USTADZ PENGGANTI

212 6 0
                                    

    Pengajian kitab Tafsir yang dijadwalkan sore hari belum juga dimulai. Para santri saling berbisik mempertanyakan kenapa Kiai Hasan belum juga memulai pengajian, tidak seperti biasanya. Kiai Hassan selalu datang tepat waktu di hari-hari sebelumnya.

    Sebagian santri ada yang menyalin materi kemarin, ada juga yang malah mengobrol. Kini Alifa sedang dalam mode mengobrol bersama Ratu dan Sahla.

    "Demi apa? " Ratu membulatkan matanya setelah mendengar penuturan Alifa mengenai alasan mengapa ia dipanggil oleh Bu Nyai kemarin.

    Alifa pun hanya mengangguk.

    "Terus kamu jawab apa? " tanya Sahla tak kalah penasaran.

    "Yaa... aku jawab aja apa adanya teh. "

    "Kamu tolak begitu aja? " Ratu semakin bertambah kaget.

    "Aku gak tolak teh, aku cuma ngasih tau kebenarannya. "

    "Itu sama aja dong, Neng. Kamu dengan secara tidak langsung udah menolak Kang Fauzan. "

    "Ssstttt.... " Alifa mengangkat telunjuknya di depan wajah Ratu.

    "Jangan keras-keras, Teh! " cegahnya.

    Mereka menghentikan pembicaraan rahasia itu. Kini,  Alifa duduk bersila di sudut ruangan, memandang kitab tafsir yang terbuka di hadapannya. Dia meneliti setiap ayat dengan penuh kekhusyukan, membiarkan getaran ayat-ayat suci meresap ke dalam hatinya.

    Pandangan Alifa terus mengarah ke pintu masuk, mengharapkan kedatangan Kiai Hassan. Namun, waktu terus berlalu tanpa kehadiran sang pengajar. Sejenak, kegelisahan menyelimuti hati Alifa. Apakah terjadi sesuatu?

    Tiba-tiba, pintu terbuka dan seorang lelaki memasuki ruangan dengan langkah mantap. Wajahnya berseri-seri, dipenuhi dengan aura kebijaksanaan. Itulah Kang Fauzan, pengganti Kiai Hassan yang biasa mengajar.

"Assalamu'alaikum, semua," sapa Kang Fauzan dengan senyum ramah.

"Wa'alaikum salam!" jawab para santri serentak.

    Alifa memperhatikan dengan seksama. Hatinya begitu canggung menatap Fauzan. Namun, ia tidak berpikiran aneh. Wajahnya yang penuh keraguan perlahan-lahan berubah menjadi wajah yang penuh harap. Ini adalah kali pertama ia digurui oleh Kang Fauzan.

    Di ujung kelas, Alifa duduk menatap Ustadz yang menggantikan Kiai Hassan itu. Kang Fauzan memulai pelajaran dengan membacakan sebuah ayat, dan kemudian dengan lembut menjelaskan maknanya. Alifa terpesona dengan pemahaman mendalam Fauzan.

    Setiap kata yang diucapkan oleh Fauzan seperti membuka pintu ke dunia baru bagi Alifa. Ia merasakan dirinya semakin dekat dengan Allah melalui setiap kata yang didengarnya. Dan dalam hatinya, ia menaruh kekaguman. Ternyata ia begitu mempesona. Baik lahir, maupun batinnya.

    Pertemuan antara Alifa dan Fauzan bukan hanya sekadar pertemuan biasa di ruang kelas. Ini adalah pertemuan antara dua jiwa yang haus akan ilmu dan petunjuk dari Sang Pencipta. Dan di antara dinding-dinding Mahligai Ilmu, ada sebuah perasaan yang kian tumbuh tanpa diketahui apa maknanya.

                           🌸🌸🌸

Di jalanan pesantren yang sunyi, Alifa melangkah dengan terburu-buru melintasi jalanan tanah dengan cahaya remang-remang lampu. Di tangannya, tergenggam erat selembar catatan yang berisi segala pengetahuan yang baru saja dia pelajari dari Kang Fauzan, sang putra Kiai.

Namun, langkah Alifa terhenti mendadak ketika kecerobohannya menginjak batu. Tanpa sengaja, catatan itu terlepas dari genggaman tangannya dan terjatuh ke tanah. Alifa menatap ke bawah, dengan cepat ia merunduk.

Tapi sebelum dia bisa meraih catatan itu, sebuah tangan asing yang sudah lebih dulu mencapainya. Alifa menoleh dan menemukan Kang Fauzan berdiri di hadapannya.

Deg!

Mata mereka bertemu dan dunia terasa berhenti berputar untuk beberapa saat. Waktu berjalan lambat untuk keduanya.

Hingga Alifa kemudian sadar, ia merasa malu dan canggung. Entah apa yang harus Ia lakukan. Dengan segera ia pergi dari hadapan Fauzan.

Fauzan mengambil kertas catatan Alifa di tanah. Ia menatap catatan itu dengan penuh kagum, menyadari betapa Alifa telah menyelami ilmu dengan begitu dalam. Setiap kata yang Fauzan ucapkan tertulis indah dalam catatan itu. Fauzan begitu terpesona hanya karena melihat catatannya saja. Namun, dalam kekagumannya yang mendalam, dia lupa akan batasan-batasan yang harus dijaga.

Nama ‘Alifa’ tercetak jelas di sudut catatan itu, memunculkan kilatan harapan di benak Fauzan. Dia tahu bahwa Alifa sudah ditakdirkan untuk menjadi milik orang lain, tapi kekagumannya yang mendalam telah merobek semua kenyataan itu.

Fauzan tidak bisa menahan gejolak emosinya. Dia melupakan segala kewajaran dan akal sehatnya, terbuai oleh obsesi yang tidak terkendali. Alifa, dalam pikirannya, telah menjadi satu-satunya fokus hidupnya dan dia bersikeras untuk mengejarnya, meskipun tahu bahwa itu adalah kesalahan yang tak termaafkan.

Dalam keheningan suasana pesantren, Fauzan melangkah dengan langkah yang mantap, membawa catatan Alifa dengan rasa bahagia yang tak terkendali. Di dalam dadanya, api cinta yang membakar tak terpadamkan, meskipun dunia luar memandangnya sebagai kesalahan yang tak termaafkan.

                            🌸🌸🌸

Alifa merasa jantungnya berdebar keras ketika dia menyadari bahwa dia telah bertemu dengan Fauzan di jalanan pesantren. Awalnya perasaannya baik-baik saja. Namun, ketenangan itu hancur ketika catatan yang dia bawa jatuh dengan gemuruh. Rasa malu memenuhi dirinya ketika Fauzan berada di hadapannya.

Setelah peristiwa itu, Alifa kembali ke kamarnya dengan perasaan yang berkecamuk. Dia bergerak tak karuan di sudut kamar yang menjadi tempatnya merenung. Bagaimana ini bisa terjadi? Dia sudah diatur untuk menikah dengan orang lain, dan pertemuan singkat dengan Fauzan telah membawa kekacauan dalam hatinya.

Dia merasa bersalah karena merasakan ketertarikan pada Fauzan, seorang putra Kiai yang begitu dihormatinya. Namun, rasa malu itu menjadi lebih besar ketika dia menyadari bahwa perasaannya bertentangan dengan keputusan yang sudah diambilnya untuk menikah dengan orang lain.

Alifa mencoba menenangkan diri, tetapi pikirannya terus-menerus kembali pada pertemuan mereka sesaat yang lalu. Dia tahu bahwa dia harus mengekang perasaannya dan mengikuti takdir yang sudah diatur untuknya, tapi sulit untuk menyingkirkan bayangan Fauzan dari pikirannya.

Dalam kegelapan kamar, Alifa merenung dengan hati yang berat. Dia tahu bahwa perasaannya pada Fauzan adalah kesalahan yang tak termaafkan, dan dia harus berjuang melawan godaan untuk mempertahankan komitmennya pada calon suaminya. Namun, dalam ketidakpastian yang melanda hatinya, Alifa menyadari bahwa perasaan itu tidak akan mudah dilupakan.

                         🌸🌸🌸

Mahligai ImpianWhere stories live. Discover now