Meja itu sudah di penuhi anggota keluarga Hwang, tak hanya ibu dan ayahnya yang baru saja tiba dari Jepang karena perjalanan bisnis. Ada kakak juga adiknya.
"Jadi bagaimana kuliah mu, Jeongin-ah?"
Pria dengan lesung di pipi itu tersenyum lebar, mata rubahnya menyipit. "Baik, Appa. Tak perlu ada yang di khawatir kan."
Tuan Hwang mengangguk kecil, sangat paham dengan si bungsu yang berambisi dalam menempuh pendidikan. Kini matanya beralih pada si tengah yang menikmati hidangan makan malam dengan sunyi.
"Hyun—"
Tangan yang semula sibuk memotong steak daging itu terhenti, ia angkat wajahnya agar menatap sang ayah.
Mata mereka bertemu, Tuan Hwang menghela nafas. "Kau baik-baik saja? Berhenti terlalu menyiksa dirimu." Ucapnya kala lihat betapa lelahnya wajah Hyunjin.
Hyunjin menggeleng kecil, "aku baik-baik saja, Appa."
Sang adik menatap kakaknya, memang wajahnya tak bisa berbohong. "Hyung, tak lama kau akan jadi panda. Lihat matamu!"
"Jika aku panda, kau rubahnya." Hyunjin terkekeh.
Jeongin melotot, baru saja ingin mencubit Hyunjin, sang ibu sudah menengahi.
Nyonya Hwang tersenyum melihatnya, "hentikan, jangan bertengkar."
Rino hanya terkekeh kecil memperhatikan kedua adiknya yang saling memberi tatapan ejek, "lebih baik kalian makan dengan tenang." Ucapnya.
Kehangatan keluarga itu tak pernah padam, walau kesibukan keduanya. Tuan dan Nyonya Hwang sudah berjanji akan tetap membagi waktu untuk anak-anaknya.
Setelah makan malam itu, Hyunjin kembali keruangan nya. Membuka laptop miliknya, padahal pekerjaan kantor sudah ia selesaikan namun ia harus kembali mengecek ulang takut ada yang terlewat.
Tok tok tok
"Hyung?"
Jeongin menyembulkan kepalanya, menatap kedalam ruangan serba hitam itu.
Hyunjin yang semula menatap laptop fokus kini menoleh, "ada apa?"
Sang adik terlihat begitu mencurigakan, tersenyum aneh ke arahnya. Tangannya terulur tepat ke wajah sang kakak, "aku ingin pinjam kartu itu."
Alis yang lebih tua terangkat sebelah, "kau sudah berjanji tidak akan kesana lagi?"
"Hyuung, jebal."
Hyunjin menghela nafas, adiknya terlalu di manjakan dan ia pun tak bisa menolak jika wajahnha sudah merenggut seperti itu.
"Baiklah, pergi bersama ku."
"Horee, kajja!"
——
Di pusat kota, tempat nya tak begitu banyak orang yang tau karena terlalu privat. Hanya di datangi oleh orang-orang penting dengan kartu akses.
Di pintu pertama, hanya ada ruang kecil seperti perpustakaan tempat belajar. Namun semakin naik ke lantai atas, kesunyian tempat belajar itu terganti dengan ramainya dentuman musik.
Lampu gemerlap juga silaukan mata bagi yang belum terbiasa, bar yang di desain cukup tersembunyi ini milik salah satu pengusaha terkenal.
Karena itu, usaha kotornya tidak boleh di ketahui orang awam. Bisa-bisa figure baiknya tercoreng karena menjalankan tempat prostitusi, siapapun yang masuk bisa memilih sesukanya.
Tak hanya wanita cantik dengan lekuk tubuh indah, pria-pria manis penghibur disini begitu menggiurkan.
Mereka di bedakan dengan gelang yang di pakai masing-masing. Ada merah, biru, hijau hingga kuning. Setiap warna memiliki arti yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leave (HiF Season II)
Fanfictionorang bilang, jika ada pertemuan pasti ada perpisahan. Tapi pria dengan surai hitam itu menyangkalnya. Hwang Hyunjin berusaha sekeras mungkin untuk menghindari perpisahan nya dengan pria manis dengan surai pirang yang hampir sebahu. Lee Felix.