Telaga

343 32 5
                                    

"Haven, Haven..." Panggil Bastian dengan panik, pandangan Haven semakin memudar dan saat itu juga semua menggelap. Haven ambruk.

"Haven."

Pendengaran Haven tidak tuli sepenuhnya ia masih bisa mendengar suara-suara orang yang memanggilnya. Namun, seolah ada tangan yang melarang untuk membuka mata. Tangan itu menutupinya kedua matanya dengan penuh.

"Kau kembali?" tanya seseorang.

Sedetik kemudian pandangan kembali. Tangan itu membuka mata Haven dalam sekejap. Haven mengerjapkan matanya dua kali, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Bukan studio Bastian yang ia lihat tapi langit biru dengan suasana sendu yang ia rasakan.

"Bastian?"

"Siapa itu?"

"Apa?" tanya Haven memegang kepalanya yang berdenyut.

"Haven?"

"Hah?" Haven melihat siapa yang memanggilnya. "Reinhart?"

"Hm?" Lelaki itu menatap bingung lalu berkata. "Ah...," ia menghampiri Haven dan mengulurkan tangannya.

"Kau berani memanggil nama ku?" Tanyannya membawa Haven berdiri.

Benar, Haven lupa kalau Reinhart adalah putra mahkota. "Maafkan saya." Tunduknya.

Reinhart tersenyum tipis. Mambawa dagu Haven untuk menatapnya. "Tidak apa-apa, kau boleh memanggilku dengan namaku sesukamu." Katanya.

"Tidak, saya minta maaf." Dengan segala hormat Haven kembali menunduk, menatap sepatu Reinhart yang terbuat dari kulit dan berkilau karena terkena cahaya matahari.

"Kenapa kau ada sini?" Tanya Reinhart matanya menatap telaga yang jernih itu.

"Pulang." Cicit Haven. Membuat Reinhart menundukkan kepalanya menyamakan tinggi Haven.

"Bicara dengan keras, saya tidak bisa mendengar mu." Bisikan kering itu terdengar di telinga Haven.

"Pulang."

"Ah... pulang." Ulang Reinhart. "Dengan siapa?" Tambahnya.

Reinhart menatap Haven dari atas sampai bawah dan berhenti tepat di tangan Haven yang gemetar. Sontak Reinhart berpikir, apa dia takut padanya?

"Mau ikut dengan ku?"

Haven mendongak. "Kemana?"

"Duduk di sana." Tunjuk Reinhart pada bangku panjang berwarna putih yang menghadap ke telaga. "Kalau tidak mau, ya sudah. Berdirilah di sini sampai besok." Ujar Reinhart dengan nada sarkasnya.

Haven mengikuti Reinhart dari belakang, tapi pikirannya bukan di Reinhart melainkan Bastian, kemana lelaki itu pergi? Bukannya tadi dia masih ada di sini ketika Haven memejamkan matanya. Lalu kemana perginya Derrick dan kuda itu?

Bruk

Haven banyak berpikir sampai tidak melihat kalau Reinhart menghentikan langkahnya. Ia mendongak. "Kenapa kau berhenti mendadak?" Tanya Haven.

"Kau yang tidak fokus pada jalan."

Haven menghela nafas. "Lalu ada dimana kita ini?"

"Verdantalia." Jawabnya.

"Saya tau itu. Ini dimana?"

"Telaga Eden. Kakakku yang menamainya." Reinhart melirik Haven yang masih berdiri. Tangan yang gemetar membuat Reinhart mengerjapkan matanya.

"Kembali lah."

"Huh?"

"Kembali lah, kembali lah, kembali lah." Ulang Reinhart seperti mantra.

VERDANTALIA || NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang