Tinggalkan Dia

79 12 0
                                    


Cahaya matahari menembus gorden hotel. Mata yang semula tertutup rapat itu terbuka. Pria itu bangun dari tidurnya. Dia merasakan hal yang berbeda. Sampai kemudian sadar jika sesuatu hal sudah terjadi tadi malam. Dia memeluk gadis yang terkulai lemas dengan tubuh penuh bercak merah.

Gila. Apa yang dia lakukan. Potongan ingatan muncul. "Aku melakukan itu sampai membuatnya pingsan?"

Bakan dari malam sampai pagi dia membuat perempuan yang ia benci terjaga karena hasratnya. Gila. Mingyu sudah gila. Begitulah pikirnya.

"Jen-Jennie." Mingyu menepuk pipi berisi Jennie yang masih belum bangun. "Dia tidur? Atau pingsan?"

Mingyu menatap jam dinding. Sudah pukul 12 siang.

Jennie pasti pingsan. Dia ingat betul. Ah, seberapa gila Mingyu malam tadi.

Ini karena emosinya saat mengetahui kebenaran tentang Lisa. Mingyu bangkit. Untuk membersihkan tubuhnya. Dia menatap Jennie yang masih di ranjang. Dengan decak kesal dia menggendong perempuan itu, membawanya ke kamar mandi.

***

Jennie membuka mata. Mendapati dirinya ada di pelukan seseorang. perempuan itu tersenyum. Dia memeluk tubuh tegap Mingyu.

"Kau sudah bangun?"

"Berapa lama aku pingsan?" tanya Jennie.

Minggu tergagap. Detak jantung pria itu yang berpacu cepat terasa menggelitik untuk Jennie.

"Entahlah. Mungkin 5 jam."

Jennie tertawa geli. Dia melerai pelukan. Tetapi, kemudian nyeri menyerangnya dan membuatnya kembali menjatuhkan tubuh ke pelukan Mingyu.

"Kau sungguh gila. Aku hampir mati, bodoh."

"Maaf."

"File rekaman CCTV ada di laci dekat televisi. Bukti USG dan laporan dokter bisa kau bawa." Jennie mengusap punggung Mingyu. "Kau bisa melepaskannya. Buktikan kalau kau bukan pria bodoh, Mingyu."

Pria itu masih diam. Kemudian, dia melerai pelukan perlahan. Memastikan Jennie tidak kesakitan.

"Kau?"

"Aku akan beristirahat."

Mingyu membaringkan tubuh Jennie yang berbalut gaun putih selutut. kemudian, pria itu berjalan mengambil amplop cokelat, hasil USG, dan laporan dokter. Kemudian, mendekati meja di dekat televisi. Mencari flashdisk yang dimaksud.

Lantas Mingyu berjalan keluar dari kamar itu. Saat sudah di depan pintu. Dia berbalik. Mendapati Jennie dengan senyumannya.

Hanya tatapan itu, sampai kemudian Mingyu keluar dan menghilang dari pandangan Jennie.

***

Gadis berpipi tembam itu sendirian di gudang olahraga. Dia menatap pantulan dirinya dari kaca jendela gudang. Menyedihkan. Luka lebam di wajah, serta seragam yang basah.

Jennie menghela napas. Dia menutup pintu gudang dari dalam. Dia akan mengganti pakaiannya di ruangan itu. Memastikan tidak ada siapapun. Jennie mulai membuka seragamnya dan mengganti dengan seragam olahraga yang selalu disimpan di loker.

"Astaga!"

Gadis berpipi tembam itu terkejut mendengar suara itu. Dia langsung bersembunyi. Mata kucingnya mengintip siapa yang ada di gudang ini selain dirinya.

Ternyata Mingyu. Senyumannya mengembang.

Dia segera memakai celana olahraganya. Kemudian, keluar dari persembunyiannya. "Sudah. Aku sudah selesai." Jennie berucap sembari melihat seragamnya yang basah.

"Kenapa tidak di toilet."

"Jaraknya jauh." Jennie menatap Mingyu yang telinganya memerah. "Kamu tidak melihat dengan jelas, 'kan?"

Mingyu menggeleng. bohong. Dia jelas lihat. Tapi Jennie acuh, dia ingat dia pakai hotpants jadi bukan langsung celana dalam atau yang lebih dari itu yang dilihat Mingyu.

"Sudahlah. Keluar atau kamu mau membantuku?"

Mingyu segera keluar dari ruangan itu. Membuka kunci gudang dari dalam. Tapi, tidak terbuka.

Melihat Mingyu yang berusaha. Jennie mendekat. Dia mencoba membantu. "Pintunya memang kadang susah dibuka." Jennie yang hafal dengan keadaan gudang olahraga mencoba memutar kunci.

Tetapi, nihil. Itu memang susah dibuka. "Sialan, dikunci dari luar!"

"Hah?"

Jennie menghela napas kasar. Dia mencoba meredakan emosi yang memuncak."lihat! Bukan aku yang membully tapi mereka!"

Gadis itu terlihat kesal. Dia berjalan menuju rak bola. Dia tidak bawa ponsel karena mengira membersihkan gudang olahraga itu mudah. Dan lagi seragamnya yang basah itu akan membuat ponselnya rusak. Dia meninggalkan ponselnya di loker saat mengambil seragam olahraga untuk ganti.

"Kamu kenapa di sini?"

Jennie bertanya pada Mingyu yang berdiri di depan pintu. Dia masih berusaha."mengambil bola niatnya."

Oh, benar. Tadi saat memergoki Jennie pemuda itu membawa dua bola basket. Tapi jatuh gara-gara terkejut.

"Sudahlah. Biarkan Saja. Nanti juga terbuka. Walau agak lama. Kamu hanya akan menghabiskan tenaga dengan sia-sia, Mingyu."

Jennie berujar lembut. Gadis itu berujar sembari membuka kotak obat yang dibawanya untuk mengobati luka.

"Mingyu, bisa tolong aku mengobati luka-lukaku?"

Mingyu menoleh. Jelas air mukanya sangat enggan melakukan itu. Dia mengabaikan Jennie. Sedangkan Jennie yang diabaikan justru tertawa gemas. Dia memang bodoh.

Jennie akhirnya mengobati luka itu sendiri.

***

Mingyu tidak tahu apa yang membuatnya mengingat hal itu. Dalam perjalanan menuju lokasi pernikahan. Dia terlihat kacau.

Obsesive Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang