Momen libur emang enak bagi yang sudah mendapat universitas, tapi bagi yang belum justru sebaliknya, mereka kocar-kacir cari bekingan sekolah swasta yang mahalnya minta ampun. Beberapa sudah pasrah sekolah swasta satu tahun, untuk mencoba tes masuk PTN tahun depan.
Di suatu hari yang membosankan, Ibuk mengajakku untuk nemenin ke acara nikahan. Aku iyain saja, toh di rumah aku cuma garuk-garuk pantat sambil marathon Netflix, menolak disebut pengagguran, tapi kegiatanku macam pengagguran beneran.
Aku siap-siap, memakai batik rapi, aku oles rambutku dengan minyak rambut Tancho biar klimis, tak lupa pakai parfum Masterkids bergambar Superman biar tidak terlalu bau. Aku selalu memperhatikan penampilan ketika diajak ke acara resmi seperti nikahan ini, bukan apa-apa, siapa tahu bisa ketemu cewek cantik.
Kami masuk gedung resepsi yang terletak di dekat Alun-alun Temanggung. Gedung itu seluas tiga kali lapangan tenis. Terdapat lima saung yang menyediakan makanan prasmanan: di sebelah kiri ada dua saung makanan berat, sebelahnya saung minuman, dan sebelahnya lagi saung camilan tradisional.
Lautan manusia kelaparan sedang menikmati aneka hidangan sambil mendengar "Unchained Melody" yang dinyanykan oleh kelompok organ tunggal. Ada yang makan sambil duduk sesuai ajaran agama, namun kebanyakan pengunjung makan sambil berdiri, ngobrol, tanpa baca allahuma bariklana, makan pakai tangan kiri lagi. Setan pasti sedang berpestapora di sana, buktinya aku mendengar gunjingan-gunjingan mereka.
Apa lagi kalau bukan gunjingan tentang makanan.
Dan siapa lagi kalau bukan emak-emak.
Emak-emak di pojokan sana sedang makan kue bolu sambil sambat "Ih ini bolu kecil amat!" katanya sambil memasukkan bolu ke dalam tas Luis Vuitton imitasi miliknya. Tidak tanggung-tanggung, empat biji bolu dimasukkannya dalam tas kecil itu.
Lalu emak satu ini menuju saung yang menyediakan bakso, dia masukin bakso ke dalam plastik ukuran satu kilogram, tidak lupa mulutnya komat-kamit, "Halah bakso kok rasanya hambar!". Setelah bakso masuk plastik, dia mengikat ujung plastik itu seperti tukang bakso asli Wonogiri, mengambil beberapa helai tisu untuk mengelap bekas kuah yang tumpah. Setelah memastikan tuan rumah tidak melihat, dia menyelundupkan barang itu ke dalam tas.
Saat aku pikir si ibu sudah selesai menyikat makanan, aku lihat dia pindah ke saung yang menyediakan ayam goreng. Dia mengamati sekilas lalu komentar, "Ayam goreng kok tepung doang!" katanya sambil masukin ayam goreng ke dalam wadah plastik transparan bekas cireng frozen yang sudah ia siapkan dari rumah.
Kadang aku heran dengan oknum emak-emak seperti itu, sudah sambat, ngembat lagi!
Well begitulah resepsi nikahan di Indonesia, segalanya akan salah di mata pengunjung. Di saat sudah pesan katering yang enak, dekorasinya yang dimaki. Di saat sudah pesan dekorasi mewah, giliran makanannya yang dihina. Giliran katering dan dekorasi sudah terbaik, giliran mempelai pria-nya yang dikatain mirip tikus got.
---
Karena tugasku cuma mengantar Ibuk, aku tidak merasa punya kewajiban buat salaman sama mempelai. Aku juga tidak kenal mereka dan aku yakin mereka tidak kenal 90% dari pengunjung yang datang.
Ibuk memanggilku yang sedang makan rendang. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, aku memenuhi panggilan Ibuk. Aku tidak mau pulang dari acara nikahan sudah nungging jadi batu.
Begitu sampai ke tempat Ibuk, sudah berkumpul satu geng emak-emak yang jumlahnya ada empat orang yang aku kasih nama sesuai pakaian mereka: yang sedang makan bakso itu Ibu Kerudung Pink, di sampingnya ada Ibu Kebaya, selanjutnya ada Ibu Selendang, dan ibuku sendiri.