I'm with You

206 38 3
                                    



Haikal dan Raina berakhir di sebuah Bus Kota yang membawa mereka menuju markas besar karena semua anggota telah pulang.

Keduanya terus diam di keheningan malam dan kondisi bus yang sepi.

Tadi, Raina hanya menunggu Haikal yang menangis di rooftop rumah sakit entah berapa lama. Ia hanya diam, memperhatikan dan ikut merasakan sakit hati entah apa alasannya.

"Hari ini lo lihat sisi gue yang lain lagi. Maaf ya.." Ucap Haikal memecah keheningan, tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela bus yang masih menampakkan gerimis tipis di luar.

Raina tersenyum "Nggak papa..".

"Lo nggak tanya kenapa?" Tanya Haikal kini menatap Raina yang menyambutnya dengan gelengan.

"Lo nggak perlu cerita kalo lo nggak mau.."

"Gue punya adek, namanya Wina" Haikal mengehela nafasnya berat, mulai bercerita "Adik gue meninggal di hari pertama gue bertugas".

Raina cukup terkejut, nampak dari raut wajahnya yang berubah.

"Nyokap gue udah lama pergi sama laki-laki lain dan papa gue udah lama meninggal. Jadi sekarang gue sendirian.." Lanjutnya.

Raina mengulurkan tangannya untuk mengelus tangan Haikal yang mengepal dan Haikal dengan refleks menggenggam tangan lembut Raina.

"Gue merasa bersalah banget nggak bisa ngelindungin adek gue sendiri disaat yang dia punya di dunia ini cuma gue.." Haikal mulai mempererat genggamannya, tanda menahan emosi "Gue bodoh banget, gue nggak ngangkat telepon Wina untuk terakhir kalinya, padahal yang dia butuhin waktu itu cuma gue..".

Tanpa terasa, Raina menitikkan air matanya.

"Wina sendirian, kedinginan, ketakutan.."

"Gue boleh peluk lo nggak?" Tanya Raina yang matanya sudah basah air mata. Untung bus ini benar-benar sepi.

Haikal tersenyum dan merengkuh Raina terlebih dahulu, memeluknya Hangat. Raina mengelus punggung Haikal lembut, memberinya ketenangan.

"By the way, gue belum nemuin pelaku yang bunuh adek gue.."

Ucapan Haikal membuat Raina refleks melepaskan pelukannya dan menatap Haikal yang sedang mengusap wajahnya dengan ujung kaos yang ia kenakan. Ah, jaketnya kan digunakan Raina.

"Maksud lo? Adek lo.."

Haikal mengangguk "Iya, adek gue dibunuh orang..".

Raina terdiam. Semakin terkejut dengan pernyataan Haikal.

"Gue bakal bertahan di pekerjaan ini untuk tangkap pembunuh adek gue.." Ucap Haikal "Setelah itu gue mungkin bakal berhenti..".

"Kal.." Raina kembali meraih tangan Haikal "Gue boleh ikut bantuin lo buat cari pelakunya kan?".

Haikal menggeleng "Bahaya..".

"Tapi gue juga polisi. Tugas gue buat tangkap penjahat.." Raina bersikeras.

"Lawan gue bukan manusia Raina, itu yang dibilang Marcellio" Jelas Haikal menggenggam erat tangan Raina.

Raina memandangnya, berusaha mengkoneksikan berbagai titik yang ada di kepalanya "Maksudnya, kasus Marcellio ada kaitannya juga sama kasus adek lo?".

"Adek gue dibunuh pas lagi mengulik kasus lowongan pekerjaan bodong yang dijalanin sama Marcellio" Jelas Haikal "Adek gue ikut UKM jurnalis gitu pas kuliah. Jadi dia mau bikin berita soal kasus itu".

"Berarti Marcellio pelakunya?" Tanya Raina.

Haikal kembali menggeleng "Lebih dari itu. Kalau ibaratnya priamida, Marcellio itu di baris bawah. Atasnya masih ada lagi, ada lagi, ada lagi. Dani yang kemarin kemarin kita tangkap juga bagian dari organisasi itu".

"Kenapa nggak diselidikin secara resmi?"

Haikal mengehndikkan bahunya "Kasus ini ditutup gitu aja. Gue yakin ada orang dalem yang terlibat".

Raina menatap Haikal sendu.

"Jadi sedih gini deh. Udahlah.." Ucap Haikal kini berganti mengelus tangan Raina yang ia genggam "Gue berusaha ikhlas, tapi nggak bisa sampai gue nemuin pelakunya sendiri. Makanya gue selidikin diem diem. Anak-anak tim 1 juga suka bantuin gue karena mereka juga kenal Wina dari jaman gue pendidikan".

"Lo nggak sendirian, Haikal" Ucap Raina tersenyum "Ada Jendra, ada Rendra, ada Naren, ada Jinan dan sekarang ada gue..".

"Jangan pernah merasa sendirian ya.."

Haikal mengangguk tersenyum, merasa lebih hangat.

"Oh iya" Haikal mengeluarkan ponsel dan memasang headset kabelnya "Lo mau dengerin nggak, pesan suara terakhir adek gue?".

Raina mengangguk dan memasang headset kabel itu di telinganya.

[lu..ka.. li..pi..]

Suaranya lirih, pelan, terdengar merintih.

"Luka pipi?" Tanya Raina yang diangguki Haikal.

[swar..]

Suaranya semakin lirih, diiringi dengan sesak nafas yang akhirnya sunyi.

"Swar?" Tanya Raina.

Haikal melepas headset dari telinga Raina dan kembali menyimpannya di saku jaket yang dipakai Raina.

"Zwarts... Zwarts organization.."






Hallo!

Sedikit aja ya, nanti ketemu lagi, secepatnya!

See you in another case^^

-ruby

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello, Detective | SunshinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang