MY FUTURE HUSBAND 18

2.1K 169 3
                                    

Ara terdiam dengan langkah nya yang terus menelusuri taman. Ia begitu terus mengingat apa yang ia lihat tadi. Arvin mencium Alya! Rasanya ingin cemburu namun Ara tidak dapat berbuat apa apa selain diam.

"Gue gak harus terus berharap kalau dia cinta gue."

Ruka menghentikan langkah nya melihat Ara yang kini menghentikan langkah kaki nya dan berdiam menatap danau.

"Tungguin gue!!."

"Sttt" Ujar Ruka yang berusaha agar Devan tidak berisik. Devan menutup mulut nya cepat melihat kearah Ara.

"Gue tahu gue mulai cinta sama Arvin tapi dia? Dia lebih mencintai Alya yang merupakan sekretaris nya, cantik lagi lah gue? Mirip monyet gini mana mungkin dia demen kan?!."

Ruka yang mendengar nya senyum senyum sendiri melihat Ara yang mulai mencintai Arvin namun kasihan melihat Ara yang harus tertimpa masalah banyak apalagi dia harus menyelesaikan masalah tentang adik nya, belum lagi perselingkuhan suami nya.

"Kasihan banget hidup nya."

"Gue tau Devan, tapi gue yakin Ara pasti kuat."

"Kuat apa? Noh nangis sampai ingusan" Ruka mulai menahan kesal melihat Devan yang entah kasihan atau malah mengejek.

Ara menatap kamar nya, ia merasa kamar nya ini hanya akan memberikan nya sebuah luka melihat suami nya sendiri dengan sekretaris nya membuat hati nya benar benar terluka terlebih lagi Ara mulai mencintai Arvin.

"Tangan kamu terluka kenapa?" Tanya Arvin membuat Ara mengurungkan niat nya masuk kedalam kamar mandi membalikan badan menatap Arvin yang kini memegangi tangan Alya membawa nya masuk ke dalam kamar.

"Perduli apa? Lo harus ya bawa dia ke kamar?."

"Harus karena aku mau nikah sama Arvin jadi gak masalah kalo cuman ke kamar nya kan?" Arvin menatap Alya heran sebenarnya dia kurang nyaman membawa Alya ke kamar namun dengan ngotot Alya ingin masuk dan melihat kamar Arvin.

Ara berdecak kesal, "Inget masih status simpenan belum istri" Ucapan Ara membuat Arvin kaget sedangkan Alya menahan amarah. Ara yang mulai malas melihat mereka masuk ke dalam kamar mandi mengunci pintu kamar mandi menatap diri nya di cermin.

"Apa gue keliatan cemburu? Gak gak biarin aja dia mau bawa simpenan nya itu ke kamar, urusan gue apa? Dia aja suka sama sekretaris nya" Guamam Ara seraya menggelengkan kepala nya kecil.

Arvin menundukkan kepala nya mendengar ucapannya Ara membuat nya jadi tidak enak terlebih lagi cara nya juga salah.

"Alya sebaiknya kamu pulang biar supir yang antar."

"Tapi aku mau disini sama kamu."

"Alya saya mohon saya mau istirahat" Alya mengehmpas tangan Arvin beranjak keluar kamar dengan marah menutup pintu kasar membuat suara yang lumayan terdengar Ara. Ara menatap pintu kamar mandi.

"Apa itu? Berisik banget?" Ujar Ara yang mulai tidak tenang dengan suara berisik pintu "Kenapa sepi? Mungkin mereka di kamar sebelah" Sambungnya yang kini tengah  mengintip di balik pintu yang ia buka sedikit.

Ara mulai mengganti perban yang membalut di telapak tangan nya berusaha menahan perih akibat luka yang belum kering.

"Apa saya terlalu memikirkan perasaan Ara sampai saya mulai gak enakan sama dia?" Pikiran Arvin hanya memikirkan Ara dan hanya Ara membawa Alya ke dalam kamar membuat Arvin merasa bersalah terhadap istri nya.

"Saya memang terpaksa menikahi nya tapi kita sudah sah sebagai suami istri dan seharusnya saya sebagai suami menjaga perasaan istri."

Pikiran dan perasaan nya penuh terisi  nama Ara. Ke khawatir nya terhadap Ara semakin besar terlebih lagi saat Ara belajar memasak untuk membuat kan nya makan siang dan makan malam.

Langkah kaki mereka berdua terhenti tatapan mereka begitu dalam saling menatap. Kedua nya merasakan hal yang aneh saat menatap satu sama lain. Ara terus menatap Arvin sedangkan Arvin menatap Ara sendu.

"Tangan kamu?."

"Gue udah obatin lo gak usah sok khawatir, besok gue izin nginep di rumah bunda."

"Ada apa? Kenapa tiba tiba?."

"Bunda butuh bantuan gue buat acara sosialitanya."

Ara yang hendak berjalan tersandung tas milik nya yang ia geletakan di lantai sembarangan membuat kedua tangan nya menyentuh dada Arvin. Tubuh Arvin yang terdorong Ara membuatnya terjatuh di lantai. Tubuh mereka saling bersentuhan di sisi lain bibir Ara tak sengaja menyentuh bibir Arvin kedua nya saling bertatap kaget.

"Jantung gue kenapa berdetak kencang gini sih?!" Ujar nya dalam hati merasakan sport jantung yang berdetak kencang saat bibir nya bersentuhan dengan bibir Arvin.

Arvin terus menatap Ara yang bibir nya masih menempel di bibir Ara. Ara dengan cepat bangun dari posisi nya ia mengelap bibir nya merasa aneh.

"M-maaf gue gak sengaja."

"Kenapa di lap? Bibir saya gak najis?" Kaget nya Ara mendengar ucapan Arvin yang membuat pipi nya memerah.

"Apasih, minggir gue mau tidur capek" Ara yang hendak pergi dihentikan Arvin yang pergelangan tangan nya di tarik membuat Ara berhadapan langsung dengan Arvin.

"Apa?" Judes Ara.

Arvin mendekatkan wajah nya. Ara hanya bisa diam menutup mata, "Sebaiknya simpan barang kamu dengan benar sebelum saya buang!" Bisik Arvin tepat di telinga Ara. Ara membuka mata nya membulat sempurna mendengar ancaman Arvin mendorong tubuh Arvin membuat beberapa jarak di antara mereka.

"Iya bawel, gue tadi gak sengaja taro di situ."

Jika bulan butuh bintang maka Romeo butuh Ara. Romeo terus memikirkan ucapan Ara meski Romeo benar benar tidak setuju dengan Ara ia harus bertanggung jawab tapi di pikiran nya masih memikirkan perkataan Ara yang mamang benar bagaimana pun di dalam kandungan Citra itu anak nya.

"Kak Ara benar, anak itu anak gue bagaimana pun dia anak gue darah daging gue. Apa gue nikahin Citra."

"GAK!!Bunda gak setuju kamu jangan terhasut sama omongan kakak kamu. Semua nya biar bunda yang urus kamu tenang aja ya?" Romeo tersenyum menganggukkan kepala nya mengiyakan perkataan sang bunda. Menatap kepergian bunda nya yang kini hilang dari pandangan mata nya.

"Hallo, saya ada pekerjaan buat kamu"  Ucap Aria yang kini tersenyum miring.

Ara tidak bisa tidur begitu banyak masalah yang harus dia selesaikan terlebih lagi masalah asik nya. Mata nya menatap Arvin yang tengah tertidur di sofa kamar dengan nyenyak.

Ara bangkit dari posisi tidur ke posisi duduk, "Gue harus apa? Romeo pasti terhasut sama omongan bunda,bunda kenapa jadi gini? Gue sampai gak bisa berfikir positif lagi soal bunda ini keterlaluan!" Arvin terbangun mendengar ocehan Ara yang terdengar jelas.

"Gue harus apa? Saya Romeo benar benar gak mau tanggung jawab dia pasti di penjaga? Sedangkan bujuk Romeo susah benteng nya bunda sendiri!!."

"Dia kenapa? Apa ada masalah di keluarga nya? Kenapa gak bilang sama saya?."

"Citra hamil anak Romeo sedangan bunda,dia malah mau menggugurkan kandungan Citra yang jelas jelas itu anak Romeo!!" Kesal Ara yang mulai pusing.

"Romeo hamilin anak orang?" Gumam Arvin pelan sekaligus kaget.

"Gue harus apa sekarang?."

"Seharusnya masalah ini dia cerita sama saya kenapa dia sok hebat mau selesaikan masalah nya sendiri saya kan suami nya."

Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komen kalian anggap sebagai mood booster bagi ku

Terimakasih 🦋

My Future Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang