𝟬𝟰. 𝗦𝗧𝗔𝗥𝗦 𝗔𝗥𝗘 𝗖𝗟𝗢𝗦𝗘𝗥

718 85 8
                                    

𝗪𝗔𝗥𝗡𝗜𝗡𝗚, size difference.
𝗡𝗢𝗧𝗘, i forgot to mention that toji dressed in all black, IMAGINE THAT GEEKS.

𝗡𝗢𝗧𝗘, i forgot to mention that toji dressed in all black, IMAGINE THAT GEEKS

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Toji paham.

Dari raut wajah kamu—kening melipat, alis bertaut, bibir mengerucut dan hidung berkerut—sejak tadi pagi, Toji paham mood kamu udah jelek. Ditambah lagi, di jalan berangkat dan pulang ngampus macet, bikin kepala kamu semakin pening.

“Om.” Kamu panggil dari kursi belakang dengan nada yang lemas.

“Ya?” Toji dengan jeda kurang dari satu detik membalas, memperhatikan kamu dari rear-view, dari cara kamu duduk bersandar ke jok belakang juga Toji paham kalau dia salah bicara sedikit bisa bikin kamu makin badmood.

Kamu menghela nafas sangat pelan dan hati-hati karena gerakkan sedikit pun bisa membuat perut kram kamu mencekik. “Boleh cari makan dulu nggak? Restoran Sushi yang deket aja.”

Tanpa membalas lebih lanjut, Toji langsung tancap gas ke restoran sushi selepas lampu merah dekat kampus kamu. Toji keluar lebih dulu untuk membukakan pintu mobil buat kamu, menuntun kamu keluar.

Saat itu, yang Toji rasakan hanya betapa lembutnya telapak tangan kamu terhadap telapak tangannya yang kasar. Kalau Toji lihat-lihat, ukuran ibu jari kamu juga masih besar kelingking dia.

Toji merasakan kamu memegang tangannya, tapi kemudian karena tangan Toji terlalu besar, jadi kamu cuma bisa berpegangan ke kedua jari Toji, sambil berjalan masuk ke restoran sushi tersebut.

Rasanya Toji kayak lagi ngasuh anak gadis SMA aja.

Tapi kalau ngasuh anak gadis SMA kayaknya lebih gampang, pikir Toji, karena anak SMA seenggaknya bakal merengek dan mengeluhkan apa yang dipikiran dan dirasanya. Beda sama anak kuliahan kayak kamu yang susah ditebak karena bisa menyembunyikan keluhan yang kamu rasakan, membuat Toji seperti berjalan di atas kulit telur.

“Kenapa om nggak makan?” Tukas kamu yang disuguhkan hampir seluruh menu yang dipesankan Toji, tapi laki-laki itu cuma duduk diam mengamati kamu.

Toji menggelengkan kepalanya pelan, iris hijau pekat pria itu tajam dibalik rimbun bulu matanya. “Kamu aja. Kelihatan lapar banget kayaknya, hm?”

“Mmm, bukan lapar sih,” Celetuk kamu yang lantas menyuapkan sepotong maguro.

Sembari menunggu kamu mengunyah dan menelan, Toji memfokuskan perhatiannya ke kedua pipi kamu yang mengembung ketika makan.

Toji membatin, mirip ikan mas koki mata balon, kurang belo aja.

Kamu menelan kunyahan sebelum melanjutkan, “Cuma lagi pengen sushi aja.”

Jelas Toji nggak akan menerima jawaban kurang logis kamu itu, kedua alisnya beradu sambil menukas, “Perempuan suka ngandelin suasana hati begitu ya, memang?”

Balasan kamu cuma sesingkat gumaman pelan dan sesederhana angkat bahu sekilas untuk menanggapi ungkapan Toji mengenai kaum perempuan yang memang faktanya mengandalkan suasana hati—ketika sedang datang tamu bulanan.

𝗗𝗥𝗜𝗩𝗘! zenin toji.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang