2. NOSE

96 8 8
                                    

。.。:∞♡*♥♥*♡∞:。.。

"Hidung mungilnya cukup sensitif di cuaca yang dingin dan tempat yang kurang bersih"

Lagi, aku mendengar suara bersin dari gedung kecil di sebelah tempat usaha ku berada. Ah, apa wanita itu tengah sakit? Ceroboh sekali memaksakan dirinya tetap membuka gedung itu. Terlebih di musim dingin seperti ini.

"Kau baik-baik saja?" Tanyaku sambil bersidekap dada memperhatikannya.

"Hm? Oh, iya saya baik-baik saja. Hanya-" Lagi, ia bersin kemudian mengusap hidungnya. "-Sedikit gatal saja, tapi saya sehat dan baik. Terimakasih sudah bertanya."

Aku berdeham membalas ucapannya. Dia ini, wanita diumur pertengahan dua puluh nya ini, apa tidak ada impian yang ingin dilakukannya selain... mengelola rumah baca tanpa hasil seperti ini?

Kalau benar hanya kebaikan hatinya saja, semua terasa janggal. Oh! lihat matanya yang kembali menatapku. "Ingin mengobrol di dalam?" tawarnya pada ku.

"Tentu," balasku cepat. Yah, mari lihat apa yang dapat kita temukan tentangnya dan gedung ini. Mari cari apa yang disembunyikannya di dalam gedung mungil ini?

Kakiku melangkah memasuki tempat itu dan melihat sekelilingnya, hm... Mungkin di malam hari aku bisa mengunjungi lebih dalam lagi. Sejauh ini tidak tampak satu kecerobohan yang ada. Kami mengobrol cukup lama yang... Entah bagaimana percakapan itu membuatku lupa akan waktu.

»»——⍟——««

"Pa, Mama sakit." ucap putraku Gun-sol sambil menarik ujung celana ku. Ah, menggemaskan, mata abunya yang serupa cintaku di wajah kecil itu benar-benar manis.

"Benarkah?" Tanyaku sambil menggendongnya dan berjalan menuju dapur ke tempat di mana istri dan putriku berada.

Oh, dia bersin-bersin. Dari kejauhan kami dapat mendengar suara bersinnya. Ketika sampai, hampir seluruh dapur diselimuti oleh terigu.

"Mama sakit gara-gara kakak." Adu putra kami sambil menunjuk ke arah kembarannya.

"Ih enggak!" Sanggah Hae-sol sambil membentak dengan matanya yang berair, ya ampun... Putriku itu juga sangat menggemaskan, kepala yang diselimuti terigu itu dan wajah yang menahan tangis seperti itu. Benar-benar menggemaskan.

"Sudah sudah.. Mama tidak apa, mama cuma-" ucapannya terus terpotong karena bersin.

"Huu Hae tukang bikin masalah~" Ledek Gun-sol dalam pangkuan ku.

"Diam! Dasar gun jelek tukang ngadu!" Bentak Hae-sol pada kembarnya. Yang membuat putraku malah menangis dan memelukku erat.

Sedangkan Hae-sol? Ia menggembungkan pipinya kesal sambil menahan tangis.

"Sayang, bisa hibur Gun-sol dulu? Biar aku yang urus Hae-sol." Dengan lembut dan senyum manisnya yang selalu meluluhkan hatiku kala itu, ah tidak, sampai sekarang  pun masih.

Aku membawa putra kami menjauh dan membawanya ke ruang tengah, meninggalkan istri dan putri kami.

"Hae-Sol sayang tidak salah, okay? Dan jangan marah pada kembaran mu, dia khawatir pada mama, dan dia tidak tau bahwa Hae-sol tengah membantu mama. karena itu dia bersikap seperti itu." sayup ku dengar suara lembut istriku yang memberi nasehat pada putri kami.

Ah, betapa beruntungnya aku mendapatkannya, seorang wanita lembut yang tahu apa yang perlu di katakan nya di saat yang tepat. Sayup-sayup terdengar suara tangis Hae-sol dari dapur, aku yakin saat ini cantikku tengah memeluk dan menenangkannya saat ini.

Sekarang, apa yang  harus ku lakukan pada anak laki-laki kami?

"Jangan menangis. Laki-laki tida--, Laki-laki itu harus bertanggung jawab dengan kata-katanya." Ucapku sambil menatapnya, dan... tangisnya mulai mereda, hanya tinggal isakan kecil.

"Kamu yang lebih dulu menyakiti perasaan Hae-Sol, menuduh mama sakit karena Hae-Sol." Lanjut ku sambil menunggu responnya, cukup lama memang, karena anak laki-laki kami pendiam, tapi... ini penantian yang berarti.

"Tapi mama hasyu-hasyu." jelasnya gemas, tidak aku harus fokus.

"Benar, lalu apa yang menjadi kesalahan Hae-sol pada mama?" tanyaku sambil mengelap ingus dan air mata menggunakan tisu yang berbeda.

"Hae-Sol menumpahkan terigu." cicitnya takut.

"Apa dia sengaja?" Tanya ku yang di responinya dengan anggukan kecilnya dan matanya yang mulai berair. Ah, sepertinya ia sudah mengerti.

"Nanti minta maaf pada Hae-sol, ya?" Ucapku dengan senyuman, ah... entah sejak kapan, istriku mengajarkan senyum lembutnya ini padaku.

"Gun!" Teriak putri kami yang masih dibalut handuk mandinya dengan rambut basah.

"Kakak minta maaf sudah membentak adik!" lanjutnya dengan suara cemprengnya.

Gun-sol yang mendengar semakin terharu dengan matanya yang makin berair, aku menggoyangkan tubuhnya yang ada dalam pangkuanku untuk memberinya kode.

"Iya... Adik juga minta maaf sudah menuduh kakak.... HUWEEEE!!" Aduh, tangisnya pecah lagi...

"Ih! Laki-laki gak boleh nangis!" seru kembarannya sambil menahan tangisnya. Menggemaskan.

"Tidak, laki-laki atau perempuan boleh menangis untuk menyampaikan perasaannya. Tapi jangan terlalu berlebihan, nanti bisa sakit kepala, sayang." Nasehat istriku dengan suara lembutnya, yang tidak pernah bosan aku mendengarnya.

»»——⍟——««

Malam itu, ketika aku mengecek rumah baca yang tampak mencurigakan itu tidak kutemukan satu hal pun yang mencurigakan. Ini... Aku yang terlalu bodoh atau dia yang memang tidak menyembuyikan apapun? Lampu dinyalakan dan sebuah suara yang seolah membaca pertanyaan dalam benakku.

"Satu hal yang saya sembunyikan disini tuan. Itu... Impian saya." Jawabnya, aku menatapnya dalam diam.

"Besok, mari minum teh bersama." Ajaknya padaku sambil membukakan pintu keluar dengan sopan, berbanding terbalik dengan sikap ku malam ini.

Jonggun mulai dekat dengan wanita pemilik rumah baca di malam musim dingin.


Continued_

Happy Family ♡ Park JonggunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang