Gara menepati ucapannya. Pria itu mengirimkan Ardi untuk menunggu Ica selesai dengan pekerjaannya, alhasil saat ini Ica sedang berada di dalam lift yang akan membawa mereka ke ruangan Gara.
Setelah sampai di lantai yang dituju, Ica menyapu sekitar. Tak banyak, hanya beberapa meja untuk staf dengan penyekat di sisinya, dan ruangan besar di depan Ica yang sudah di pastikan itu ruangan Gara.
Langkah Ica mengalun, menyapa sekilas perempuan yang Ica taksir usianya sekitar 25tahun yang sedang sibuk dengan komputer didepannya.
"Oh! Maaf Nona, silahkan masuk. Tuan sudah menunggu" ucap sekretaris Gara yang buru-buru bangkit saat melihat Ica
"Eum. Terimakasih kak... Mily, jangan panggil gitu. Panggil Ica aja, aku ga enak, kayanya kakak juga lebih tua dari aku" ucap Ica mengkoreksi panggilan perempuan tadi yang ternyata bernama Emily, tertera dalam tag yang mengalung dilehernya.
"Tidak apa, sudah menjadi tugas saya untuk melayani semua keperluan Tuan, termasuk untuk urusan pribadi. Terlebih masalah hati" kikik Emily di kata terakhir nya.
"Ga gitu, jangan salah faham kak. Ini nggak kaya yang ada di fikiran kakak lho!" Ica gelagapan. Tetapi Emily malah semakin terkikik geli
"Sudah, tidak usah terlalu difikirkan, lagi pula kalau memang seperti yang saya pikirkan juga tidak apa kan? Saya malah senang, akhirnya Tuan mendapatkan apa yang seharusnya beliau dapat. Silahkan masuk, sepertinya Tuan sudah tidak sabar ingin bertemu" ujar Emily seraya membukakan pintu ruangan Gara dengan sebelumnya mengetuk terlebih dahulu.
Ica bingung, memangnya selama ini Gara kurang apa? Dan hal apa yang tidak pria itu dapatkan? Enggan menanggapi Ica kemudian berucap
"Terimakasih, Ka" yang di tanggapi senyuman Emily.Ica melangkah masuk ke ruangan besar itu, ruangan dengan aksen abu-abu yang kental sekali, pandangan Ica menyapu sekitar. Sampai matanya menemukan Gara yang tengah duduk di singgasananya.
Meja berantakan dengan dokumen-dokumen yang tak Ica mengerti, pandangan pria itu menyorot serius pada laptop dihadapannya. Kaca mata anti radiasi yang menambah pemandangan indah itu bertengger manis di hidung mancung pria itu.
Gara menyadari Ica sudah berada di ruangannya, pandangannya teralih dan melempar senyum.
"Kemarilah" ucap Gara seraya menyodorkan sebelah tangannya.
Seperti kerbau yang dicocok hidungnya, Ica menuruti. Melangkah maju mendekati Gara.
Setelah sampai, buru-buru Gara menarik Ica ke dalam pangkuannya.
"Bagaimana harimu?" Ica sedikit berjengit, kaget akan pertanyaan pertama yang di lontarkan oleh Gara saat gadis itu sampai di pangkuannya.
"Ba..baik, hari Bapak?" Ucap Ica, pandangan mereka bertemu.
"Sangat baik, karna kamu" ucap Gara lugas, membuat Ica memutar bola matanya malas. Tetapi setelahnya ia menyesali perbuatannya
"Ma.maaf, nggak maksud untuk tidak sopan" kata Ica sembari menunduk menatap lengan Gara yang melingkari perutnya.
Entah, setiap sentuhan yang dilakukan Gara untuknya terasa sangat menenangkan dan nyaman. Seakan Ica tidak ingin terlepas dari moment ini. Tapi, justru hal itu yang malah membuat Ica semakin takut.
Gara tersenyum, mengeratkan rengkuhannya pada Ica kemudian meletakkan keningnya pada bahu Ica. Membuat pria itu dapat menghirup aroma tubuh gadis di pangkuannya.
"Eumm, aku belum mandi, abis longshift. Pasti bau" ucap Ica seraya mendorong kecil bahu besar Gara.
Sesungguhnya Ica sedang insecure sekarang, tubuhnya sudah mengeluarkan aroma tidak sedap sehabis ia melakukan longshift tetapi pria yang sedang memeluknya malah terlihat sangat menawan, bahkan aroma tubuhnya tetap seperti saat ia bertemu beberapa jam lalu. Wangi menyegarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA [[TERBIT]]
RomanceMenurut KBBI ra.sa (1) 1. n tanggapan indra terhadap rangsangan saraf seperti manis, pahit, masam terhadap indra pengecap, atau panas, dingin, nyeri terhadap indra perasa) 2. n apa yang dialami oleh badan: -- pedih dan nyeri di perut merupakan gejal...