Bab 12

0 0 0
                                    

Daniel keluar dari kamar mandi. Ia barusan mandi. Rambutnya masih basah. Daniel menuju ke tempat tidur. Mencari handphonenya. Di lemari kecil samping tempat tidurpun dicari tidak ketemu.

"Dimana sih?!" kata Daniel kesal.

Daniel mengambil tas diatas meja. Mengeluarkan semua yang ada di dalam tas. Lalu tak sengaja melihat buku yang ia keluarkan. Kemudian Daniel mengambil buku tuntunan sholat, buku-buku tentang islam. Akhirnya ia melupakan masalah handphonenya. Daniel membaca bukunya di meja kerja tersebut.

***

Mobil daniel berhenti di depan rumah Anisa. Kemudian keluar dari mobil. Daniel melihat tulisan yang terpampang di pintu "RUMAH INI DISITA"

"Rumah ini disita, apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Daniel. Kemudian Daniel menelfon Anisa. "Kenapa gak diangkat."

Daniel terlihat cemas, berkali-kali di telfon, Anisa tidak menjawab.

Telfon lagi dan lagi dan berkali-kali, "Dimana dia?"

Daniel telfon dinda "Gak diangkat juga."

Berkali-kali telfon Dinda, gak diangkat. Daniel pun kembali masuk ke dalam mobil dan mobil bergerak pergi.

Ia kembali ke villanya. Kemudian mobil terparkir di bagasi lalu ia pun keluar.

Kemudian Pak asep datang mengambil sapu di pojokan.

"Mas Daniel sudah pulang," tanya Pak Asep.

"Iya Pak," jawab Daniel.

"Kenapa Mas?" tanya Pak Asep bingung.

"Mbb?"

"Raut mukanya kayak gak biasanya, ada masalah ya Mas?" tanya Pak Asep khawatir.

"Tadi aku ke rumahnya Anisa, terus depan rumahnya terpampang kata, rumah di sita, kenapa?" kata Daniel penasaran.

"Mas Daniel gak tahu? Kalau rumahnya neng Anisa itu disita sama Rentenir, makanya neng Dinda gak kesini nganterin makanan," Jelas Pak Asep.

"Bentar-bentar, rentenir?" kata Daniel tidak percaya dengan yang dikatakan Pak Asep.

"Denger denger dari tetangganya, kalo abangnya Ibu neng Anisa pinjem uang ke rentenir, karena gak bisa bayar hutang-hutangnya, jadinya rumah Neng Anisa jadi jaminan buat bayar hutangnya," terangnya.

"Terus, sekarang Anisa dimana?" tanya Daniel.

"Kalau itu sih, Pak Asep gak tahu Mas," kata Pak Asep lalu tersenyum bodoh.

"Ya udah, makasih Pak Asep," kata Daniel lalu berjalan masuk ke dalam villa.

***

Anisa sedang melihat handphone beasiswa di jerman. Dia terlihat sedih karena tidak bisa berangkat ke Jerman.

Kemudian Ibu masuk kamar, Ibu melihat Anisa terlihat sedih menatap layar handphone.

"Ibu," panggil Anisa sembari menyembunyikan handphonenya.

Ibu duduk di samping Anisa

"Maafkan Ibu ya nak. Gara gara dia kamu gak jadi berangkat. Tapi Ibu usahakan kalo kamu akan berangkat secepatnya.

"Enggak Bu, Anisa disini aja bantu Ibu. Kalau takdir Anisa kesana ya kesana." kata Anisa menyembunyikan kesedihannya.

"Rumah yang seharusnya jadi warisan berdua malah diambil orang lain," kata Ibu kesal.

"Ibu, udahlah, kita bikin usaha kecil-kecilan, Insya Allah pasti ada rezeki," kata Anisa menenangkan Ibunya.

Ibu memeluk Anisa begitu erat.

Benang Takdir (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang