0.5 Rusuh

31 2 0
                                    

Sekarang Alana dan si kembar sudah berada di rumah kawannya, yakni Fera. Di sana tidak hanya mereka bertiga saja, tentu ada teman-teman Alana yang lain.

Fera, sahabat Alana yang baru saja melahirkan, yakni si tuan rumah. Dia sudah menikah dengan seorang pengusaha bernama Arya Dwipangga. Dia menikah sejak lulus sekolah dan sudah di karuniakan dua putra serta satu putri mereka yang baru saja lahir.

Ada juga sahabat Alana bernama Septi. Umurnya yang paling tua dipertemanan mereka. Dia tipe orang yang cuek namun perhatian. Buktinya sekarang dia sudah memasak di dapur rumah Fera, membantu kawannya karena si bayi sedang rewel. Dia memiliki seorang putri kecil yang cantik dan pendiam, memang menuruni sifatnya. Btw, dia korban halo dek.

Tak sampai di situ, Alana memiliki teman bernama Maya. Si bontot dalam pertemanan yang hebohnya hampir persis dengan Alana. Di sudah di dikaruniai dua putri kecil.

Tidak lupa dengan Bianca, si manis yang katanya introvert padahal tidak. Sekarang ini dia sedang sibuk menemani putranya yang lagi masa-masa aktif dalam kegiatan. Juga putrinya yang selalu menempel padanya.

Jangan lupakan juga si hitam manis Nadira. Salah satu sahabat karib Alana juga yang super duper wibu, walaupun sudah menikah ia pun tetap tidak meninggalkan stastusnya sebagai wibu sejati. Dirinya dikaruniai dua putri kembar yang umurnya tiga tahun di atas Jarez dan Jaden.

“Nama babynya siapa onty?” tanya Jarez penasaran. Dia menatap berbinar wajah bayi perempuan yang baru berusia dua minggu.

“Namanya Yola,” jawab Fera seraya menggendong bayinya untuk menujukan wajah si kecil pada Jarez dan yang lain.

“Halo baby Yola, saya Jaden,” kata Jaden memperkenalkan dirinya pada Yola.

Fera terkekeh pelan mendengar celotehan si kembar Jarez dan Jaden. Menurutnya mereka sangat lucu.

“Pinter ngomong juga anak lo. Di kasih apaan?” tanya Maya pada Alana yang tengah sibuk membangun rumah-rumahan dari balok milik Arkan, putra sulung Fera.

“Kasih asi,” jawab Alana seadanya, dia sibuk menyusun balok-balok tersebut.

“Onty rumahnya miring,” kata Arkan yang melihat kondisi rumah-rumahannya tidak sejajar.

“Kurang pondasi tuh sebelah kiri. Tambahin di sini,” titah Alana.

Anak kecil berusia delapan tahun itu hanya mengangguk seraya mengikuti perintah dari ontynya.

“Eh cil, sini ikutan main. Diem diem bae,” ujar Alana pada Karina, putri bungsu dari Bianca. Anak kecil berusia empat tahun itu hanya menggelengkan kepalanya sambil menggenggam erat baju sang ibunda.

“Jangan digodain anak gue!” tegur sang ibu, Bianca.

Semakin dilarang, Alana semakin berulah. Dia tiba-tiba berdiri dan menggendong Karina hingga si anak itu berteriak karena terkejut.

“MAMA!”

Alana tidak mendengarkan panggilan dari si ibu maupun si anak, dia malah semakin gencar menjahilinya. Di dalam gendongan Alana, Karina di ayunkan kesana kemari. Lalu diberikan hujaman ciuman kecil oleh Alana di wajah Karina membuat Karina berteriak kegelian.

Plak!

“Heh berisik!” Septi yang tiba-tiba saja keluar dari dapur Fera langsung memukul pundak belakang Alana.

Karena merasakan perih di pundaknya, Alana terpaksa menurunkan Karina dari gendongannya hingga gadis kecil itu berlari memeluk ibunya.

“Sakit nyet!” Alana mendumel.

“Lagian jahil banget heran,” Septi geleng-geleng kepala, sudah tidak heran dengan sikap sahabatnya.

Alana hanya tersenyum lebar tanpa dosa. Namun tak lama timbul suara gaduh dari kumpulan bocil yang sedang bermain, yakni kedua putri Nadira, putra sulung Bianca, kedua putri Maya, serta putra tengah dari Fera.

“Punya aku!” kata Revan, putra tengah Fera. Dia menarik mobil-mobilan miliknya dari tangan Mira putri dari Nadira.

“Ih pinjem doang sebentar,” kata Mira menarik mainan itu ke arah yang berlawanan. Gadis berusia lima tahun itu tidak ingin kalah dengan laki-laki ingusan yang seumuran dengannya.

“Kamu gak boleh main mobil-mobilan, kamu kan perempuan,” sahut bocah tujuh tahun itu membantu Revan.

“Siapa yang gak bolehin? Boleh tuh. Kamunya aja yang pelit,” cerocos kembaran Mira, Miya. Dia membantu saudaranya.

“Tidak boleh,” seru Revan dan Leon secara bersamaan.

“Boleh!” sahut si kembar Mira dan Miya, tidak mau kalah.

Akhirnya mereka saling bertengkar, membuat perhatian semua orang tua teralih pada mereka.

“Heh heh! Apa-apaan nih berantem? Bareng-bareng ya,” ujar Bianca menengahi mereka.

Ucapannya tidak di gubris oleh para bocil itu. Membuat para ibu itu terpaksa menarik anak-anak mereka supaya tidak bertengkar.

Mereka menasihati anak-anaknya dengan baik agar berbagi mainan dan tidak bertengkar. Sedangkan Alana dan Septi hanya duduk tenang di kursi.

“Untung anak gue anteng,” ujar Septi, melirik anaknya yang sekarang sedang bermain puzzle dengan putra sulung Fera.

“Ho'oh. Tumbenan si twins anteng sama baby. Biasanya reog kalau udah ketemu temennya,” Septi menyetujui Alana. Yah, biasanya si twins akan lebih berisik terutama Jaden. Tapi entah kenapa lagi diam, mungkin karena mereka tertarik pada bayinya Fera.

“Itu tandanya dia mau adek baru,” celetuk Septi.

“Congornya itu loh!”

♡♡♡
To Be Continue

Day In My FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang