Prolog

672 112 34
                                    

Halo, teman-teman. Selamat sore. Gimana kabarnya? Udah lamaaaa banget rasanya aku nggak menyapa kalian. Aku harap kalian baik-baik saja ya.

Oh ya di tengah masa pemulihan ini, aku tiba-tiba kepikiran mau bikin cerita baru. Cerita ini sangat spesial karena satu dan lain hal yang melatarbelakanginya. Akhirnya aku menulisnya berkolaborasi dengan Kak Emerald8623. Makasih banyak Kak Emerald yang baik hati dan nggak pernah lelah menemani hari-hari sulitku setiap detiknya. Aku sangat bangga dan bersyukur memiliki sahabat seperti Kak Emerald. Love you ♡

Oke guys, sekian aja cuap-cuapnya. Langsung saja baca prolog ya. Jangan lupa vote dan tinggalkan komentar. Makasih. Selamat membaca~

*

Prolog

Seorang perempuan cantik berambut lurus tergerai sebahu tengah menjalankan kursi rodanya melewati halaman yang ditumbuhi berbagai bunga indah beraneka warna. Ia tampak mencari seseorang. Terus menuju jalan setapak tepat di depan rumahnya.

Kursi rodanya baru berhenti ketika perempuan bergaun sutera sewarna kelopak mawar baby pink itu melihat sosok lelaki yang dikenalnya. River. Lelaki tinggi dengan kemeja putih yang digulung hingga siku menampakkan kulit cokelat jawa-nya.

Punggung tegap yang selalu dirindukannya.

Di jalan setapak yang di kanan dan kirinya berjajar pepohonan yang puncaknya bertemu membentuk payung di atas mereka, River tidak sendirian, tetapi dengan seorang lelaki yang sebaya atau lebih muda darinya, memakai kemeja biru laut.

“Aku harus pergi.” Moana bisa mendengar kata-kata River.

Pergi? Ke mana? batin Moana dengan kening berkerut di atas hidung bangirnya.

“Ke mana?” tanya lelaki di sebelahnya.

“Ke tempat yang tidak bisa dijangkau dan mungkin aku tidak akan kembali lagi,” jawab River.

Bola mata indah Moana melebar. Kemudian ia memutar kursi rodanya menelusuri jalan setapak kembali ke halaman rumahnya. Jantungnya berdetak kencang dan terasa sesak. Ia mencengkeram bagian depan gaunnya, pertanda ia sangat gelisah.

Moana memandangi rumah panggung yang didominasi kayu di depannya. Rumah tempat dirinya dan River selalu bercengkerama. Terkadang keduanya tertawa bersama, di lain waktu menangis bersama.

River mau pergi jauh? Ke mana? Kenapa ia menyembunyikan hal itu darinya? Moana memejamkan matanya.

“Moa? Kamu di sini?”

Terkejut, Moana memutar kursi rodanya menghadap River. Lelaki berkemeja putih itu melangkah lebar ke arahnya dengan senyum menghiasi wajah jawa-nya. Tampan sekali. Ah, bukankah River tidak pernah terlihat jelek? Seperti apa pun ekspresi yang ditunjukkannya, ia selalu tetap tampan. Mutlak.

Ke mana lelaki berkemeja biru tadi? Moana bertanya-tanya dalam hati.

“River... kamu akan pergi?” tanya Moana mendongak kepada River yang menjulang di atasnya, menutupi cahaya matahari sore.

River mengangkat alis, kemudian tersenyum menatap Moana. Lelaki jangkung itu berlutut di depan Moana, memegang lengan kursi roda perempuan itu. “Tentu tidak, aku akan selalu bersamamu, Moa. Aku... akan selalu di sisimu.”

“Kamu bohong!”

Moana membuka mata. Ia terkejut karena wajahnya sudah basah oleh air mata. Mimpi masa lalu yang terkadang terulang. Tentang kepergian River dari mimpinya.

Iya, sejak mimpi yang terakhir itu, River tidak pernah muncul lagi ke dalam bunga tidur Moana meskipun Moana sangat menginginkannya. River seolah menghilang tanpa jejak. Hanya mimpi itu yang tertinggal. Itu pun hanya beberapa kali dalam kurun waktu tujuh tahun ini.

Moana tidak pernah mengetahui siapa River sebenarnya. Namun di dalam mimpi, Moana merasa sangat dekat dan akrab dengan lelaki itu.

Jantung Moana berdetak kencang. Gara-gara mimpi itu, mimpi yang sangat langka hadir. River.

Moana bangkit dari tidurnya dan menutup wajah dengan kedua tangan. River, ternyata aku sangat merindukan kamu... lebih dari yang aku kira.

Ponsel di sebelahnya berdering dan Moana mengambilnya.

“Moa? Kamu sudah siap kan buat acara bedah buku hari ini?” Wajah cantik Bita muncul di layar.

O iya. Moana hampir melupakannya. Sore nanti ada acara bedah buku karya kolaborasi dirinya dan Bita yang berjudul: “Riviera: A Man Who Came in My Dreams”.

“Iya, Kak. InsyaaAllah aku siap.” Moana menyunggingkan senyum.

Nanti aku sama Bian jemput, ya.”

“Iya, Kak.”

Jangan-jangan kamu nervous ya mau ketemu banyak orang?” goda Bita.

Moana pura-pura cemberut menatap Bita. “Kak Bita tuh yang nervous, hayo ngaku.”

Bita tertawa. “Iya, agak. Ah, banyak.”

Lalu mereka tertawa. Ya, keduanya sama-sama introver dan entah apakah mereka bisa menghadapi para fans nantinya saat acara bedah buku. Moana berharap ia akan baik-baik saja. Sebab Moana sangat menantikan acara ini sedari lama. Bertemu langsung dengan para pembaca karya-karyanya.

***

Gimana prolog, guys? Suka nggak? Semoga suka ya hehe. Oh ya jangan lupa follow akun Kak Emerald8623 yaa, karena karya-karya Kak Emerald sangat bagus dan keren. Thank you ♡

Magelang dan Bekasi, 20 Januari 2024

River: A Man Who Came in My Dreams (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang