Bagian Tiga

81 15 0
                                    

Langkah nya begitu ringan dan riang sesekali bersenandung kecil mengikuti alunan musik yang terdengar lewat earphone yang ia pakai.

"Hyuung.."

Dukk

"E-eh, Jeo?"

Pria dengan wajah mirip rubah itu tersenyum lebar, tangannya merangkul bahu Felix.

"Halo, Hyung. Kau mengambil cuti? Huaaa rasanya rindu sekali tidak melihat mu."

Felix terkekeh kecil, ia menepuk kecil babu Jeongin. "Maaf, aku ada acara jadi harus mengambil cuti."

"Ayo Hyung! Kelas hari ini dosennya killer."

Jeongin berlari di ikuti Felix, karena yang lebih muda itu menarik tangannya erat. Jadi mau tak mau Felix juga ikut berlari.

"Ayo duduk disana, Hyung!"

Semua mahasiswa sudah rapih di tempat masing-masing, tak lama dosen mereka datang.

"Selamat pagi, untuk mengawali semester kali ini. Aku ingin kalian membuat kelompok. Terdiri dari 2 orang, untuk tugas ini."

Layar monitor di depan kelas menyala, menampilkan kumpulan tugas.

"Kalian punya waktu 2 minggu sebelum presentasi, untuk sekarang buka buku halaman 34!"

Satu-satunya dosen muda di fakultas kedokteran, Rino Hwang. Tak hanya tampan, ia juga menjadi dosen dengan banyak predikat penghargaan di usianya yang mau memasuki kepala 4 itu.

"Sst, Hyung jadi teman kelompok ku ya?"

Felix yang mendengar itu mengangguk, lagi pula ia tak bisa menolak si rubah pemaksa itu.

45 menit telah berlalu, buku lks sudah mereka kumpulkan di depan.

"Jeongin tolong bawa ke ruangan saya!"

Wajah Jeongin seketika tertekuk masam, "Ne."

"Aku akan menunggu di kantin ya? Mau sesuatu?"

"Aku mau Jajangmyeon pedas dan minuman nya terserah Hyung saja!"

"Oke."

Felix berjalan sendiri menuju kantin sedangkan Jeongin menuju ruang dosen, setelah masuk ke ruang private itu bisa ia lihat Rino sedang fokus dengan laptopnya.

"Hyung, ada apa?" Ucapnya setelah menyimpan tumpukan lks di meja.

Rino mendongak, "siapa yang tadi di sebelah mu? Biasanya kau tidak suka duduk bersama yang lain?"

"Hyuung, aku sudah besar."

Rino terkekeh melihat Jeongin merajuk, bibirnya meju beberapa senti versis seperti bebek.

"Iya-iya, kau boleh pergi. Jangan lupakan tugas kelompoknya!"

"Oke."

Dengan langkah cepat Jeongin pergi,nia sudah tak sabar untuk makan, perutnya sudah berbunyi.

Rino yang melihat pintu itu tertutup merenung sejenak, selain menjadi dosen ia juga merupakan dokter bedah. Setelah cuti ia baru 3 bulan mengajar kembali di fakultas, dan merasa bingung melihat sang adik sangat akrab dengan pria yang duduk di samping nya tadi.

Wajahnya sangat tidak asing.

Di kantin Felix cukup sulit mencari tempat duduk, ia mengamankan satu kursi dengan menyimpan tasnya disana. Tangannya tak henti bermain di atas layar ponsel.

"Hyung, maaf lama."

"Tidak apa-apa, Jeo. Ayo makan!" Ucap Felix setelah menyimpan kembali ponselnya di atas meja.

"Jal Meokgesseumnida."

Mereka makan dengan tenang, Felix menikmati Onigiri nya dengan matcha tea yang masih hangat. Jeongin diam melihat Felix, walaupun mulutnya masih bekerja untuk menikmati makanan.

Srruupp

"Hyung, mm mau coba Jajangmyeon ku? Ini enak."

Felix menggeleng kecil, "tidak usah Jeo."

"Ayo Hyung, aaa.."

Jeongin mengulurkan sumpit nya, sampai akhir nya Felix membuka mulut. Memang anak yang tak bisa di tolak, "bagaimana Hyung?"

Felix mengunyah sebelum kembali berbicara, "enak Jeo, terimakasih."

"Senang mendengar nya Hyung."

Keduanya saling melempar senyum.

Ddrrt Drrrt

"E-eh.. Jeo sebentar ada yang menelpon."

"Lixie, untuk 3 bulan ke depan jangan dulu kembali kesini. Kurasa si Hwang itu sangat sulit."

"Kau fokus kuliah saja, okey baby?"

"Ne Hyung, Araseo."

Felix menyimpan ponselnya, "Jeo aku harus segera pergi lagi. Setelah ini kau mau kemana?"

"Hyuung, kita baru bertemu. Humm tak bisakah main sebentar?" Jeongin memasang wajah memelasnya, buat Felix mengerang gemas.

"Maaf ya.."

Surai hitam itu ia usak kecil, "aku harus berkerja Jeo."

"Aku ikut Hyung, Kajja!"

"Tapi Jeo—"

"Kajja!!"

Hhaa sulit berbicara dengan baik jika Jeongin sudah keras kepala.

Didalam ruang khusus milik presiden direktur, Hyunjin duduk dengan bertumpang kaki.

"Jadi, Kim?"

Yang di panggil terkekeh, "apa yang kau harapkan dari tempat kotor ku?"

"Lagi pula kau terlalu naif, padahal kau bisa saja menggunakan kekerasan." Taehyung menaikkan alisnya, "dan— ohh.. Aku mungkin hanya bisa mengeluarkan ganti rugi atas luka di leher mu itu."

Hyunjin menatap datar, tiba-tiba di ganggu hanya karena ia baru saja memutuskan kontrak dengan bekerja sama.

"Kau datang karena aku memutuskan kontrak nya?"

"Tentu, perjanjian tetaplah perjanjian. Tuan Hwang Hyunjin, aku ingin dapat tanda tangan mu lagi disini."

Map coklat itu Taehyung lempar tempat di tengah meja, ia cukup kesal dengan pemutusan kontrak tiba-tiba.

"Kau sudah dapat keuntungan di perusahaan ku, Kim." Kesalnya.

"Well, aku pria yang cukup serakah." Ucap Taehyung mengendikkan bahunya acuh.

Hyunjin memijat pangkal hidungnya, kepalanya tiba-tiba pusing. "Baiklah."

Ia baca formulir itu dengan cermat, tak ingin harimau di depannya ini mengambil apa yang tak semestinya.

Merasa aman dengan perjanjian yang tertera, Hyunjin bubuhkan tinta hitam itu di atas kertas.

"Sudah, kau puas?"

"Of course, Hwang. Senang bekerja sama dengan mu."

Mengambil map itu, Taehyung keluar ruangan tanpa beban.

"Jika kau butuh hiburan, bisa kembali datang ke perusahaan gelap ku. Masih banyak pria manis disana."

Setelah memberikan wink menyebalkan dimata Hyunjin, Taehyung keluar ruangan tanpa beban.

"Hhaa.. Sial sekali."

Hyunjin bangkit, ia berjalan menuju jendela yang menampilkan pusat kota. Jam sudah menujukkan pukul 6 sore.

"Hhaa seperti nya aku butuh sesuatu yang manis."

07-01-24

Don't forget your support 🤍🫂

LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang