1

37 20 2
                                    

Pagi hari di hari senin, aku terbangun.
Dengan lukisan ditubuhku yang membiru akibat pukulan dari tongkat bisbol yang terasa sakit di lengan kiri ku.

Kegiatan rutinitas yang dilakukan Papaku sebelum aku tidur.

"Bukan aku yang bunuh mama pa" ucapku yang meneteskan air mata.
Aku berlutut dihadapan papa karena ia memukuliku dengan sebuah tongkat bisbol yang ditongkatnya terdapat darahku yang mengering di tongkat itu.

"argh, sakit banget" ucapku meringis merasakan sakit di lenganku.

Aku berjalan menuju kamar mandi, tepat di dalam kamar mandi, aku melihat darahku sendiri yang erada di kamar mandi.

"huh, bersihin dulu deh" ucapku mengambil sikat kloset dan menyikati seluruh ruangan kamar mandi agar tidak berbekas sedikit pun darah.

Beberapa menit ku habiskan untuk menyikati se isi kamar mandi.

"akhirnya selesai, ayo mandi, nanti ketemu Gesya sama Galang, ga boleh keliatan sedikit pun bekas luka biru ini" ucapku sambil melihat diriku sendiri di kaca kamar mandi.

Air yang mengalir di badanku, rasa sakit yang kulalui dari tahun ke tahun. Lukisan buatan ayah, teman, dan kakak yang berada ditubuhku ini mereka buat karena perbuatan ku di masa lalu. Tetapi mengapa Gesya dan Galang tidak membuatnya?, apakah mereka merasa kasihan atau merasa iba melihatku dengan banyaknya lukisan ini?.

Setelahnya aku mandi dan aku memakai seragam ku. Setiap hari aku menutupi lukisan ini dengan manset hitam.

Aku menuruni tangga, kenangan manis yang dulunya ada disini sekarang lenyap begitu saja seperti terbawa arus ombak yang deras.

Rumah yang dulunya terang penuh keceriaan dan kesenangan sekarang berubah menjadi rumah dengan tiga iblis yang mengincarku setiap saat. Mengincar mencari kesalahan kecil yang kubuat.

Dulu pemandangan yang kulihat adalah wajah mama yang tersenyum kearahku dan menyuruhku untuk sarapan. Sekarang yang kulihat adalah ruangan kosong berantakan dan menampilkan wajah amarah papa dan kakak yang tepat berada di depan ku.

"hei anak sialan, kaus kaki hitam gue, lo taruh mana cok" ucap Endra. Yang kulihat di depan ini dengan ekspresi kesalnya adalah kakak ku.  Sebelum kejadian yang kualami terjadi Kaka ku setiap pagi menyambutku dengan riang tapi sekarang? sebaliknya dia seperti iblis yang sedang mencari mangsa untuk ia terkam.

"kaus kaki kaka ku taruh di laci kamar nomor ketiga" ucapku tanpa melihat kearahnya.

"kurang ajar lo, gue ajak ngomong malah ngalihin pandangan" ucapnya marah kemudian menamparku dengan keras, aku merasakan perih di pipiku. Lukisan tadi malam yang mereka berdua gambar belum sembuh tapi malah kalian tambahi dengan tamparan di pagi hari.

"woy lo Arina, rok sekolah gue lo taruh mana anjing" ucap Shayla. Dia adik ku satu-satunya, dia bersifat iblis yang mencari kesalahan seseorang walaupun sekecil semut. Dia tidak pernah memukul ku tapi ucapanya dan perilakunya seperti iblis yang suka mengadu domba dan memfitnah ku, kemudian dia memberitahu papa dan papa langsng memukuli ku tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu.

"rok sekolah kamu, aku taruh di lemari kayu, udah kaka bilangin berkali-kali cari rok, celana di lemari kay-" belum selesai ku berbicara Shayla sudah memotongnya.

"iya iya, bacot banget lo" ucap Shayla kemudian ia pergi meninggalkan Arina begitu saja tanpa mengucapkan terimakasih.

"heh anak sialan, lo hari ini harus dapet nilai 100 di semua pelajaran kalau ga, ga ada jatah makan hari ini" ucap Hayto. dia papaku yang selalu memukuli ku setiap hari, jika aku tidak dapat nilai 100 di semua pelajaran aku akan dapat jatah makan.

Dulu aku pernah ga makan selama 3 hari karena nilaiku di bawah 80. Dulu papaku tak pernah memarahiku jika nilai ku turun. Tetapi sekarang situasi berbeda, aku harus mendapatkan 100 agar bisa makan.

"aku sekolah dulu, kak, dek, pa" ucapku pergi meninggalkan rumah tanpa berpamitan dengan siapapun.

Setiap hari aku ke sekoah dengan berjalan kaki. Walaupun di kakiku terdapat banyak lukisan yang membuat ku kesulitan berjalan tapi aku hanya mempunya kakiku yang bisa kemanapun tanpa tau tujuan yang akan kutuju.

Di sekolah ku tak banyak yang tau tentang masa laluku. Hanya beberapa pembully di kelasku yang tau. Aku dipojokkan oleh mereka dan di adu domba serta difitnah mereka. Jika mereka merasa kurang puas, mereka membawa ku ke gudang atau kamar mandi kosong untuk menyiram ku dengan air got atau sampah-sampah yang mereka ambil dari tong sampah.

"widihh, sapa nieh yang dateng, si pembunuh coy" ucap Asya ketua geng pembully cewe yang terkenal di kelas-kelas lain. Orang-orang yang melihatnya hanya bisa diam tanpa membantu apapun, mereka hanya bisa berbisik-bisik kepada temannya tanpa ada orang yang bisa membantu.

Aku berjalan menuju tempat duduk ku yang berada di pojok kiri dekat jendela. Hal seperti ini sudah kulakui hampir 3 tahun. Aku selalu dikucilkan semua orang. Di paksa untuk memberikan kunci jawaban soal setiap hari.

Semasa SD-SMP-SMA nilai ku selalu tinggi. Aku mendapat peringkat 1 di sekolah sedari kecil, mengikuti renang  kemudian mendapatkan juara 1 terus menerus, mengikuti les ballet sedari kecil karena menuruti impian mama yang dulunya belum sempat digapainya. Tapi sekarang berhenti karena aku di bedakan di keluarga ku.

Walaupun begitu aku tetap sayang sama Kak Endra, papa, dek Shayla, mama. Aku ga boleh marah ataupun egois hanya karena aku di bedakan.

"GOOD MORNING EVERYONE" ucap Gesya Prastia berteriak. Nama yang cantik bukan? seperti orangnya. Dia temanku satu-satunya dari SD-SMA, dia ga pinter tapi dia baik. Dia ga seperti teman-teman ku. Dia selalu dukung apapun yang aku suka.

Orang tuanya baik sama aku, dia dulu sering nampung aku kalau aku disakiti sama papa, kakak tapi sekarang aku bisa hadepin sendiri.

"hai hai temanku yang cantik ini, kamu udah sarapan belom? kalau belom mama buatin kamu bekal niii" ucap Gesya di depan bangku ku.

"tau aja aku belum sarapan" ucap ku tersenyum kearah Gesya.

"inii sarapan nyaaaa" ucap Gesya membuka bekal buatan mamanya untuk Arina. Mamanya tau kalau Arina pasti tidak pernah sarapan.

Disaat Gesya ingin membuka bekalnya, bekalnya dirampas oleh sosok laki-laki. Laki-laki itu ialah Galang teman laki-laki pertamanya.

"woy Galang, itu bekalnya Arina goblok balikin" ucap Gesya berteriak ke arah telinga Galang yang duduk di samping Gesya.

"woilah, ga usah keras-keras kali klo ngomong, gue denger" ucap Galang yang mengusap-usap telinganya.

"ni bekal lo, dihabisin lho" ucap Galang memberikan bekalnya ke Arina.

"iya makasi Galang" ucapku.

"mau icip ga? ini ada ayam gorengnya" ucapku menawari Galang ayam goreng.

"ga gue udah makan, lo aja yang makan" ucap Galang mengangkat kedua alisnya.

"iya"

Arina pun memakan bekal buatan mamanya Gesya "enak Ges kaya biasa" ucapku. "Makasi mama gue gitu lho" ucap Gesya.

Orang-orang yang melihat kelakuan Galang dan Gesya hanya bisa terdiam. Bisa-bisanya mereka mau berteman dengan orang seperti Arina yang penuh dengan lukisan ditubuhnya.

Arina dan Luka yang Dipeluknya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang