If before, life was good. I get a good job position, a better salary, best team. Then because of the boss's divorce, I had to move to a new division which made me get new responsibilities, and of course, the new boss was crazy 😈-I mean it. Really!
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bongkar tiga kardus 2 koper, done.
Lipat dan masukin semua pakaian ke lemari, done.
Susun buku dan pajangan, done.
Install wifi, done.
Oke, semua beres. Apartemen baru Igo kini layak dihuni kembali.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sembari berbincang dengan seseorang di ujung telepon, iseng... Igo melayangkan pandangan ke satu per satu amplop yang terhampar asal di atas meja ruang tengah—sekaligus satu-satunya meja di kediaman ini. Yang pertama, kontrak baru di kantor lama. Dua tahun lalu ia bekerja di sana, memimpin salah satu tim di tribe Operations selama 9 bulan. Setelah menikah, Igo (di)pindah(kan) ke perusahaan IT milik Pak Tono untuk menghindari conflict of interest di kantor.
Bersamaan dengan perubahan status pernikahannya, Januari ini Igo resmi kembali ke WISE menempati posisi lead manager yang sempat kosong beberapa minggu. Sejujurnya ia masih belum mematangkan rencana kerja di divisi baru ini selain yang pernah didiskusikan dengan Pak Baron. Namun pesan terakhir Pak Baron sore itu sudah cukup mencentang apa-apa saja yang ia butuhkan untuk bergabung.
"Buat saya kamu lebih dari sekadar rekan kerja. Tawaran saya dari 3 tahun lalu sampai sekarang belum berubah. Saya masih butuh pikiran dan tenagamu di WISE. Kalau hanya basa-basi, tidak mungkin saya rela nyetir sejauh ini hanya untuk membujukmu."
Ternyata aku masih berguna.
Tak banyak yang tahu termasuk Ales sahabatnya, dua tahun terakhir ini Igo merasa telah gagal tak hanya sebagai manusia, tapi juga sebagai suami. Sesal itu ia bawa ke mana pun, menggelendotinya setiap saat sampai ia bertemu Pak Baron.
Apakah WISE adalah tempat yang cocok untuk mengobati luka hatinya? Apakah target yang diberikan Pak Baron sanggup ia tuntaskan? Apakah tim barunya nanti bisa ia handle mengingat terakhir kali Igo meng-handle seseorang, orang tersebut malah pergi?
Kalau dicoba kemungkinan gagalnya 50%. Kalau gak dicoba kemungkinan gagalnya 100%. So, let's do it!
Igo meletakkan kontrak tersebut dan mengambil dua amplop berukuran sama di sebelahnya Satu dari agent apartemen dan satunya dari Om Andre, Kuasa Hukum Mami. Katanya sebelum Mami meninggal 15 tahun lalu, beliau menitipkan sejumlah uang untuk Igo yang bisa diambil kapan pun. Bertahun-tahun tak terpakai karena dari kuliah sampai kerja Igo banyak menumpang hidup dengan Ales, Igo pun berniat mencairkan dana tersebut dan membelikan Laras rumah tapak. Namun belum sempat menghubungi Kuasa Hukum Mami, Pak Tono keburu memberikan salah satu rumahnya di Jalan Bangka sebagai kado pernikahan.
Kini mereka resmi berpisah. Tanpa pikir panjang, dana tersebut langsung Igo gunakan untuk membeli apartemen ini. Lokasi strategis, alat gym lengkap, luasnya cukup lah buat laki-laki single yang belum kepikiran menjalin hubungan dalam waktu dekat. Mungkin kamar yang tak terpakai bisa dijadikan perpustakaan sekaligus ruang kerja.
Menilik surat lain, ada juga beberapa surat korespondensi asuransi dan kartu kredit yang tadi ia ambil di rumah Bangka. Lalu di tumpukan berikutnya, ada berkas perceraian yang belum dibuka sama sekali sejak melangkahkan kaki keluar ruang persidangan.
Well, new year, new job, new status, I guess?
"Oke, aku udah pesenin makanan ke apartemen Mas. Kata Bunda yang punya restoran ini temen kuliahnya. Kalau sempat, kapan-kapan mampir aja ke sana. Lebih recommended makan di tempat daripada take away. Halo? Mas Igo? Eh, masih nyambung gak sih."
"Ya ya. Makasih," balasnya tak begitu fokus. "Udah tambahin di notes-nya nomor unitku?"
"Sure. Tadi abang Go-foodnya juga nanya di chat. Ini beneran udah beres semua? Aku besok gak ada kelas, maybe I can help you a bit, if you don't mind."
Sampai lah ia di tumpukan terakhir, yang ternyata adalah KTP dan KK baru Igo. Refleks, Igo meringis membaca tulisan yang tercetak segar di kartu biru ini.
Lagi-lagi ia tidak fokus. "Hmm ya, Cil? Kayak kamu bisa beberes aja."
"Yaaa pastinya nanti aku ajak Mbak Titi hehehe."
"Dasar."
"Mas Igo Senin besok langsung ke kantor? Gak mau istirahat dulu gitu? Kan baru resign beberapa hari."
"Libur juga bingung mau ngapain. Semua urusan di luar kantor udah beres."
Urusan-urusan yang berakhir jadi berkas di tangannya ini contohnya.
"Kalo gituuu ayo kita jalan-jalan! Singapore aja yang deket. Nanti aku ajak Bunda sama Pap."
"Pap sibuk. Mana sempet."
Bisa kudengar hembusan napas kecewa di seberang sana. "Bilang aja Mas Igo males ketemu Pap. Atau jangan-jangan... males ketemu bun—"
"—Cil, kayaknya makanan dari kamu udah sampe. Mas makan dulu ya. Salam buat orang rumah."
Telepon ia tutup tanpa menunggu balasan dari lawan bicara, tidak peduli kalau setelah ini Nila menceramahinya panjang lebar di chat. Sisa tenaganya malam ini hanya sanggup untuk turun ke bawah mengambil makanan lalu mandi. Semisal nanti susah tidur karena terlalu lelah, mungkin lanjut baca-baca product knowledge di website WISE. Biasanya cara ini ampuh membuatnya ketiduran.
Keheningan ruangan ini membuat obrolan dengan Pak Baron saat ngopi sore di bulan Oktober itu kembali terngiang. Waktu itu Igo sedang sibuk-sibuknya mengurus perceraian. Lalu beliau mengabarkan kalau Laras juga akan keluar dari WISE. Yang beliau tahu, Laras ingin pindah ke Bali entah tepatnya di kota mana setelah persidangan selesai. Yang Igo baru sadari, pindah kota sama dengan tidak lagi bekerja di kantor Om-nya.
Tawaran ini makin terasa menarik karena Igo kembali bekerja dengan dua rekannya di bank sebelumnya, Ales dan Dias. Divisi baru yang akan ia pimpin berfokus ke sistem internal, sejalur dengan apa yang ia kembangkan di perusahaan IT saat masih menikah. In the long run, Pak Baron ingin WISE tidak hanya memiliki jutaan nasabah, namun juga memimpin secara teknologi di ketatnya persaingan antar bank digital. Terdengar seram? Tidak, buatnya ini menyenangkan. Ia tak sabar ingin menyusun rencana begitu mendapatkan confidential Senin nanti.
Selain butuh sibuk, Igo juga butuh hal-hal seperti ini sebelum waktu bebas belajar-nya kedaluwarsa di usia 40. Setelahnya, sesuai permintaan terakhir Mami, ia akan melanjutkan legacy keluarga yang sekarang masih dipimpin Pap.
Ah, mengkhayal rancangan hidup ternyata menghabiskan banyak energi juga. Sebelum menguasai dunia, ada baiknya Igo makan malam dulu lalu tidur.
Baru sadar kalau mau skip mandi malam ini pun sudah tidak ada yang protes.