04. Wooden Bridge

100 71 20
                                    

40 menit berlalu. Sean berlari bersama Jane dengan rambut kuncir satunya—Jane asli—buru-buru menghampiri Grey dan Luna. Terlihat jelas raut panik Jane saat melihat keadaan Luna.

"Luna! Apa kau masih hidup?!" pekik Jane yang langsung mendapatkan pelototan dari Grey. "Kau bicara apa? Tentu saja dia masih hidup." sahut Grey dengan mata yang menajam. Ucapannya terkesan memaksa, namun dalam hatinya sungguh Grey amat takut.

Sean memperhatikan tubuh Luna yang bersinar dan bunga biru besar di atas perutnya yang terluka. Lalu Sean melirik makhluk bertanduk kristal yang baru ia sadari kehadirannya. Lelaki berambut cokelat terang itu bernapas lega.

"Biar aku pindahkan bunga ini," Jane memindahkan bunga biru itu ke tanah, setelahnya ia meletakkan kedua tangannya tepat di atas luka tusuk di perut Luna. Jane mulai berkonsentrasi, ia sedikit menekan luka itu menggunakan kedua telapak tangannya.

Proses penyembuhan yang Jane berikan pada Luna membuat Grey meringis pelan. "Lakukanlah dengan lembut. Aku tak tega melihatnya." pinta Grey.

"Jane sedang berkonsentrasi, ia tahu apa yang harus ia lakukan. Kau tenang saja, aku tahu kau begitu khawatir padanya." ucap Sean menenangkan. Grey mengangguk samar, ia terus menyaksikan Jane yang sedang melakukan keahliannya.

Jane masih dalam konsentrasinya. Sementara orang-orang di sekelilingnya berusaha untuk tenang agar tak mengganggu konsentrasi Jane.

Tak lama kemudian, Jane melepaskan tangannya dari perut Luna. Luka tusuk di perut Luna kini hilang tak berjejak, namun gadis dengan surai legam itu sendiri masih belum sadarkan diri.

"Dia baik-baik saja, kan? Mengapa Luna belum sadar?" tanya Grey dengan khawatir. Jane mengangguk, "Luna baik-baik saja, Grey. Ia hanya perlu sedikit waktu untuk memulihkan keadaannya."

Mendengar itu Grey bernapas lega. Ia menoleh ke arah makhluk bersayap dihadapannya, "Aku sangat berterima kasih atas bantuan mu." ucapnya seraya mengulas senyum tipis.

Makhluk itu mengangguk, membalas senyum.
"Eum, omong-omong, bunga apa ini?" Jane bertanya penasaran. "Itu adalah bunga yang diberikan oleh makhluk ini. Bunga itu menyalurkan energi untuk Luna agar ia bisa bertahan sampai kau datang." jawab Grey.

Jane dan Sean mengangguk paham. Kepala Sean menoleh ke arah makhluk itu, lantas bertanya, "Kau ini makhluk apa?"

Yang ditanya memasang wajah bingung. Makhluk itu sedikit memiringkan kepalanya tak mengerti. Sean tersadar, "Ah, aku lupa, hanya Grey yang dapat berkomunikasi dengan makhluk macam kalian."

Grey mengangkat bahunya acuh, atensinya kembali pada Luna yang kini masih belum sadarkan diri. Sembari menunggu, alis Grey tiba-tiba saja bertaut. Ia mengingat sesuatu. Segera ia menatap Sean dengan bingung.

"Bagaimana kau bisa menemukan Jane?"
Sean menghela napas. Ia sudah menduga pertanyaan ini akan keluar dari mulut Grey.

"Aku kembali ke perbatasan sebelum memasuki hutan tempat kita berkumpul. Di sana aku mencari Jane, namun tak kunjung ketemu. Lalu instingku menuntunku agar aku mengecek villa kakek Jane. Dan benar saja, Jane ku temukan dalam keadaan menangis memeluk kedua lututnya sendiri seperti anak kecil."

Cengiran Jane terukir. "Aku hanya bingung saat aku kembali selepas buang air kecil dan tak menemukan satupun dari kalian. Ku pikir kalian meninggalkanku, dan aku pun begitu takut untuk memasuki hutan itu sendirian. Lalu aku kesal dan memutuskan kembali ke villa kakek ku seraya menangis.

"Hatiku sudah merutuki kalian semua yang meninggalkanku dengan kejam. Padahal aku sangat bersemangat untuk petualangan ini. Setelah Sean menemukanku, ia menceritakan semuanya seraya menyuruhku berjalan cepat menemui kalian."

The Sylvan CipherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang