jahili terus sama dia!'

"Taufan, mending lo parkir motor lo, terus masuk. Udah mulai sore, gabaik diluar lama" ucap Gempa, ia masuk kedalam apartemen bersama Yaya dan menutupnya dari dalam.

Saat memakirkan motornya, Taufan tersenyum, kali ini senyumannya bukan senyuman jahil, tetapi senyuman yang berbeda seperti biasanya.. seperti sedang jatuh cinta. Ia mendongakkan kepalanya menatap langit yang bergradasi oranye dan biru.

Tangan kanannya menepuk wajahnya sendiri, ia bicara sendiri di bawah telapak tangannya

'Yaya, cewe gue ya..? Hahaha' batinnya, merasakan wajahnya sedikit panas karena ucapan sang adiknya tadi, Ice.

'Dasar Ice, omongan lo bener bener gabisa di kontrol apa gimana' batinnya lagi, ia sudah tidak bisa menahan panasnya wajahnya, sangat merah seperti kepiting direbus.

— TO BE CONTINUED—

Shine Down Here With You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang