Blaze selalu berisik, ditengah kericuhan, Blaze menemukan sosok paling diam yang pernah ia temui, sukses membuat seluruh perhatiannya jatuh pada eksistensi pendiam tersebut.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Blaze mencoba yang terbaik untuk menarik perasaannya untuk Ice.
Benar-benar mencoba yang terbaik.
Akan jadi bahaya bila Ice mengetahui apa yang saat ini Blaze fikirkan tentang dirinya? Membayangkan Blaze melumat bibir palm yang setiap harinya nampak seperti bunga yang merekah setelah terkena tetesan hujan? Atau dimana Blaze bisa mengurung Ice sendirian di rumahnya?
Bagaimana jika Ice menganggapnya aneh? Bagaimana?
Sudah selama 2 bulan ini Blaze mencoba untuk memastikan banyak kali perasaannya terhadap Ice bukanlah perasaan penasaran semata. Ia selalu mencuri pandang pada mata indah milik Ice, bibir palm, dan juga rona merah di kedua pipi milik Ice. Benar-benar cantik. Membuat jantung Blaze berdegup dengan kecepatan yang tidak normal.
Blaze menyadarinya dari awal.
Blaze menyadari hal itu.
Hingga ketika seseorang ikut menyadari hal tersebut, Ice benar-benar dalam masalah yang besar.
Di sepanjang koridor yang Blaze pijaki, kerapkali ia mendengar berbagai hal yang tak mengenakkan tentang Ice. Murid baru yang berhasil merebut seluruh perhatian guru dan meraih beberapa prestasi yang memuaskan. Ice benar-benar mendapatkan segala pujian dari setiap guru yang mengajar disana. Ia menjadi bintang utama. Semua perhatian tertuju kepadanya. Namun, dari yang Blaze ketahui, Ice adalah murid yang terlampau diam. Ucapannya bisa dibuktikan dengan perilaku Ice yang selalu menolak ajakan berteman, fokus Ice hanya kepada nilai akademinya. sikap yang nampak acuh pada sekitar menjadikannya sebagai bahan perundungan. Puncaknya adalah ketika Ice mengadukan kegiatan salah satu temannya yang bertindak curang pada saat ujian.
Blaze, memandangi Ice dari kejauhan. Kejadian Ice yang mulai mendapat coretan makian pada meja nya, bagaimana Ice yang terkadang datang ke kelas dalam keadaan rambut basah, bagaimana tangan Ice yang nampak memar dan beberapa lebam pada dahi nya.
Blaze disana ketika Ice berlutut dibawah kaki salah satu teman sekelasnya juga ketika rambut Ice dijambak saat ia tak mau memberikan mereka contekan.
Blaze... Tepat disana.
Namun Blaze membiarkan semua itu terjadi begitu saja.
Blaze benar-benar pecundang. Ia, sangat malu dengan perasaannya pada Ice.
"Eh, kamu sadar ngga sih kalau pipi Ice nampak sedikit merah?"
Fokus Blaze yang sedari tadi untuk ke tiga temannya itu mendadak tertuju pada suara yang ada di belakang nya. Meja kantin memang dimodifikasi sedikit berdekatan, membuat Blaze bisa samar-samar mendengar pembicaraan siswa yang ada belakangnya. Blaze memundurkan kursi secara perlahan. Memasang telinga dengan baik.
"Ice juga berperilaku sedikit feminim, atau cuman aku saja yang ngerasa kalau Ice itu cantik?"
"Apa dia gay?"
Bunyi tawa yang menggelegar terdengar di telinga Blaze setelah seorang siswi mengucapkan kalimat tersebut. Terasa seperti cemooh. "Oh ayolah, tidak akan ada pria yang suka dengan orang kaku sepertinya hahahaha lagian, itu sangat menjijikan"
Kalimat terakhir sukses membuat Blaze menyemburkan air putih ke arah Solar. Laki-laki berkaca mata itu langsung memasang muka garang, siap untuk memukul Blaze saat itu juga. "Kamu gila?!"
"Ma-maaf, Solar... " Blaze menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, dengan cengiran konyol yang membuat solar makin berang. Solar menghela nafas dengan berat, sudah terlalu muak dengan temannya ini. "Kamu kenapa sih? Ku perhatiin dari sebulan yang lalu keliatan aneh banget. Mikirin apa coba?"
Agar Solar tidak curiga, Blaze memperlihatkan seringainya, bersikap menyebalkan seperti yang biasa ia lakukan. "Solar perhatian banget sama aku, naksir ya?"
"Sinting!" Solar mengambil tisu dan membersihkan air semburan milik Blaze yang membasahi lengannya, mengacuhkan Blaze yang diam-diam menarik nafas dengan lega. "Punya temen jorok banget"
Halilintar sedari tadi diam melihat bagaimana Blaze nampak murung setelahnya, membuat Halilintar mengerutkan kening dengan heran. "Kenapa kamu?"
"Aku tampan?" Celetuk dari Blaze sukses mendapat lemparan tutup botol dari Halilintar. Ayolah, Halilintar tidak sedang bercanda.
"Kamu kalau nyebelin lagi bakalan ku celupin muka mu ke wastafel"
Blaze menjawabnya dengan tawa yang canggung.
"Ayolah Blaze, kamu nampak sedikit diam akhir-akhir ini. Walau itu bagus menurutku, tapi kamu terlihat aneh dengan perilaku baru mu"
"Aneh banget Hali nanya begini nih. Fan, inikan harusnya kamu"
Taufan menghela nafas dengan berat, merasa khawatir pada temannya ini. Ia menarik lengan Blaze pada genggaman nya, membawa kedua netra jingga pada mata zamrud yang nampak sedikit mirip dengan Ice. Perlahan Blaze tenggelam dalam tatapan Taufan, membayangkan seolah itu adalah mata milik Ice.
"Kamu suka laki-laki?" Pertanyaan telak langsung membuat Blaze mati kutu. Ia berkedip beberapa kali guna menyingkirkan gugup yang sempat pergi setelah ia berhadapan dengan Solar.
"Hanya ada satu orang yang punya mata biru sama seperti ku, kamu suka Ice kan, Blaze?" Taufan tidak asal bertanya seperti itu. Ia sudah cukup memperhatikan bagaimana pandangan Blaze pada Ice dan juga kepada temannya sendiri. Blaze, menaruh perhatian lebih pada manusia pendiam di kelasnya itu.
Belum sempat Blaze menjawab pertanyaan dari Taufan, Halilintar langsung memotongnya dengan tegas. "Mending kamu mundur, Blaze. Pecundang sepertimu ngga akan pernah bisa ngelawan penolakan dunia dengan hubungan yang aneh seperti itu"
Apa yang dikatakan oleh Halilintar sukses membuat Blaze naik pitam. Genggaman tangan pada Taufan langsung ia lepas dan beralih mencengkram kerah seragam milik Halilintar. Mengangkat tubuh Halilintar untuk berdiri, mendekatkan wajah dengan perasaan kesal yang menggebu. "Ngomong apa kamu tadi?"
Halilintar menyeringai, melepas cengkraman Blaze terhadap kerahnya lalu menata kerah nya dengan baik. "Kamu pecundang, Blaze."
Halilintar menepuk-nepuk bahu Blaze dengan pelan, tidak memerdulikan bagaimana tatapan tajam yang diberikan Blaze kepadanya. "Begini Blaze, bagaimana bisa seseorang membiarkan hal yang ia sukai di anggap remeh oleh orang lain?"
Halilintar menggenggam kedua bahu milik Blaze, mendekatkan bibirnya tepat pada samping telinga Blaze. Berbisik dengan pelan namun tegas. "Banyak orang yang menolak keras hubungan sesama jenis, Blaze. Jika kamu tak bisa membantu Ice menangani masalahnya, kamu hanya akan membuat Ice semakin susah dengan perasaan mu itu"
"Sebaiknya kamu memendamnya" Tepukan pelan pada bahu Blaze menjadi penutup dari keributan yang sempat Halilintar ciptakan untuknya. Hingga presensi Halilintar benar-benar menghilang dihadapannya, Blaze tetap bergelut pada pemikirannya. Semua kalimat bisikan dari Halilintar terus terngiang di kepalanya.
Menggenggam tangan nya dengan erat, hal yang paling mengganggu nya adalah perasaan lega yang malah membuat Blaze semakin merasa bersalah. Halilintar mengatakannya dengan pelan, Blaze yakin hanya mereka berdua yang tau apa yang Halilintar katakan.
Blaze juga paham bagaimana konsekuensi atas perasaannya. Blaze juga tau, setidaknya ia harus menolong Ice ketika semua perundungan terjadi tepat dihadapan nya, bukannya hanya diam dan menikmati gosip yang ada. Ia mengusak rambutnya dengan kasar, mencoba untuk menghapus perasaan inferior nya yang semakin lama semakin menggerogoti ketenangan nya.
Blaze... Benar-benar pecundang yang menjijikan.
......
Kalian pernah baca novel paradigma ngga? Aku sedikit terinspirasi dari sana, sedikit loh