01. Aldmoorithic

176 92 28
                                    

Matahari menjulang tinggi bak dewa penguasa langit, melukis dengan warna keemasan di cakrawala. Sinarnya terhampar di antara awan-awan, menyelinap masuk menerangi bumi, lalu meresap ke dalam setiap sudut tanah Aldmoor.

Wilayah kecil di antara luasnya bagian bumi itu menjadi bintang peta dunia. Bersinar walau mungil, menyimpan keajaiban dan misterinya sendiri. Aldmoor, sebutan yang merayap pada identitas wilayah kecil ini.

Sebuah villa tua berdiri kokoh di tengah hamparan rumput bagian utara Aldmoor. Berbatasan dengan wilayah pinggir Silvan Wood, hutan dengan sejuta misteri di dalamnya.

Kenangan cerita masa lalu tersemat di dinding-dinding villa. Pintu-pintu kuno memisah waktu dan jendela-jendela menjadi saksi bisu perubahan zaman.

Kini, bangunan tua tersebut diramaikan oleh empat pemuda yang tengah berlibur, mengasingkan diri sejenak ke bagian utara Aldmoor, menjauh dari riuh rendah pusat kota.

"Bagaimana menurutmu? Apa rasanya sudah pas?" tanya seorang lelaki berambut cokelat terang.

Yang ditanya mengerutkan kening seraya mengunyah gougéres dalam mulutnya. Lelaki beriris mata abu-abu itu mencoba mendalami rasa, sesekali ia mengangguk, lalu mengambil lagi gougéres yang tersedia pada piring di hadapannya.

"Kau membuatnya dengan apa?" Si mata abu bertanya sambil memperhatikan satu gougéres di tangannya.

"Aku membuatnya dengan cinta," Pemuda berambut cokelat terang menjawab polos.
Si mata abu melirik tajam ke arah lawan bicaranya. "Aku serius, Sean."

"Aku pun serius, Grey. Tentu saja aku membuat gougéres ini dengan penuh cinta untuk para calon pelanggan ku nanti!" kata lelaki berambut cokelat terang, Sean namanya.

Sean Cartez, nama lengkap dari seorang pemuda sederhana yang kini tengah mencoba membangun bisnis kecilnya sendiri dalam bentuk kafe. Belum lama ini ia membukanya di pusat kota Aldmoor.

Mata abu itu mengerling. "Terserah." Sedetik kemudian sebuah cengiran khas seorang Sean terukir jelas di wajah tampannya. "Baiklah-baiklah, akan ku beritahu."

Sean mengambil satu gougéres lalu membelahnya menjadi dua bagian. "Yaa, aku membuatnya dari adonan yang ku campur dengan keju gruyére, lalu adonan itu ku panggang hingga mengembang dan berwarna keemasan. Setelah itu aku memasukkan krim keju ke dalamnya." ucapnya sambil menunjukkan bagian tengah gougéres kepada lelaki pemilik mata abu.

"Ah ya, mungkin aku akan menambahkan toping pada gougéres ini saat ia menjadi menu makanan ringan di kafe ku nanti." Jentikan jari Sean mengiringi. "Jadi, bagaimana menurutmu, Tuan Duxon?"

Grey Duxon, lelaki dengan warna abu pada iris matanya kembali melahap gougéres yang sebelumnya berada di tangan pemuda itu. "Well, aku menyukai tekstur lembut dan rasa gurihnya. Terlebih lagi pada kejunya." komentar Grey pada gougéres buatan Sean. Sekali lagi, lelaki itu mengambil satu gougéres dan melahapnya dengan nikmat.

"Ah, kau benar. Gougéres buatanku ini memanglah enak." Sean tersenyum bangga. "Jadi berhentilah memakannya. Sisakan juga untuk Jane dan Luna." Lelaki berambut cokelat terang itu menjauhkan sepiring gougéres dari Grey, yang langsung dibalas dengan raut wajah bingung dari si mata abu.

"Aku baru memakan tiga gougéres dan kau sudah menyuruhku untuk berhenti memakannya? Kau sungguh pelit, Sean." Mata Grey memicing. Kepalanya menggeleng tak percaya.

Hembusan napas pelan terdengar. "Aku bukannya pelit, tapi aku hanya membuat sedikit gougéres."

"Kalau begitu buatlah yang lebih banyak." ringan Grey. Baru saja Sean ingin mencekik pemuda dihadapannya, namun seruan dari seorang gadis membuat atensi keduanya teralihkan.

The Sylvan CipherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang