Setelah berdebat tentang koper, Bright membawanya ke sebuah kamar di lantai dua, berdampingan dengan kamarnya sendiri. Kini, mereka duduk di balkon, menikmati ice cream yang diberikan oleh Bright pada pemuda itu, berusaha mengalihkan pikirannya dari kepanikan yang baru saja terjadi. Suasana di balkon penuh dengan ketegangan dan tanda tanya, sementara sorot mata keduanya mencoba membaca perasaan yang mungkin tidak diungkapkan dengan kata-kata.
"Siapa namamu?" Tanya Bright memutuskan untuk memecah keheningan yang tergantung di antara mereka. Pria yang ditanya terlihat sedikit gelagapan, ragu apakah ia seharusnya memberitahu nama aslinya pada orang asing. Namun, saat melihat sekelilingnya, ia menyadari bahwa ia sudah masuk ke dalam rumah seseorang yang belum dikenalnya sebelumnya. Bahkan mereka telah berbagi momen santai, menikmati es krim bersama dan merasakan semilir angin yang menyentuh wajah mereka di balkon. Perasaan aneh campur aduk dalam hati mereka, menciptakan hubungan yang unik dan tak terduga di antara dua orang yang baru bertemu.
"Metawin Sekala Jingga." Dia ucapkan dengan senyuman manis, sambil mengulurkan sebelah tangannya di depan Bright.
Untuk beberapa detik, ia terpaku, melihat senyuman manis dari pemuda di depannya. Senyuman itu begitu memikat, membuat matanya membentuk bulan sabit yang menciptakan keindahan tersendiri. Tak lupa, gigi kelinci yang khas, entah sejak kapan, telah menarik perhatiannya dan memberikan pesona unik pada senyuman pemuda itu.
"Hei ada apa? Apa kau ketempelan?!" Metawin menepuk lembut pipi pemuda itu setelah tidak mendapatkan respon atas uluran tangan. Orang di depannya menatap Metawin dengan penuh perhatian. Tanpa adanya reaksi, Metawin mulai menggoyangkan wajah Bright ke kanan dan kiri dengan lembut, mencoba menyadarkannya dari lamunannya yang mendalam. Suasana di sekitar mereka dipenuhi dengan ketegangan dan antisipasi atas apa yang akan terjadi selanjutnya.
'Apa ini?apa aku sedang terpana karena wajahnya itu.' Hei Bright sadarlah sekarang, sebelum kau malu nanti.
"Tidak,aku tidak suka lelaki!" Teriakannya tiba-tiba, membuat Metawin tersentak kaget. Pertanyaan-pertanyaan yang melesat ke arahnya membuatnya bingung. Siapa yang tiba-tiba menanyakan apakah dia lebih suka lelaki atau perempuan? Apakah dia sakit atau ketempelan? Meskipun berada di siang hari, dia yakin tidak ada hantu yang menempelinya. Namun, jika melihat wajahnya sendiri, mungkin saja hantu akan tertarik, tidak peduli apakah siang atau malam karena ketampanannya itu.
Metawin ingin melepaskan tangannya dari pipi Bright, namun tiba-tiba ia menahannya agar tetap memegang pipinya. Hangat itu yang Bright rasakan sekarang, seolah dunia di sekitarnya mulai terpudar. Oh tidak, Bright mulai terbuai oleh dunia yang telah ia ciptakan sendiri, dipenuhi oleh sentuhan dan kehangatan yang membuatnya lupa pada segala kenyataan di sekitarnya.
"K-kenapa menahan tanganku..." Tanya Metawin tergagap. Ia bingung karena Bright hanya terdiam, menatapnya, dan sekarang tangannya terdiam di samping pipinya. Metawin tidak tahu bagaimana cara melepaskannya, pikirannya melayang sejenak, mencoba menemukan ide gila yang mungkin bisa membantu situasi ini.
Bughh
"Akhhh, Sialan!" Umpat Bright terdengar ketika ia merasa selangkangannya berdenyut nyeri. Ia terkejut karena tiba-tiba mendapat tendangan yang membuatnya terjatuh. Suasana yang tadinya penuh dengan ketegangan berubah menjadi kekacauan.
Dengan mata khawatir, Metawin mendekati Bright yang tersungkur, terduduk di lantai. Raut wajahnya mencerminkan kekhawatiran yang mendalam. Padahal awalnya Metawin hanya berniat menendang kakinya, namun ia merasa bersalah karena tendangannya meleset dan malah mengenai sesuatu yang tidak seharusnya. Rasa malu menyelubungi Metawin saat menyadari dampak dari tindakannya yang tidak terencana ini.
"Aduh, maaf, ga sengaja! Mana yang sakit?" Dengan berulang kali meminta maaf, Metawin berusaha mengecek bagian mana yang sakit pada Bright. Namun, dengan tegas ia menghalanginya. Baginya, tidak mungkin membiarkan Metawin menyentuh adik cimi nya. Itu adalah privasi, dan hanya kekasihnya nanti yang berhak menyentuhnya dengan penuh kelembutan. Oh tidak jaga pikiranmu Bright.
Bright menepis tangan Metawin dengan gerakan mendadak, tangannya bergerak kencang seolah ingin menyingkirkan apa yang telah terjadi. Bangkit dari duduknya dengan cepat, ia merasa harus menjauh dari Metawin, pergi ke kamarnya untuk menghindari lebih banyak kekacauan. Semua ini terjadi karena Bright terlalu terlena oleh senyuman Metawin, satu senyuman yang telah menciptakan badai emosi di hatinya.
"Hei kau mau kemana?!" Seru Metawin, mencoba mencegah Bright, tetapi sosok Bright telah menghilang secepat kilat di balik pintu itu. Matanya mencari, tetapi ruangan hanya dihuni oleh keheningan yang mendalam. Ia merasakan getaran kebingungan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Pertanyaan tak terucap terlempar di udara, dan ruangan penuh dengan kekosongan yang ditinggalkan oleh Bright.
"Huhh ada apa dengannya kenapa tiba-tiba berlari seperti itu." Metawin berusaha tidak peduli, meskipun rasa penasarannya menggoda. Ia memilih melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk membersihkan diri, mengingat cuaca siang yang terasa sangat panas.
"Wah apakah ini benar kamar mandinya, kenapa lebih bagus dari kamarku di panti." Metawin merasa terpana begitu melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi yang begitu luas dan bersih. Aroma harum memenuhi udara, memberikan nuansa yang begitu berbeda dibandingkan dengan kamar mandi sederhana di panti tempat ia biasa berada. Semua ini begitu mewah dan tak terduga baginya, seperti memasuki dunia baru yang penuh dengan keindahan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Tuan tanpa nama,aku meminjam kamar mandi mu sebentar ya!" Teriak metawin, berharap Bright mendengarnya karena dia menggunakan milik orang lain jadi harus izin terlebih dahulu
Di sisi lain, Bright memasuki kamarnya sendiri, sedang berusaha mengatur nafasnya. Ia merasa bingung, tidak tahu mengapa detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Sesuatu yang tidak biasa terjadi dan perasaannya tercampur aduk.
"Ada apa denganku? Ini sangat aneh. Apa aku sakit?"
"Tidak, tidak. Kenapa jadi aku, aku terdengar aneh."
"Gue cuma cape, gue butuh tidur." Setelah meracau tidak jelas, mempertanyakan apa yang terjadi pada dirinya hari ini, Bright memutuskan untuk istirahat sebentar. Ia merasa kelelahan dan butuh waktu untuk meresapi kebingungannya.
Namun, baru beberapa menit setelah tertidur, Bright dibangunkan oleh suara ketukan pintu yang sangat keras dari luar. Sesuatu yang tak terduga mengganggu ketenangan tidurnya.
''Tuan tanpa nama! Apa kamu didalam?"
"Tuan tuan, tolong buka pintunya."
"Halooo tuan tanpa nama, aku lapar." Rengekan Metawin terdengar menjengkelkan di telinga Bright, membuatnya merasa kesal, jadi ia tetap diam, mengabaikan Metawin di luar sana.
Tiba-tiba, suara rengekan itu berubah menjadi isakan tangis kecil. Apakah ia menangis? Bright buru-buru turun dari ranjangnya, ingin menghampiri Metawin yang sepertinya sedang menangis. Bright sedikit merasa bersalah karena telah mengabaikan Metawin.
Pintu itu terbuka, menampilkan sosok Metawin yang terduduk di depan pintu. Kepalanya tertunduk, dan masih terdengar isak tangisnya mengisi ruangan. Bright merasa hatinya terenyuh, lantas ia menghampiri Metawin dengan kekhawatiran yang mendalam.
"Lo nangis?" Tanya Bright, tapi yang ditanya hanya diam.
"Maaf, jangan nangis lagi."
"Lo laper kan? Ayo makan, gue masakin."
"Mau makan apa? Bilang aja sama gue."
"Apa mau ice cream lagi?" Bright berusaha sebisa mungkin membujuk Metawin, namun tidak mendapat tanggapan apapun. Ia ingin melihat wajah Metawin yang terus menunduk.
Dengan perlahan, tangan Bright mengarah ke arah dagu Metawin, berusaha meraihnya untuk mengangkat wajah yang manis itu. Namun, sebelum tangan Bright menyentuh, Metawin langsung menatap mata Bright. Sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang terbayangkan oleh Bright ketika melihat wajah itu.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
A Roommate Error [ BRIGHTWIN ]
RandomDi sebuah sudut kota kecil, terdapat Davikah, seorang ibu yang dengan penuh kepercayaan menitipkan anak sahabatnya pada putra sulungnya, bermaksud memberikan pengalaman hidup dengan memiliki teman sekamar. Namun, takdir berkisar di sekitar keputusan...