Kejatuhan Jennie

80 14 0
                                    


Keputusan Mingyu membongkar identitasnya. Membuat jadwal kerja Mingyu semakin padat. Sudah tiga bulan lamanya ia disibukkan dengan aktivitas yang menguras tenaga. Orang media sibuk meliputnya, bahkan rela menunggu berjam-jam. Lalu, kerjasama-kerjasama yang datang seperti hujan deras di musim kemarau.

Sampai baru sekarang dia bisa duduk tenang. Tiga bulan adalah waktu yang cukup untuk meredam kehebohan yang ada. Pria itu mengendurkan dasinya.

"Bagaimana kabar Jennie?" tanya Mingyu yang seketika membuat Jackson siaga memberikan laporan.

"Seperti permintaan Anda. Kita menolak berinvestasi dengan Nona Jennie. Dan menghambat semua usahanya. Dalam waktu sebulan semuanya kacau. LEKA Group jatuh. Hanya tersisa satu cabang di bidang Fashion yang di urus oleh Nona Jennie."

"Apa?"

Mingyu terlihat sangat terkejut. Dia mengusap wajahnya kasar. Itu perintah yang diberikan Mingyu kala itu. Ketika masih menginginkan kejatuhan Jennie karena kebencian. Tetapi, belakangan melihat kegigihan Jennie membantunya lepas dari Lisa yang merugikan. Membuat Mingyu sedikit luluh.

Dia ingin mengenal gadis itu, tetapi jika seperti ini ....

"Hah, sialan." Mingyu memakai dirinya sendiri.

Dia lupa menarik perintah itu setelah membatalkan pernikahan.

***

Jennie yang terlihat sedang mendesain beberapa baju untuk produk baru terlihat sangat nyaman sembari meminum jus jeruk.

"Astaga, Nak. Kau mau sampai kapan terus bekerja keras seperti ini? Sudah waktunya makan siang. Ayo, kita makan dulu!"

Pria paruh baya yang datang dengan setelan kaos dan celana kantor mendekati putrinya. Kim Jihwan menata makanan yang dibuatnya.

"Nah, simpan desain. Singkirkan tablet itu, dan makan masakan ibumu ini. Dia akan memarahi kita jika makanan ini tersisa."

Jennie tertawa kecil. Dia yang beberapa bulan lalu mengalami kejatuhan. Cukup beruntung berada di keluarga yang hangat. Meskipun dunia luar sedang tidak baik-baik saja. Tetapi, Jennie punya rumah untuk pulang.

"Belakangan makanmu berkurang. Kau terus makan buah saja. Tidak perlu memaksa diri untuk tampil langsing, Jennie. Ayah, Ibu, bahkan kakek senang melihatmu sehat daripada menyiksa diri begini."

"Aku bukan sengaja. Hanya belakangan tidak suka makanan berminyak dan amis saja, Ayah."

Jennie mengungkapkan kebenaran kepada sang ayah tentang keadaan belakangan. Dia memang benci semua makanan amis itu.

"Ibumu memasak sayur dan juga membawa buah. Makanlah," ujar Jihwan.

Perempuan itu menyingkirkan semua alatnya dan mulai menyantap makanan yang disajikan.

"Saat kakekmu kembali dari Paris. Kami akan berkunjung ke apartemenmu. Jangan mempersiapkan apapun. Karena ibu akan memasak dari rumah. Kakekmu juga banyak bawa makanan nanti katanya."

Jihwan berujar seraya menatap putrinya memakan masakan sang istri. " Ayah mau?" Jennie mengarahkan makanan yang terjepit diantara Sumpit ke ayahnya.

"Nanti kau tidak kenyang. Makan saja, ayah makan di rumah nanti."

"Ya sudah." Jennie melahap habis makanan itu dan membuat Jihwan puas dengan melihatnya.

***

Pulang dari kantornya. Jennie mengendarai mobil silver miliknya. Menyusuri jalanan kota yang sunyi. Kemudian, perempuan itu mempir ke toko buah. Ada banyak buah kesukaannya di sana. Terutama anggur hijau. Dia antusias turun dari mobil.

Sibuk memilih buah yang ada.

Mendadak aroma mangga yang ia cium berubah menjadi aroma maskulin. Tidak bukan wangi mangga yang berubah. Tetapi, wangi mangga itu hilang karena seseorang.

Tubuh tinggi yang tegap. Dengan setelan kantor yang membuatnya terlihat tampan. Jennie mendongak mendapati Mingyu di sebelahnya. Jantung Jennie berdebar kencang seperti biasanya.

Dia tersenyum kikuk. Menawarkan mangga kepada Mingyu. "Anda mau mangga?"

Mendengar kalimat itu Mingyu mengernyit. "Anda". Jennie memanggil dengan formal. Tidak seperti dulu. Entah kenapa itu mengganggu Mingyu.

"Apa aku bisa bicara denganmu?"

"Tentu, Pak Kim. Sebentar. Saya akan membeli beberapa buah. Tidak masalah kalau bicara di kursi depan toko ini, 'kan?" tanya Jennie hati-hati. Dia masih ingin membeli buah karena stok di rumah habis.

"Baiklah." Mingyu berjalan menuju kursi panjang di depan toko buah. Sedangkan Jennie melanjutkan transaksi dengan pemilik toko. Membeli anggur hijau, merah, mangga, stoberi, apel, dan kiwi.

Dengan bawaan yang cukup banyak itu Jennie mendekati Mingyu. Duduk bersama pria itu dan meletakkan belanjaannya di sisi kiri. Sedang Mingyu duduk di sisi kanan.

"Anu, sebelumnya saya minta maaf." Jennie memulai pembicaraan. Sebab, ia memang harus meminta maaf. Itu semua karena kejadian beberapa bulan lalu. Menculik Mingyu, membuat usaha restorannya bangkrut. Meskipun itu hanya sekecil kuku bagi Mingyu yang memiliki usaha besar.

Meskipun begitu, orang tua di rumah Kim memaksa Jennie untuk meminta maaf secepatnya. Mereka tidak harap semua usaha kembali. Yang penting minta maaf dulu saja.

"Untuk?"

"Karena sudah menculik Pak Kim, lalu mengikat Pak Kim, membuat usaha Anda bangkrut, dan memperko-sa Anda (?)" Jennie mengernyit di akhir. Lalu dia tersenyum canggung.

Mingyu menghela kasar. "Aku bertemu denganmu bukan untuk itu. Aku ingin berinvestasi dengan perusahaan LEKA."

"Ah, maaf saya menolak."

Jennie tersenyum. Kekayaan memang baik. Tetapi, entah kenapa Jennie tidak mau dilibatkan kesibukan seperti yang lalu. Dia nyaman dengan fokus pada satu hal. Bidang yang dia cintai. Keluarganya juga tidak mempermasalahkan.

Bisa saja Jennie menerima. Dan tetap bergerak di bidang fashion. Mengembangkan ini menjadi lebih besar lagi. Tetapi, Jennie tidak mau itu. Mengingat siapa Mingyu. Apa yang sudah dilakukan terhadap pria ini. Jennie rasanya sungkan menerima segalanya. Mungkin jika dulu dia tahu pemilik perusahaan besar WallE Group adalah Mingyu dia tidak akan mendesak sekali ingin kerja sama.

"Kenapa?"

"Saya merasa, perusahaan kecil seperti LEKA tidak menjamin keuntungan untuk perusahaan Anda."

"Tetapi, penjualan LEKA cukup baik setahuku."

"A-anu. Iya, memang benar."

Jennie menghela kasar. "Saya pikirkan lagi. Apakah saya akan terima atau tidak. Apakah tidak masalah?"

Wah, gila. Dulu WallE yang memikirkan kerja sama antar mereka. Sekarang justru Jennie yang seperti ini. Batin perempuan itu bahagia. Meskipun waspada juga kenapa pria yang dicintainya mendadak seperti ini. Apakah efek dari one night stand mereka?

Tidak mungkin, Jennie yakin Mingyu tidak semesum itu untuk hanya memikirkan tubuh perempuan dan luluh karena ini. Kebencian Mingyu belasan tahun adalah bukti nyata kalau tidak mungkin pria itu berbaik hati. Dibalik ini pasti ada sesuatu.

Jennie berdiri dari kursi. Dia membungkuk hormat. Kemudian, saat hendak melangkah pandangannya mendadak buram.

Kakinya melemas dan seluruh pandangan menghitam. Suara teriakan Mingyu terdengar jelas sebelum telinganya hanya mendengar dengung yang menyakitkan.

TBC

Obsesive Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang