look at your back. don't just your front is better than your back. karena semua orang juga ingin untuk dianggap--
***
Suara gesekan kabin dan pemukul kasti terdengar mengiringi langkahku. Hingga, seluruh pandang mata menatap aku yang kini diam di ambang pintu. Entah mengapa atmosfer disana berubah saat aku baru saja datang. Suara tawa dan ocehan yang tadinya terdengar keras, kini hening dan hanya menyisakan bisik-bisik murid perempuan sembari matanya menatapku.
Seakan baru saja melihat sisiku yang berbeda, tanpa kacamata, mengingat aku lupa mengenakannya kembali saat beranjak dari bangku.
Sebenarnya aku cemas apabia zombie akan menyerang kelas, dan mereka semua menjadi korban karena tak memiliki persiapan sama sekali. Tapi kalau aku beritahu, mereka akan menganggapku semakin gila.
Aku menghembuskan nafas, lalu berjalan menuju bangku milikku yang terletak di belakang. Wajar saja aku dibelakang. Posisi letak bangku ditentukan nomor urut absen.
Terlihat Anne datang menghampiriku. Perempuan berambut pendek yang pernah memberikan ku selembaran olimpiade. Ia tampak melambaikan tangan sembari tersenyum berdiri di sebelah bangku milikku.
"Kamu beda banget tau!" Anne berucap antusias. Aku mengangguk pelan, lalu mengenakkan kacamataku kembali. "Encer, ah, maksudku Venus," panggil Anne sedikit ragu-ragu untuk melanjutkan katanya.
"Bisa kah sehabis ujian kita berbicara sebentar? Di kantin?" Anne tersenyum canggung. Entah aku harus merespon apa, tapi kini wajah Anne sudah merah padam membuatku makin tak tahu harus merespon dengan kata-kata yang seperti apa.
"Akan ada zombie." Jawabku yang malah membuat Anne bingung. "Eh?" aku memalingkan pandangan, menatap awan mendung dari balik jendela.
"Setelah ujian, lebih baik kau diam bersamaku dulu." Suaraku terdengar halus tapi terasa aneh bagi Anne dan yang mendengarkannya. Seluruh kelas lantas menertawaiku. Aku melirik seluruh murid sekelasku dengan pandangan serius, entah apakah ucapanku salah? Kenapa aku malah jadi bahan tertawaan??
"Wahaha Venus bisa melawak rupanya. Mana ada zombie di dunia nyata? Kau keseringan belajar jadi halusinasi kah?" seorang murid laki-laki tertawa lagi, merasa diriku ini benar-benar sebuah hiburan ditengah ujian.
Padahal zombie memang ada. Buktinya, pengawas ujian yang harusnya sudah datang setengah jam yang lalu, kini malah tak menampakkan batang hidungnya sama sekali.
"Kau percaya, Anne?" tanya salah satu dari mereka. Anne tampak diam memainkan jari-jarinya. "Aku percaya Venus, kok." Jawab Anne tanpa rasa ragu di wajahnya. Aku lega. Setidaknya ada satu orang yang-
BRAKK
Pintu kelas tampak didobrak sangat kencang oleh seseorang yang kini terkapar menindih daun pintu dengan darah yang mengucur mengotori lantai. Seluruh kelas menjerit histeris melihat pemandangan baru di depan kelas. Seseorang yang menindih daun pintu yang tergeletak itu tampak bergerak kaku.
Aku segera berdiri, mencengkram pemukul kasti, kemudian mengenakkan ransel berisi makanan. Orang dengan penuh darah itu berdiri, kepalanya menunduk dengan kaki yang nampak terbalik. Lututnya menghadap belakang, sementara pinggangnya masih tetap sama. Hanya saja orang itu seperti sudah dipelintir raksasa. Kurasa tulangnya sudah remuk.
Anne disebelahku menjerit tertahan. Orang itu hancur sekali.
Ini bukan candaan. Zombie benar-benar menyerang sekolah.
Seluruh kelas diam. Terkejut. Zombie pun belum berkutik sama sekali. Orang yang menertawaiku tadi melirikku. Keringatnya membasahi peluh, kakinya terasa lemas dan bergetar.
![](https://img.wattpad.com/cover/360478892-288-k111351.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Venus Apocalypse
Teen FictionDiri sendirilah masalah terbesar melebihi dari seluruh kerusakan yang menimpa bumi. diri sendirilah yang paling menyakikan dan yang paling menyakiti dari hal apapun di luar sana. Venus harus melawan zombie untuk mencari sebuah kebebasan dan ingatan...