8. Catastrophe

8.1K 848 48
                                    

ARIEL's POV

"Kita bawa Carina kebelakang!" ujar Paman Brian yang memecahkan kekagetan kami semua. Jantungku berdebar sangat kencang. Kau tahu bom waktu atau apapun itu? Kukira aku juga bisa meledak kapanpun juga sekarang. London dan Paman Brian segera mengangkat Carina masuk kedalam gua, sedangkan aku melihat Ethan yang dari tadi terdiam, maju kedepan dengan wajah memerah marah. Joe yang berdiri disampingku, memegang tanganku dengan erat dan tersenyum padaku.

"Semuanya akan baik-baik saja, Ariel. Semuanya akan baik-baik saja," ujarnya.

"Please, jangan berkata yang macam-macam, Joe." Aku menggelengkan kepalaku menatapnya, dan bulu romaku langsung menegang dalam sekejap.

Dia hanya tersenyum, lalu mengadahkan kepalanya keatas. Matanya memutih dan tiba-tiba langit yang tadinya cerah ditutupi oleh langit-langit hitam. Petir terlihat mulai menyambar-nyambar diatas sana. Kemampuan Joe berkembang pesat. Aku tidak pernah melihatnya melakukan hal ini sebelumnya. Biasanya dia hanya bisa menciptakan kabut, ataupun hujan. Itupun harus satu persatu dengan jangka waktu tertentu.

"Ariel. Aku butuh kau untuk membantu Clairine. Dia bisa mengobati Carina, tetapi aku butuh kau untuk menjaga mereka," kata Paman Brian melihatku dengan tatapan khawatir.

Aku mengangguk dengan cepat, menyetujui permintaan Paman Brian.

"Ini perang." Aku menoleh mendengar suara Meredith yang terdengar menakutkan. Aku melihatnya sudah berdiri disamping Ethan, dan paling tidak 20 Nighty memegang kepalanya kesakitan.

Bianca yang tadinya terlihat lemas, bangkit kembali dan aku bisa melihat kemarahan didalam matanya. Kalau aku harus bertengkar dengannya sekarang, aku pasti sangat ketakutan.

"Cepat masuk," ujar Joe memberitahuku. Aku mengangguk cepat, dan segera masuk kedalam gua. Aku melihat London berjalan melaluiku. Matanya lurus kedepan dan aku bisa melihat amarah didalam matanya. Mukanya memerah marah. Wow. Apakah dia semarah itu? Bahkan dia tidak kenal Carina kan?

Aku tidak ambil pusing dan segera berlari menuju tempat Carina terbaring. Tubuhnya menggigil hebat dan wajahnya memutih pucat dan aku melihat Clairine yang sedang menanganinya berkeringat ketakutan. Suzanne duduk disamping Carina, memegang tangannya berusaha menguatkannya.

Aku benar-benar tidak tega melihat keadaan Carina sekarang. Dia adalah anak yang sangat disayangi oleh Bibi Nina, dan dia tidak pernah terluka, berkelahi atau apapun itu. Aku tidak pernah melihat darah dari tubuh Carina. Dia memang ceroboh dan sering terjatuh, tetapi itu hanya lecet belaka, tidak pernah serius.

"Apa yang bisa kubantu, Claire?" tanyaku pada Clairine.

"Ambilkan air panas. Ya. Air panas untuk mengompres kepala Kak Carina supaya tetap tenang," katanya bingung sambil menekan luka diperut Carina dengan handuk kecil.

Aku segera mengambil air panas dari termos, dan menaruhnya disebuah baskom. Aku membawanya kembali ketempat Carina. Aku mengambil handuk kecil lainnya dan mengompres kepala Carina.

"Kau harus bertahan, Cari. Kau harus bertahan," ujarku padanya, memegang tangannya yang satu lagi.

Carina hanya tersenyum, dan peluh sudah membasahi wajahnya. "Kau tahu rasanya. Aneh. Rasanya bukan seperti tertikam pisau. Perutku mual, dan entah kenapa... aku tidak tahu," kata Carina yang suaranya terdengar normal.

Clairine menatap Carina tidak mengerti, lalu dia melihat handuk kecil yang dia tekan pada perut Carina. Dia membukanya perlahan, dan sesuatu yang tidak mungkin, terjadi. Aku membuka mulutku lebar tidak percaya dengan apa yang kulihat. Luka yang harusnya ada diperut Carina itu tiba-tiba menghilang, dan perutnya terlihat mulus, tidak ada bekas luka sama sekali, hanya ada bekas darah. Lalu aku segera melihat lengannya yang tadi juga berdarah terlihat mulus, hanya noda-noda darah disana.

Luna Wand: The ChrysalisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang