Bab 2. Kilasan Memori

13 2 0
                                    

Jangan lupa berikan like dan komennya yah, kalau berkenan boleh difollow juga 

Happy reading 

"Huftt ... akhirnya selesai juga," ujar Dimas seraya merebahkan tubuhnya dikasur Elena yang tak ditaburi kelopak bunga mawar ala pengantin, dan itu permintaan Dimas sendiri karena dia tidak mau repot membersihkan taburan bunga itu .

Malam ini Dimas dan Elena memang memutuskan untuk menginap di rumah orang tua Elena sebelum besok pindah ke rumah yang sudah disiapkan Dimas untuk istana barunya bersama Elena.

"Mandi dulu gih, biar seger," ujar Elena yang baru saja keluar dari kamar mandi pada Dimas yang sedang memejamkan matanya dengan kaki yang menjuntai ke bawah kasur.

Dimas yang mendengar suara Elena membuka matanya dan menatap Elena yang berdiri di depan pintu kamar mandi yang sudah mengenakan hot pants dan kaos longgar, kebiasaan Elena kalau mau tidur.

"Iyah..." Dimas melangkahkan kakinya menghampiri Elena dan mengambil handuk yang disiapkan Elena lalu masuk kekamar mandi.

Beberapa menit telah berlalu, kini Dimas dan Elena sudah berbaring dikasur dengan saling berpelukan. Elena memainkan bulu mata Dimas yang lentik itu, dirinya masih tidak menyangka kalau sekarang dia sudah jadi seorang istri.

"Dim, sebenarnya Denia kemana?" tanya Elena. Dimas menghela nafasnya panjang mendengar pertanyaan sang isteri. Dia sudah menduga kalau Elena pasti akan menanyakan lagi perihal ketidakhadiran Denia di pernikahan mereka.

Diams menatap Elena dalam dan mengelus pipinya, "Denia pulang ke London." Elena terkejut mendengarnya, pasalnya sejak kematian orang tuanya Denia tak pernah lagi datang ke negara kelahirannya.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Elena penasaran.

"Mm... en ... entahlah, aku juga enggak tahu. Denia perginya enggak pamit sama aku dia cuma pamit sama Mamah Papah," jawab Dimas gugup. Dia tidak mungkin menceritakan alasan kepergian Denia yang sebenarnya pada Elena, bisa bisa rumah tangganya yang baru beberapa jam ini hancur berantakan.

"Kamu enggak nyakitin dia, kan?" Elena memicingkan matanya menatap Dimas curiga, pasalnya dia sangat mengenal karakter Denia. Denia tidak mungkin pergi tiba-tiba kalau tidak ada masalah besar.

"Apaan sih, Yang... Ya, enggaklah. Aku enggak mungkin nyakitin Denia." Dimas berusaha untuk tidak terlihat gugup di depan Elena. Jangan sampai isterinya tahu kebenarannya.

***

"Kamu sedang apa?" tanya Dimas pada Elena yang sedang memasak. Tangannya melingkar indah di perut rata sang isteri, memeluk tubuhnya dari belakang.

"Kamu sudah mandi?" tanya Elena pada Dimas yang masih asyik memeluk tubuhnya dan menciumi tengkuk lehernya. "Jangan kaya gitu, ikh ... enggak enak entar dilihat Mamah." Elena mencoba melepaskan tangan Dimas yang masih melingkar erat di tubuhnya.

"Emangnya kenapa, sih? aku masih pengen peluk kamu. Lagian Mamah pasti ngerti, kok. Kitakan penganten baru." Elena menggelengkan kepalanya melihat sikap manja Dimas padanya, sudah biasa baginya.

Pagi ini adalah pertama kalinya Dimas sarapan bersama keluarga Elena dengan status yang berbeda, yaitu suaminya Elena.

Suasana sarapan berlangsung hangat diiringi dengan candaan-candaan dari  kedua kakak Elena, Reihan dan Romi.

***

Waktu sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari waktu London. setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang antara Indonesi-London perempuan cantik bermata hezel itu akhirnya sampai juga di kota tempat dia dilahirkan.

GARDENIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang