Ternyata rindu sangat se menyakitkan ini bagiku, kukira rindu hanyalah datang untuk sementara lalu pergi tanpa aba-aba.
.
.
.Aku berjalan melintasi jalanan aspal yang panas terik ditengah hari, sepanjang hari berada ditempat keramaian tanpa adanya kata nyaman benar-benar sangat menguras energi yang ku punya.
Sesampainya di rumah dan beristirahat di dalamnya adalah tujuanku, matahari terus mengikuti ku ketika waktu pulang pada tengah hari tiba. Perjalanan terhalang karena mataku tertuju pada seorang anak perempuan yang sedang bercanda ria dengan ayahnya.
Aku menyadari jika momen itu tidak pernah ada didalam catatan hidupku, jika aku mendapatkan momen itu maka aku akan langsung memamerkannya kepada seluruh semesta atas kebahagiaan yang ku punya. Namun sayangnya itu tidak akan pernah terjadi didalam hidupku.
Tanpa ku sadari, kerinduan pada cinta pertama yang selalu kusebut ayah itu seketika menghantam ku. Berderas kesedihan didalam batinku, entah sejak kapan terakhir aku bertemu dengannya. Mataku berpaling dan lanjutkan perjalananku menuju tempat rumah karenanya tak ingin kesedihan ini terus menyelimuti ku.
sambutan hangat dari seseorang yang membuatku bangkit dari keluh kesahku, Ia selalu menyambut ku selepas pulang dari tempat ku menuntut ilmu. Bagaimanapun keadaan yang dialami, ia tidak pernah menunjukkan kelemahannya padaku. Ia adalah ibuku.
Mungkin wajah dan tubuhku terlihat lelah dan muram, pantas jika ibuku menanyakan berbagai pertanyaan akan keadaan dan hari-hari ku selama ditempat yang tidak ku sukai. Entah seperti apa tempat yang ku impikan, tempat itu hanya ada didunia kedua ku, tempat yang sunyi senyap dan hanya ada kegelapan didalamnya.
Berbohong akan keadaan dan perasaan yang ku alami kepada ibuku adalah kegiatan setiap hariku, walaupun kutahu ini sangat berdosa dan tidak baik, tetapi bagiku ini adalah yang terbaik.
Aku mulai memasuki ruangan menuju dunia kedua ku, yang biasa orang menyebut ruang kamar. Duduk termenung dan menghela nafas panjang-panjang lalu membuangnya dengan ku hadapkan sebuah kursi yang kini ku duduki menghadap ke arah jendela yang terlihat dunia kejam diluar sana bagiku. Kembali ku mengingat kejadian yang membuatnya berpisah dengan sang ayah.
Tahun lalu tepatnya pada 1 Minggu sebelum aku menginjak usia 16 tahun, keluargaku hancur dan aku kehilangan rumah yang menjadi tempat keluh kesahku
Ayah yang menjadi pelindungku justru berlindung kepada orang lain dari pengkhianatan nya. Aku seperti orang yang kehilangan arah yang bahkan tidak tau bagaimana kelanjutan hidupku berikutnya
Airmata ini tiba-tiba ada saja bercucuran deras tanpa ku suruh setelah, membasahi pipi dan baju yang ku kenakan, mungkin aku bisa saja sabar atas perlakuan ayahku, namun jika menyuruhku untuk ikhlas mungkin aku belum bisa, seorang anak mana yang ingin ayahnya dibagi-bagi? Aku hanya cukup menginginkan satu ayah untuk satu keluarga.
Akibat menangis berlarut-larut, mata ini semakin lama semakin berat untuk ku membukanya, ku baringkan tubuhku yang lelah ini untuk beristirahat, mungkin selama ini aku terlalu memaksakan diriku untuk menjadi pribadi kuat, tetapi teringat dengan ayah saja sudah menangis, ternyata aku lemah! ternyata aku membutuhkan seorang ayah untuk menjalani hari-hari dewasa ku. Mungkin kelak aku pasti bisa menjadi wanita yang lebih kuat dan tentunya tidak cengeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Million Stories
Não FicçãoIni tentang kalian yang tumbuh dengan segala kekurangan, yang ingin sukses tetapi terhalang oleh ekonomi, keluarga, maupun yang lainnya. Walaupun tuhan sudah menuliskan alur kehidupanmu, tetapi kalian bisa saja meminta dan merubah alur itu? Yakinlah...