perempuan berselendang (five)

857 70 30
                                    

The ending

Aghni menatap lemah Jihane karena penyakitnya, dia terpejam beberapa jam di kamar rumah sakit, tubuhnya melemah wajahya pucat bahkan bibirnya juga,

Rambut dikepalanya sudah beberapa bagian rontok selama beberapa hari Jihane meminta pulang kerumah pendopo pinggir pantai, namun tak diperbolehkan oleh pihak rumah sakit, dan ini sudah kesekian kalinya jihane bolak balik rumah sakit,

Kali ini sudah hampir setiap hari dia memaksa selalu meminta ingin pulang, seperti sekarang..awalnya Aghni tak mengijinkan namun lama lama Jihane memohon terus menerus ke Aghni

"Ni... Aku mau pulang"

"Nunggu kamu sembuh Ji..."

"Please aku pengen pulang aku mohon hiks... Katanya kamu sayang aku, buktikan Ni" Jihane memeluk, Aghni sungguh tak tega rasanya melihat Jihane tak berdaya seperti ini dia terus terusan ingin pulang dan kembali kerumah singgah dipinggir pantai itu,

Karena tak tega Aghni berbicara kepihak rumah sakit dan setelah berdebat beberapa lama mereka memutuskan untuk merawat Jihane dirumah saja dan dokter serta suster yang akan memantaunya untuk lebih lanjut meski harus dengan cara tertulis karena pihak rumah sakit tak ingin di salahkan,

Dan berhasil akhirnya Jihane bisa dibawa pulang, segala alat rumah sakit diangkut ke rumah singgah itu,

Atas permintaan Aghni..uang bukan hal susah bagi Aghni apalagi dia sekarang sudah menjadi wanita karir yang sukses, keluarganya juga mensupport Aghni di bidang sosial bahkan banyak donasi dari kolega papa mamanya makanya Aghni bisa mengurus rumah singgah bersama Jihane dengan baik selama ini,

Kini sudah seminggu sudah jihane di rumah singgah, mereka sedang duduk di teras lengkap dengan kaca besar berdiri dihadapan mereka, Jihane dari tadi duduk di kursi roda dan menghadap cermin tersebut,

"Aku turunin selendangnya yah Ji" mereka saling tatap lewat cermin, Jihane hanya mengangguk dan tersenyum lalu Aghni berpindah tempat dia jadi berjongkok setelah membuka selendang yang di pakai tersebut,

Saat diturunkan Jihane baru melihat wajahnya dengan rambutnya, dia tersenyum miris kali ini, Jihane memang tak mau berkaca selama sakit dan merasa rambutnya rontok bahkan sebagian botak, lalu dia melihat ke wajah Aghni yang seakan tak mau melihatnya,

Sebanarnya bukan tak mau tapi dia sedih kalau melihat Jihane seperti ini.

"Kenapa kamu gak mau natap aku, aku jelek yah pasti kamu sudah gak sayang lagi sama aku?" Jihane perlahan berbicara dan mengusap pipi Aghni, lalu Aghni mendongak melihat Jihane, rupanya Jihane malah tersenyum

"Perasaanku tetap sama tak ada yang berubah Ji, apapun kondisimu sekarang, aku sayang banget sama kamu, aku cin...."

"Ssssst..." Jihane menutup mulut aghni dengan satu telunjuk nya

"Aku tahu ni.... Terima kasih atas segala bentuk cinta yang kamu beri sama aku, dan aku minta maaf sampai detik ini tak secara mampu membalasnya" Aghni memegang jemari Jihane yang sedari mengelus pipinya, lalu telapak tangannya di kecup bolak balik olehnya,

Jihane tersenyum

"Ni..."

"Iya sayang...."

"Kalau aku pergi...."

"Ssst jihane jangan ngomong yang sekiranya mendahului takdir" aghni mencoba mengcut ucapan jihane jika itu perihal meninggalkan atau pergi,

Aghni sebanarnya mau menangis tapi dia mencoba baik baik saja jika jihane membahas hal tersebut,

"Ni... Tapi aku harus bicara..."

"Baik kita bicara tentang masa depan kita bagaimana, nanti kalo sembuh kita ke sekolah jini dia kan udah SD, nanti kita ikuti perlombaan dia katanya disekolah anak kita itu pintar, terus pas ngambil raport katanya jini mau kita berdua yang ambil sayang" aghni berusaha mengajak ngobrol dengan menghindari sekiranya itu tak enak didengar dan menyedihkan bagi hatinya,

wanita dan.......Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang