Bab 16 - Sayembara

220 16 12
                                    

Setiap kali aku menuangkan air bunga untuk memandikan Drupadi, aku selalu berdoa ada yang akan mengguyurkan air di kepalaku. Membersihkan pikiran dan hatiku dari sosok Karna.

Drupadi makin tampak riang menjelang diadakannya sayembara perjodohan. Dia sering mengajakku mengkhayalkan calon suaminya. Kadangkala, Drupadi menyebutkan nama Shisupala, sembari berdoa agar dijauhkan dari Raja Magadha yang terkenal lalim itu.

Hari ini, Drupadi mengenakan sari merah paling indah yang telah dipesan jauh-jauh hari sebelumnya. Sulaman-sulaman emas menggambarkan lambang-lambang pernikahan. Mutiara dan berbagai permata dijahitkan di atasnya. Perhiasan-perhiasan bertahtakan berlian dipakaikan untuk menyempurnakan penampilannya.

Inilah harta paling berharga kerajaan Panchala. Seorang putri tercantik. Putri yang akan menggoreskan sejarah baru bagi Bangsa Arya.

Ketika sangkakala dibunyikan, ada ribuan pelamar berbondong-bondong datang memasuki gerbang. Dari utara, selatan, timur, dan barat. Bahkan seratus pangeran Hastinapura datang dengan wajah berseri-seri.

Para pengeran itu diberikan tempat khusus untuk menunggu. Sementara kursi-kursi penonton diisi dengan orang-orang dari tiga wangsa pertama, dikelompokkan menurut status mereka.

Ada sebuah ikan tembaga yang digantungkan di tengah arena. Ikan itu yang akan menentukan jalannya pertandingan. Peraturannya: para peserta harus dapat memanah sasaran itu dengan tepat menggunakan busur pusaka kerajaan Panchala.

Ini adalah pertandingan yang sangat sulit. Jangankan memanah sasaran, hingga kini belum ada seorang pun yang dapat mengangkat busur itu. Dengan angkuh, ikan itu masih bergoyang dan meliuk. Angin seakan ikut bermain, mengombang-ambingkan ikan itu sesuka hatinya.

Kesulitan peserta ditambah lagi dengan syarat bahwa mereka harus memanah sasaran itu hanya dengan melihat pantulan kubangan minyak yang sengaja diletakkan di bawah sasaran. Satu persatu aku melihat para peserta menyerah lalu mundur. Di balik sari yang menutupi kepalanya, Drupadi beberapa kali terkikik geli saat melihat pangeran-pangeran itu jatuh dengan posisi memalukan.

Lalu tibalah giliran Duryodhana.

Langkah tegap Duryodhana terhenti di depan busur pusaka. Dua tangannya terulur, rupanya meremehkan kesaktian busur itu. Dengan penuh percaya diri, Duryodhana mencoba. Para penonton yang tahu kemampuan putra mahkota Hastinapura itu menahan napas, mengira kalau Duryodhana akan mampu melewati tantangan ini dengan mudah.

Sayangnya, busur itu bergeming di tempat. Duryodhana tampak kaget. Keringat bercucuran ketika dia memaksakan mengeluarkan semua tenaganya.

Duryodhana akhirnya berhasil mengangkat busur itu. Penonton bertepuk tangan. Namun itu tidak berlangsung lama. Beberapa detik setelah busur itu terangkat ke udara, Duryodhana langsung kehilangan keseimbangan dan terjatuh dengan busur menindih dadanya.

Penonton yang tadi kagum kini tertawa terpingkal-pingkal melihat putra Korawa yang gagah tak mampu berdiri dari arena. Aku sempat melirik Drupadi yang lagi-lagi terkikik. Bahkan kali ini sampai terbatuk beberapa kali.

"Syukurlah aku tak perlu menikahi orang yang dikatakan sebagai biang kerusuhan itu, Supriya."

Aku memberi tanda 'ya' dengan jariku, menanggapi kalimat Drupadi. Lalu memerhatikan lagi jalannya pertandingan. Hatiku berdebar sangat kencang ketika aku melihat seseorang memindahkan busur itu dari atas tubuh Duryodhana.

Desiran aneh membuat tengkukku merinding. Kemilau Kawach dan Kundalnya menyilaukan semua orang. Drupadi bahkan menyibakkan sarinya, hanya untuk memerhatikan siapakah ksatria yang berhasil menaklukkan tantangan pertama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Legenda Negeri BharataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang