BAB 2 Si Tukang Nyuruh

16 3 0
                                    

"Kalo bintang menyinari gelapnya langit malam nah kalo bapak ini menyinari hari hariku yang kelam." Ina said


Saat ini Ina dan Bulan tengah berada di pasar, berjalan santai diantara kesibukan orang orang yang sedang melakukan transaksi jual beli di tempat tersebut. Salah satu rutinitas mereka setiap hari Minggu pagi yaitu selalu pergi ke pasar untuk membeli bahan masakan yang telah habis. Biasanya yang pergi berbelanja akan di jadwal oleh mama, minggu ini giliran Ina dan Bulan. "Kak Bulan, ini kita beli apa aja?"

Bulan menghentikan langkahnya lalu merogoh saku celananya yang terdapat secarik kertas berisikan daftar belanjaan dari mama, kepalanya tertunduk membaca rentetan daftar tersebut selama beberapa saat. "Kita bagi tugas aja ya Na, gue beli bumbu dapur lu beli ayam sama sayur di sana."

"Siap komandan." Alina menjawab penuturan dari Bulan sambil ber pose hormat.

"Ntar kalo udah selesai, kumpul di parkiran aja biar nggak ribet," imbuh Bulan lalu ia melangkah menjauh dari Ina dan mulai berbelanja.

Pandangan Ina menyapu seluruh kios yang berderet di dekatnya mencari kios yang menjual ayam dan sayur.

Hingga Ina melihat satu pemandangan yang menarik perhatiannya. Bukan pedagang  ayam dan sayur segar yang Ina lihat, melainkan ia melihat yang lebih segar. Siapa lagi kalau bukan Atma, teman sekelasnya yang terkenal pintar dan tentunya ganteng. Sudah lama Ina menyukai Atma, namun ia tak berani mengungkapkan perasaannya karena Ina tak mau merusak pertemanan di antara mereka.

Ina melangkah mendekati Atma bermaksud menyapanya. "Hai Atma."

Mendengar suara yang memanggil namanya Atma pun menoleh ke sumber suara tersebut. "Oh hai Ina." Atma terlihat sedikit terkejut ketika mendapati Ina yang menyapanya.

"Lu ngapain disini At?" Ina basa basi, meskipun ia sudah tahu pasti jawabannya, Atma membantu orangtuanya yang berdagang di pasar setiap hari Minggu.

"Lagi bantuin ayah." Jawab Atma singkat disertai anggukan dari Ina.

Setelah sedikit basa basi Ina dan Atma telah hanyut dalam percakapan ngalor ngidul hingga tak terasa mereka sudah menghabiskan waktu terlalu lama.

Dari kejauhan Bulan melihat adik bungsunya tengah asik berbincang dengan anak seumuran dengan Ina. Bulan menyipitkan matanya melihat apakah Ina sudah membeli apa yang ia suruh, namun ia tak melihat satu kantong pun yang Ina pegang. Dengan langkah yang sedikit cepat serta beberapa belanjaan yang Bulan bawa, Bulan mendekati adik bungsunya tersebut.

Ditengah asyiknya mengobrol Ina merasa ada hawa hawa mengancam di sekitarnya, lalu ia menengok ke belakang. Ina mendadak keringat dingin, dibelakangnya terlihat Bulan yang berjalan menuju ke arah Ina dengan tatapan yang mematikan.

"Waduh At, aku pergi dulu ya mau belanja eheh," ucap Ina lalu diakhiri dengan lambaian tangan. Ina ingin segera melangkahkan kakinya, namun itu sudah terlambat. Ketika Ina berbalik badan, Bulan sudah berada tepat dihadapannya lengkap dengan muka yang terlihat kesal.

"Eh Kak Bulan." Ina nyengir kuda sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ngapain aja dari tadi? Kok belum beli ayam sama sayurannya," cetus Bulan sambil berkacak pinggang.

"Ini mau beli kak, tadi abis ngomongin hal penting sama temen." Ina menunjuk Atma yang berada di belakangnya.

Bulan sedikit tersenyum dan melirik sekilas Atma yang melambaikan tangannya lalu ia menghela menghela nafas panjang, "yaudah gue tunggu di parkiran tapi lu jangan lama lama, pacarannya disambung ntar aja."

Keluarga Pak To Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang