Bab 4

17 7 0
                                    

Happy reading!!!

"Saya akan berusaha menjaga Ica selama ada di ibu kota" itu suara Gara. Tengah menjual diri kepada nenek Ica yang sangat terlihat menyukai pesona Gara.

"Iya, tolong ya nak. Dia itu anaknya manja sebenarnya, tapi sok banget mau tinggal sendirian di ibu kota. Punya riwayat sakit magh juga, jadi tolong di ingatkan untuk makan, kalau telat sedikit bisa sakit perut parah dia" kali ini suara ibunya.

"Gak usah buka kartu juga kali Mah.." gerutu Ica di sela kegiatan menyusun barang di kamarnya.

Rumah neneknya tidak terlalu besar. Hanya ada 3 kamar dan salah satunya adalah kamarnya. Dulu ia tempati kamar itu dengan Naca, tapi setelah kakaknya itu menikah jadilah ia sendirian.

Halaman rumah neneknya cukup luas, tapi tidak seluas halaman rumah Gara. Ya iyalah, bandingannya jauh.

Gadis itu tinggal di Tangerang Selatan, setiap hari harus pulang pergi bekerja ke Jakarta sangatlah membuang waktu. Pasalnya, Ica harus menempuh jarak sebegitu jauhnya dengan naik bus sebelum lanjut menggunakan angkutan kota. Biasanya setiap hari Ica akan berangkat pukul 05.00 pagi jika ia masuk shift pagi dan akan berangkat pukul 09.00 ketika dia kebagian shift siang. Jika untuk jam pulang jangan ditanya ya? Karna mau shift pagi ataupun siang, Ica akan sampai rumah hampir tengah malam. Kebayang betapa lelahnya menjadi Ica ? Maka dari itu, ia sangat mendesak dan membujuk neneknya dengan segala kemelasan yang ia punya agar ia bisa mencari tempat tinggal di sekitar pelataran mall tempatnya bekerja. Ica tak ingin separuh hidupnya habis di jalan tentu saja.

"Yuk!" Ajak Ica pada Gara setelah gadis itu berjalan menghampiri diluar. Khawatir sekali kalau pria itu bicara banyak hal dengan keluarganya, Ica buru-buru menyelesaikan pekerjaan mengemasnya.

"Ada lagi? Mau aku bawakan sisanya?" Ica mengernyit sangat bingung dengan serangan tiba-tiba dari Gara, sejak kapan? Orang ini sangat kaku dan memang lebih baik begitu. Jika begini terasa sangat aneh dan sangat bahaya. Pikir Ica

"Ada dua lagi sih, di kamar tapi. Nggak usah deh, nanti aku balik lagi aja" putusnya, kembali melanjutkan langkah dan membuat Gara yang tertinggal di belakangnya. Gara tetaplah Gara, Pria itu malah meminta izin kepada neneknya untuk masuk ke kamar Ica dan dengan senang hati neneknya malah memberi izin. Ini sungguh diluar ekspektasi, neneknya itu sangat kaku dalam memaknai hubungan antara lawan jenis, karna pikiran neneknya itu pria dan wanita tidak seharusnya terlibat lebih privasi sebelum menikah, pikiran jaman dahulu memang. Dan Ica yakin, mengizinkan Gara masuk kedalam kamarnya walau hanya untuk mengambil barang itu sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Ica. Sekilas ia melirik neneknya, yang terlihat menghindari pandangan ke arah lain saat tahu diperhatikan oleh cucunya.

Tak menunggu waktu lama, Gara kembali terlihat di depannya ia membawa 2 kardus dengan tidak terlihat kesusahan sama sekali dan pamit kepada nenek serta ibu Ica setelahnya berjalan menyusuri gang sempit ini untuk menuju mobilnya terparkir.

Setelah memasukkan barang ke dalam bagasi. Mereka sama-sama hendak masuk ke dalam mobil sebelum sebuah suara mengejutkan keduanya.

"Ca.." lembut mengalun, membawa serta kesadaran Ica untuk menatap laki-laki berseragam di hadapannya. Bukan seragam polisi atau TNI. Melainkan seragam putih abu-abu, khas sekolahnya dulu.

Ica terperangah, terlihat sangat terkejut mendapati laki-laki yang umurnya terpaut 2 tahun di bawahnya "Tara.." perkataannya terdengar seperti gumaman, Ica bingung harus apa, laki-laki ini sangat ia hindari. Sengaja tak membalas pesannya juga beberapa panggilan dari laki-laki itu tidak dia hiraukan. Sungguh! Ica sangat ingin secepatnya pergi tanpa meladeni Tara.

"Lo kemana aja? Kenapa telpon sama pesan gue ga Lo bales? Nah, sekarang Lo mau kemana?" Bingung Tara, melihat Ica bergantian ke Gara. Tatapan Gara dan Tara beradu, sungguh bukan tatapan persahabatan.

RASA [[TERBIT]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang