LIAM's POV
Aku tidak bisa berhenti tersenyum setelah apa yang Meredith lakukan pada pikiranku. Dia memberitahuku, bagaimana menurutnya perasaan Ariel padaku, dan betapa kuat emosi Ariel padaku tadi didepan pintu gerbang kastil. Meredith orang baik, mau memberikan seberkas harapan ketika aku merasa putus asa dan harapan. Dia memberiku harapan. Seandainya saja aku tidak menyukai Ariel, tetapi Meredith.
Tubuhku bereaksi ketika memikirkan itu. Lalu aku mulai tersenyum tipis, mulai menerima apa yang kurasakan selama ini pada Ariel. Aku menyukainya. Damn. Aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Apakah kalian tahu bagaimana perasaanku ketika tahu bahwa Ariel sakit? Bahwa dia tidak bisa mengontrol kemampuannya sendiri? Aku tidak tahu mengapa tapi aku merasa sakit disekitar dadaku. Dari situ... dari situ aku sadar bahwa aku menyukai Ariel Welch. Mungkin lebih...
Aku berusaha mendekatinya, tetapi dia selalu menghindar dariku. Aku merasa sedih ketika harus berpisah padanya pagi hari ini, tetapi tiba-tiba jadi bersemangat setelah melihatnya tadi didepan gerbang utama kastil ini. Ariel mampu membuat perasaanku berubah secara drastis didalam waktu yang sangat dekat.
Dia gila.
"Apakah sudah selesai dengan melamunnya?" tanya seseorang membuyarkan lamunanku, dan aku menoleh melihat asal suara. Sebuah asap hitam hampir menyerangku, namun aku segera menghentikannya dengan pikiranku.
"Sepertinya belum," jawab suara seseorang yang lain dari belakangku, gumpalan pasir berbentuk tinju hampir mengenaiku, namun aku segera menahannya.
Aku tersenyum dalam hati, aku sudah bisa mengontrol kemampuanku dengan baik.
"Jangan tersenyum dulu, Wildblood!" teriak Edward sambil mengadahkan wajahnya, membuatku langsung menoleh keatas, melihat sebuah asap hitam hendak menyerangku.
Aku langsung berguling secepat mungkin, dan berlari dari hall itu. Aku melihat Edward dan Neal berlari mengejarku. Aku membuka salah satu pintu disamping lorong, dan memasukinya. Aku mengedarkan pandangan didalam ruangan ini, ruangan ini dipenuhi oleh rak yang berisi penuh buku, mungkin library.
Neal dan Edward langsung masuk kedalam ruangan itu. Aku mengerahkan kemampuanku, mengambil buku-buku dari rak, dan melemparkan semuanya kearah mereka. Edward dan Neal yang datang tanpa pertahanan, langsung terjatuh terkena serangan buku-buku tersebut dariku. Nafasku tersengal-sengal setelah melakukan itu, dan pandangan mataku masih tertuju pada tumpukan buku yang mengubur seluruh tubuh Neal dan Edward.
"Berdiri, cowboy," kataku beberapa saat kemudian setelah melihat buku-buku itu tidak bergerak.
Aku memandang pada tumpukan buku itu tidak percaya, lalu mengangkat buku-buku tersebut dengan pikiranku. Aku melihat Edward masih terbaring disana, namun tidak menemukan Neal. Aku langsung mengedarkan pandanganku kesekitar, dan aku merasakan sesuatu dibelakangku. Neal sudah berdiri dibelakangku, dan dia memegang sebuah pasir berbentuk pisau tepat dileherku. Aku menelan ludahku tidak percaya.
"Bagaimana bisa?" tanyaku tidak mengerti.
"Strategi, Wildblood. Itu disebut strategi," ujar Edward berdiri dari tempatnya sambil tersenyum tenang, membersihkan bajunya yang tidak kotor.
"Bagaimana dengan ini!" teriakku, sambil mengubah pedang dari pasir milik Neal menjadi butiran debu, lalu menyikut perut Neal hingga dia terjatuh. Aku segera melihat Edward, namun terlambat, sebuah asap hitam menyerang perutku, membuat tubuhku membanting dinding dibelakangku. Aku membuka mataku kesakitan, melihat butiran pasir sudah mengarah padaku. Aku berusaha melindungi diriku, mengangkat tanganku. Namun kemampuan Neal lebih cepat dariku, butiran pasir itu membanting tubuhku dengan keras, membuat seluruh tubuhku seolah-olah terbakar setiap terkena butiran pasir tersebut.