CHAPTER 5

213 17 3
                                    

Yaya merebahkan tubuhnya ke atas kasur yang empuk, yang sedang ia rasakan sekarang adalah rasa sakit dari kepala sampai kaki. Memandang langit-langit dengan tatapan kosong, merasakan badannya yang memanas.

TIME SKIP

Suara burung berkicauan, sinar matahari menyusup melalui gorden jendela milik Yaya. Tak disangka hari ini menjadi hari terberat untuk Yaya.

"Ah.. udah jam setengah 6 ya." Membenahi posisi yang awalnya tiduran berubah menjadi duduk, Yaya memegang dahinya, terasa sangat panas. Ia bangkit dari kasurnya, sangat pusing yang ia rasakan sekarang.

"Yayaaa, udah jam segini. Bangun lalu berangkat" Ucap sang Ibu dari luar kamar tanpa mengetahui kondisi anaknya. Yaya tak menjawab.

Selang 15 menit, sosok perempuan muda turun dari tangganya dengan wajah yang pucat. Melihat isi rumah yang sepi tak ada penghuni.

'Oh, ternyata udah berangkat..' batin Yaya merasa sedih karena ibunya tidak berpamitan dengan sang anak. Ia keluar rumah dan menguncinya dari luar.

Sesampainya di sekolah, untung saja ia tidak telat seperti kemarin. Melangkahkan kakinya dengan lunglai. Sungguh, kondisinya sekarang seperti mayat hidup. Terlebih lagi ia belum sarapan sebelum berangkat. Tangan kanan memegang knop kelas, membukanya dengan sangat lemas lalu berjalan ke bangkunya.

"Yaya, lo dicariin sama bang Gempa di depan" ucap Solar yang katanya ia adik dari Gempa. Yaya tak peduli keberadaan Solar yang kini ada didepannya, tanpa menatap wajah Solar, ia bergegas berdiri dan pergi keluar kelas.

Diluar, terdapat sosok yang udah menunggu kedatangan Yaya. Gempa menoleh ketika suara pintu terdengar. Tapi juga dikejutkan oleh kondisi adik kelasnya ini, sangat kacau.

"Kamu, sakit?"

Yaya menggelengkan kepalanya berbohong ke Gempa. Gempa melihat jawaban Yaya tidak percaya, bagaimana tidak? Mukanya sangat pucat, tubuhnya sedikit menggigil kedinginan, tatapannya juga kosong. Gempa mendekatkan punggung tangan kanannya ke Dahi Yaya. Sangat panas.

"Ke UKS, aku anterin." Yaya tetap menggelengkan kepalanya menolak, sifat keras kepalanya kembali datang.

"Yaya, jangan keras kepala, kamu sakit" protes Gempa. Tak ada balasan yang dilontarkan dari mulut adik kelasnya ini. Gempa yang kini ada didepannya sedikit merasa khawatir.

Tiba tiba kepalanya menunduk yang kini tak dapat melihat tampang pucat di wajahnya, "pusing.." lirih Yaya.

Gempa mengangguk, "Iya, sekarang kita ke uks ya?." Ajaknya lagi, dan kali ini Yaya terima ajakan dari kakak kelasnya ini. Mereka berdua berjalan menuju UKS tanpa mengeluarkan suara.

Sesampainya di UKS, Gempa memegang knop pintu dan membukanya. Pintu terbuka yang dapat terlihat dalamnya secara perlahan. Sepi.

"Kamu istirahat dulu sampai enakan, nanti kalau ada apa-apa kamu bisa telf aku lewat WhatsApp". Menatap Yaya penuh dengan kecemasan, tapi ia percaya bahwa adik kelasnya akan menghubungi dirinya jika membutuhkan sesuatu.

Ketika Gempa melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Yaya, terdapat tarikan di seragam bagian belakang. Gempa segera menoleh dan mendapati tangan mungil Yaya menarik seragam Gempa seakan akan ia tidak ingin ditinggal.

"Hawanya nyeremin.."

Gempa terkekeh mendengarnya, dan mengangguk mengerti bahwa Yaya ingin ditemani. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mengajaknya masuk kedalam UKS dan mengantarnya sampai ke ranjang tepat berada di pinggir jendela yang disampingi tirai berwarna tosca.

"Aku temenin sampai kamu tidur."
"Jangan, nanti kakak ketinggalan pelaja-"
"Udah."

Dan benar, Yaya dibuat bungkam oleh Gempa. Lagi-lagi rasa hening menyerang mereka berdua. Yaya melihat langit-langit sedangkan Gempa menatap kondisi Yaya. Matanya fokus melihat tubuh yaya yang terbaring lemas di atas ranjang UKS.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Shine Down Here With You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang