Bab 3

15 8 0
                                    


Happy reading sengsengkuuhh!!

"Bapak tau alamat rumah saya?" Tanya Ica dalam keheningan mobil sore itu membuat Gara menoleh, kemudian mengangguk.

Ica mengernyit bingung, kapan ia memberitahu pria itu tentang alamat rumahnya? Tapi setelah ia berfikir lagi apa yang tidak bisa dilakukan seorang Anggara Wiratama? Bahkan mungkin ia dapat menciptakan negri dongeng sendiri jika ia mau? Bukan hal yang mustahil dilakukan bagi seorang penguasa seperti dirinya kan?

Ica sebenarnya penasaran, siapa pria yang duduk disebelahnya ini? Gadis itu hanya sempat mencari tahu sedikit kehidupan Gara yang sangat misterius. Pria itu sepertinya sangat menjaga privasinya, selain sebagai pemilik Mall Ica tidak tahu apapun lagi tentang pria itu.

Tapi biarlah, Ica sedang malas untuk menambah beban dalam otaknya kali ini.

Ia mengalihkan pandangan pada gedung pencakar langit di perjalanan kali ini. 
Ibu kota memang selalu macet, dan saat ini mereka sedang terjebak kemacetan itu. Suasana mobil yang hening juga menyejukkan membuat Ica perlahan merasa mengantuk. Ia bangun pukul 04.00 pagi tadi dan segera bergegas agar tidak terlambat sebab tertinggal bus. 

Dan lagi, aksi melarikan diri yang gagal itu membuat lelahnya bertambah berkali lipat.

"Tidur saja jika memang mengantuk, nanti saya beritahu jika sudah sampai" ucap Gara pada Ica yang kini seperti mendengar dongeng dari mulut Gara. Sura pria itu berat tapi terdengar lembut secara bersamaan dan itu membuat Ica malah makin mengantuk.

Selain menangis saat panik, kebiasaan Ica yang lainnya adalah tertidur dikendaraan (kecuali motor) saat dalam perjalanan apapun. Seperti saat ini, ia dengan mudahnya tidur di mobil Gara dengan pemiliknya yang duduk di sebelah gadis itu. Sungguh sangat tidak menaruh curiga sama sekali.

Ica memang benar-benar!

***

"Nghh.." lenguh Ica saat merasa terganggu tidurnya karna sesuatu.

"Eh? Udah sampai pak? Dari kapan?" Tanya Ica panik, saat ini mobil Gara terparkir manis di depan gang rumahnya, yang memang tidak bisa di masuki oleh mobil. Gara tersenyum, kali ini lebih sedikit lebar. Entah mengapa, tapi Ica enggan memperdulikannya. Itu malah terlihat sangat aneh dimatanya.

"Kalo gitu, makasih ya pak! Sudah nganter saya sampai rumah dengan selamat. Semoga bapak kapok dan engga memaksakan diri lagi" ucap Ica dengan kosa kata yang sedikit berantakan, membuat Gara semakin memperlihatkan raut geli di wajahnya. Orang ini kenapa sih? Pikir Ica 

"Saya justru ingin terus mengantar kamu pulang, menjemput sekalian kalau perlu" ucap Gara yang sangat di luar ekspektasi nya.

Sinting!

Sepertinya itu yang bisa mendeskripsikan seorang Gara saat ini. Bagaimana tidak? Ica saja capek harus menempuh jarak sebegitu jauhnya dan saat ini pria itu malah dengan entengnya bicara ingin menjemput sekalian? Kata apa lagi yang bisa Ica lontarkan selain kata diatas? Ya walau, hanya bisa disebut dalam hati sih.

Ica memutar bola matanya, tindakan tidak sopan itu menyadarkannya lalu kemudian membuat ia gugup. Kebiasaan.

"Eum.. saya permisi dulu pak! Terimakasih sekali lagi" setelah bicara seperti itu, Ica melirik Ardi yang nampak tenang dan datar seperti biasa.

"Terimakasih Ka Ardi!" Ucap Ica dengan mengangguk sekilas dan membuka pintu mobil. 

"Sungguh sangat maniskan? Bagaimana bisa saya masih membiarkannya bebas? Bukannya mengurungnya untuk diri saya sendiri?" Gara memperhatikan langkah Ica dari dalam mobil, yang kemudian hilang di telan kegelapan.

RASA [[TERBIT]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang