#-1 just me and i

37 9 0
                                    

Seseorang kadang membuat kita jengkel dan tak nyaman, bukan? Seseorang pula yang kadang membuat kerusuhan dan melibatkan banyak orang yang menjadi korban.

Aku tak suka keributan, tak suka perdebatan, juga tak suka bagaimana cara mahluk hidup saling memberi keangkuhan dan rasa kebencian. Dan, aku menganggap semua manusia memiliki sifat keji itu

Aku, seorang remaja anti sosial yang hidup tertahan di dalam tembok putih atau sering aku sebut sebuah sangkar.

Saat ini ujian semester tengah berlangsung. Semua murid fokus pada kertas yang dikerjakan masing-masing.
"Waktu tersisa tinggal 15 menit lagi" ucap pengawas dengan lantang.

Ujian fisika memang rumit bagi sebagian orang. Tapi, tidak bagi aku yang sudah menguasai pelajaran ini sejak sekolah dasar.

Tinggal lima soal terakhir, ujian akan usai. Tapi, suara histeris dari luar memecah keheningan membuat satu kelas sedikit heboh atas teriakan histeris yang berasal dari luar kelas.

Aku tak bergeming, masih sibuk menyelesaikan soal-soal ujian. Telinga ku rasanya tak berguna, walau suara teriakan histeris bertambah banyak. Bak kedatangan seorang idola, seluruh lorong penuh dengan jeritan yang memekakkan telinga.

Tinggal satu soal. Kacamata yang ku kenakan melorot, dan segera ku betulkan. Sayangnya, aku tak sempat menyelesaikan soal ini. Seorang dengan tubuh besar yang dilumuri darah jalan memasuki kelas dan menghampiri ku.

Ia mengayunkan kayu di tangannya, dan memukulku dengan sekuat tenaga.
Aku terbanting, darah dengan deras mengalir--

Keringat dingin mengucur dari pelipis hingga membasahi kaus putih yang ku kenakan. Mimpi. Buruk sekali.

Nafas terengah-engah, pandangan begitu buram di ruangan yang cukup pengap.
Meraba nakas, aku segera mengambil kacamata dan mengenakannya.
Tak ada waktu untuk meratapi apa yang barusan terjadi. Aku segera mengambil handuk lalu mandi untuk sekolah.

Tiga hari lagi adalah waktu ujian. Letih rasanya hanya bisa tidur tiga jam dan sisanya belajar, belajar, dan belajar.

Cctv mengintai ku selama 24 jam, dan tiap pagi selalu diperiksa oleh kedua orang tua ku. Mereka pula penyebab mengapa hidupku sangat sepi dan antisosial.

"Berteman hanya akan membuang-buang waktu. Lebih baik kau menyelesaikan tugas-tugas di depan mu itu." Itu ucapan Ibu saat mengetahui aku memiliki teman di kelas satu SD.

Dengan terpaksa, di sekolah aku mengabaikannya dan terus tak mendengar ucapannya membuat si empu kesal dan menjauh.

Itu cerita masa lalu.

Aku menuruni tangga dengan seragam rapi dan tas hitam yang menggantung di pundak ku. Rumah luas ini terasa sepi walah kedua orang tua ku sarapan di meja makan.

Ayah sedang membaca koran, Ibu sibuk dengan lembar-lembar pekerjaannya hingga tak menyadari bahwa aku hanya melewati meja makan.

"Tuan muda, apa Tuan tidak mau sarapan terlebih dahulu?" Bi ija pembantu di rumah berkata pelan. Usia wanita 40 keatas itu membawa tas berisi kotak bekal yang ia siapkan untuk ibu.

Suara Bi Ija membuat Ayah dan Ibu menoleh dengan pandangan yang menuntut. Tak menjawab, aku melewati Bi Ija lalu duduk di atas kursi tanpa mengeluarkan sepatah kata.

"Makan, kau akan sakit kalau tidak mengisi perut mu. Sebentar lagi ujian semester." Suara Ibu terdengar kala aku menggigit roti selai kacang. Mereka bahkan tak tahu bahwa aku benci kacang.

Suasana di meja makan terasa dingin. Selain Ayah dan Ibu yang sibuk, aku juga enggan membuka suara. Faktanya, aku tak dekat dengan mereka.
Bahkan kelahiran ku rasanya tidak membawa untung buat keduanya.

Venus ApocalypseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang