10. paguyuban dua otak lieur (2)

690 122 45
                                    

tante paling ga bisa liat cowo pake kemeja biru, pake pakaian serba item, pake seragam, apalagi yg ga pake baju 🙈😆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tante paling ga bisa liat cowo pake kemeja biru, pake pakaian serba item, pake seragam, apalagi yg ga pake baju 🙈😆

Mawar POV

BRAKKK!!!

"Dek, elu jadi kerja sama Ibra?"
Suara pintu terbuka dan tertutup dengan kencang terdengar di susul suara bang Rino yang menyeruak masuk ke dalam kamarku seperti angin ribut.

Aku yang sedang tengkurap sambil menonton drakor tidak kaget karena sudah terbiasa dengan kelakuan abangku ini.

Bang Rino ikutan tengkurap di sampingku dengan menopang dagu, pakaiannya masih lengkap, sepertinya bang Rino yang baru saja pulang kantor langsung menuju kamarku.

"Dek" Panggilnya lagi.

"Elu beneran kerja di restaurannya Ibra?" Tanyanya kemudian.

"Nggak, siapa bilang?" Aku balik bertanya.

Aku memang belum menyetujui hal tersebut setelah pulang dari rumah makannya.

Mama memang masih saja membujukku sampai kami tiba di rumah.
Dan tentunya aku tidak akan bekerja dengannya.
Bisa punya penyakit darah tinggi kalau aku menghadapi Baim setiap harinya.

"Ibra yang bilang" Jawab bang Rino.

"Tadi dia nelpon gue, bilang elu sama mama ke restaurannya, gak mungkin kan kalian cuma numpang masak aja di sana, pasti ada sesuatu" Lanjut bang Rino.

"Gak ada sesuatu, mama kangen makan masakan gue dan minta di bikinin steak ayam" Jawabku tanpa menoleh ke samping.

"Gak mungkin lah, ngapain sampe masak di sana, memang gak bisa masak di rumah?" Suara bang Rino sangat berisik dan mengusik kedamaianku yang sedang fokus menonton.

Aku langsung menoleh ke arahnya.

"Ya memang gak mungkin, bang Rino sama mama bersekongkol, kan? Kalian secara gak langsung nyeret gue ke sana, biar tau keadaan Baim dan ngerasa kasian karena liat kondisi restaurannya yang di tinggal pergi kokinya?" Tanyaku panjang lebar.

Bang Rino langsung menggelengkan kepala.

"Gue sama mama gak suka ikan tongkol, elu kan tau gue alergi ikan tongkol dari kecil"

Aku langsung duduk dan menepuk kening.

Bang Rino mengikutiku duduk.

"Kena?" Tanyanya sambil membuka telapak tanganku dengan mata melebar.

"Kena apaan sih?" Aku bingung di buatnya.

"Barusan nepok kening, nyamuknya kena? Memang elu gak pernah nyemprotin kamar sih, makanya banyak nyamuk"

Aku menghela nafas panjang, sudah tadi pagi menghadapi Baim soal bintang micin, dan ternyata bang Rino pun sama onengnya dalam menangkap arti kata 'bersekongkol' yang aku ucapkan.

Bisa di bayangkan bagaimana keadaanku apabila menyetujui bekerja sebagai juru masak di restauran Baim.
Dari pagi sampai malam menghadapi Baim dan pulang ke rumah menghadapi bang Rino.
Aku sih angkat tangan, tidak ingin menghadapi pagunyuban dua otak lieur ini.

"Bang, gue gak akan kerja di resturan Baim, gue tau kalian, kalian itu mama dan elu pengen banget gue kerja di sana"

"Tapi, gue lebih sayang diri gue sendiri dari pada nyari penyakit" Lanjutku.

"Penyakit ngapain di cari? Gak elu cari juga Tuhan bakalan ngasih elu penyakit kalau memang udah waktunya sakit"

Aku terdiam, otaknya bang Rino memang 11-12 dengan Baim, tapi aku sudah bilang kan kalau bang Rino itu lebih mending dari pada Baim.

Ya contohnya ini, cara berpikirnya bang Rino itu sederhana dalam menanggapi sesuatunya.

Sedangkan Baim, ahhh tau lah, ngapain juga jadi ngebahasin paguyuban dua otak lieur yang salah satu anggotanya sedang duduk di depanku.

Aku dulu sempat berpikir bagaimana caranya bang Rino melewati hari-harinya selama ini.
Apalagi sejak bang Rino bekerja, bagaimana dia berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain.
Apakah abangku yang ganteng pernah di bully karena otaknya yang terlalu sederhana ini?

Mau nanya langsung, gak enak hati.

"Dek, elu gak usah sayang diri sendiri deh, elu kan bukan anak yatim" Suara bang Rino menyeretku ke alam nyata.

"Ha? Maksudnya?" Tanyaku bingung.

"Kalau mau sayang, sayangilah anak yatim, nah, Ibra kan anak yatim tuh, sayangilah dia dengan cara bantu dia untuk ngebangun restaurannya lagi dari awal"

"Bang..." Aku tidak melanjuti perkataanku karena tidak bisa berkata-kata lagi.

"Iya, kenapa?" Bang Rino memintaku untuk melanjutkan perkataanku.

"Gue capek, mau istirahat, mending elu balik ke kamar sana, mandi" Aku kembali tengkurap lalu meraih handphone untuk melanjutkan menonton.

"Katanya capek mau istirahat, kenapa malah lanjut nonton?" Bang Rino tidak beranjak dari ranjang.

"Iya, iya, ini gue capek, nih, nih, gue tidur nih" Aku melempar handphone ke sembarang arah dengan kesal lalu memposisikan tubuh berbaring ke samping membelakangi bang Rino dengan wajah bersungut-sungut.

"Ya udah gue balik ke kamar kalau elu capek, tidur yang nyenyak ya dek" Bang Rino mengusap puncak kepalaku sehingga aku menepisnya dengan kembali bersungut-sungut.

Gak bisa deh, gue gak mau idup gue sehari-hari ketemunya dengan paguyuban dua otak lieur ini.

Besok gue akan cari kerjaan, biar bang Rino atau mama tidak memintaku bekerja di restauran Baim, titik.

Tbc

14/1/24

The Ugly Duckling Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang