19. The End of Luna Race

8.3K 820 75
                                    

MEREDITH's POV

Aku tidak tahu apa yang harus kupikirkan, dan apa yang harus kulakukan saat ini. Saat ini, setelah semuanya kukira berakhir, kita semua akan bahagia. Kebahagiaan yang sudah lama tidak kurasakan. Kebebasan. Tidak ada rasa takut sama sekali. Kukira aku akan merasakan hal itu.

Namun apa yang kurasakan saat ini?

Kepedihan.

Saat ini yang bisa kulakukan adalah menangis didalam dekapan Ethan yang hanya membuat pola lingkaran-lingkaran kecil pada punggungku, berusaha menenangkanku. Aku tidak berani melihat mereka berdua menghadapi ajal mereka. Merasakan emosi mereka, mendengarkan pikiran mereka saja sudah membuatku ketakutan. Apalagi melihat wajah mereka.

"Kita akan bersama-sama setelah semua ini." Aku mendengar suara Ariel, mengulangi kata-kata Liam tadi. Aku bisa merasakan emosinya. Sangat kuat. Terlalu kuat malahan. Mungkin... mungkin perasaannya lebih dalam daripada perasaanku pada Ethan, dan itu membuatku ketakutan.

"Kau tidak apa-apa, Meredith?" bisik Ethan ditelingaku.

"Aku takut," jawabku, merasakan tubuhku bergetar hebat. "Aku takut dengan apa yang kurasakan dari mereka saat ini."

Terkadang, aku benci dengan kemampuanku sendiri, bagaimana diriku tidak bisa mengontrol kemampuanku, merasakan tiap emosi, mendengarkan tiap pikiran semua orang disekitarku. Terkadang itu membuatku gila. Namun aku selalu berusaha untuk tetap tenang.

"Tidak apa-apa merasa takut. Itu hal manusiawi," jawab Ethan.

Aku tertawa pelan. Manusiawi. Apakah... apakah setelah ini semua berakhir? Kita akan hidup layaknya manusia normal?

Kemampuan adalah pengorbanan. Pengorbanan yang dibutuhkan.

Aku mendengar suara pikiran Ariel, membuatku sesuatu dalam diriku tertarik. Aku menarik tubuhku dari Ethan. Aku melihat Ariel yang tercengang didalam pelukan Liam, matanya melebar melihat sesuatu yang tidak tampak dibelakang Liam.

"Apa yang sedang Ariel lihat?" bisikku pada Ethan.

"Mungkin dia melihat arwah," jawab Ethan tenang.

Brigitta... bagaimana kabarmu? Aku kangen padamu.

Suara Ariel lagi. Brigitta? Brigitta sahabat arwahnya yang membantu Ariel dan Ethan saat di arena gladiator itu? Apakah itu dia? Aku melihat mata Ariel berkaca-kaca lagi. Dia pasti sangat kangen pada Brigitta.

Kemampuan adalah pengorbanan. Pengorbanan yang dibutuhkan. Apa maksudmu? Kenapa kau hanya bicara seperti itu padaku? Aku... aku juga pernah mendengar kata-kata itu dari Bibi Nina saat itu.

Apa? Apa maksud dari kemampuan adalah pengorbanan, dan pengorbanan yang dibutuhkan? Aku tidak tahu apa maksudnya, tetapi... tetapi itu mungkin penting bagi Brigitta untuk disampaikan pada Ariel. Bibi Nina juga pernah mengatakan hal itu pada Ariel.

"Kemampuan adalah pengorbanan, dan pengorbanan yang dibutuhkan," kataku tiba-tiba, tanpa dapat kutahan.

Ariel langsung menatapku, begitu pula dengan Carina yang langung mengadahkan wajahnya, menatapku kaget. Matanya melebar. "Kenapa kau mengatakan hal itu?"

"Ada yang salah?" tanyaku bingung.

Carina menunduk, dia tampak sedang berpikir. "Annabeth. Dia mengatakan kata-kata itu padaku juga sebelum dia bunuh diri. Kemampuan adalah pengorbanan. Pengorbanan yang dibutuhkan," katanya.

"Brigitta... bibi Nina juga mengatakan hal itu pada Ariel," jawabku pelan, mengerling pada Ariel yang mengangguk pelan padaku.

"Mungkin itu berarti sesuatu," jawab Bianca. "Mungkin itu bisa membantu Ariel dan Liam agar tetap hidup!"

Luna Wand: The ChrysalisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang