03' Mom

196 26 0
                                    

Jennie terkapar melemah ia Tremor sebadan-badan membuatnya tak sanggup mengungkapkan sepatah dua patah dari bibir kecilnya. Ia tak sudi sama sekali menatap wajah sok khawatir sang ketos.

Dia panik, ruangan itu seolah makin menyempit dan mendesaknya. Napasnya terengah-engah. Salah Lisa lah membawa nya keruang ini. Salah Lisa lah mencoba meredam emosi Jennie diruang terkunci yang lumayan lembab ini.

"Jen, atur napas lo" ungkap Lisa,

Jennie mulai muak dengan muka Lisa ingin sekali mencabik-cabik wajah itu. Dikiranya, Jennie tidak mengetahui maksud terselubung kedekatan Rosé dengan Lisa?

Lisa meluruskan kaki Jennie, yang dengan ogah-ogahan Jennie lakukan. Kemudian ia mencoba menyuruh Jennie mengatur pernapasannya agar lebih stabil. Setelahnya ia mencoba menggedor pintu sampai akhirnya terdobrak oleh Rosé dan beberapa teman lelaki yang dibawanya.

Lisa mencoba untuk mengajak Jennie kearah UKS. "Gak usah pegang" ungkap Jennie. Membuat Lisa menatap sendu, bodoh. Tapi ia tak mau menurunkan bahkan sedikit dari egonya.

Rosé menghampiri, ia membawa satu botol air mineral. "Jennie are you okay?" tanya Rosé ekspresinya tetap datar namun tindakan Rosé dapat mengatakan sebagaimana khawatirnya Rosé terhadap Jennie.

Walaupun seumuran dengan Lisa, Rosé sudah memasuki kelas ketiga di sekolah tersebut, masuk kedalam jajaran murid akselerasi. Berbeda dengan Jennie yang masih memasuki tahun pertama disekolah itu.

"Menurut lo aja" ketus Jennie. Lisa tidak begitu menanggapi sikap jutek itu. Dia paham Jennie cemburu akan kedekatannya dengan Rosé, membuat situasi sedikit canggung. Rosé mencoba untuk memastikan Jennie tetap berjalan dengan benar ketika ingin ke UKS.

"Don't touch me" ungkap Jennie ketika mendapati Rosé mencuri-curi kesempatan ketika Jennie lengah dan membantu Jennie agar tidak terjatuh. Rosé hanya diam ditatapnya Jennie dengan tatapan teduhnya.

Rosé sama sekali tidak mengetahui hubungan antara Jennie dan Lisa. Yang dia tau dia sangat menyukai Jennie, sangat amat. Ditatapnya lagi Jennie, "Lisa bantuin gue" ungkap Jennie, "biar aku aja" tawar Rosé namun ditatap tajam oleh Jennie.

Akhirnya Lisa membantu Jennie, ruangan OSIS dengan UKS disekolah ini memiliki jarak yang terlampau jauh seperti dari Sabang ke Merauke. Kurang strategis memang namun katanya itu suatu seni jadi denahnya pun dipertimbangkan.

Lisa ditarik Rosé menjauh dari UKS, mencoba untuk menemukan tempat yang sepi. "Bisa nggak lo jangan deket-deket sama Jennie?" tanya Rosé, ia sangat geram melihat kedekatan Jennie dengan Lisa.

"Suka lo?" tanya Lisa,

Rosé hanya sedikit menatap kearah pintu coklat kayu, itu pintu UKS. "Sorry, sé. Even keluarga lo sama keluarga gue rekan bisnis gue gak akan pernah bisa lepasin Jennie. " ungkap Lisa serius.

"You are not more special than anyone else, Lalisa Antarel Manoban" ungkap Rosé, ia pergi meninggalkan Lisa dengan tangan yang ia lipat didepan perutnya. Malas berbincang lebih lanjut dengan Lisa. Keduanya memang akrab namun untuk masalah Jennie keduanya seolah menghilangkan kata "akrab" tersebut.

Lisa hanya menatap dengan sengit bahu lebar milik si perawakan tinggi yang makin lama makin menghilang dari pandangannya, sedikit menggelengkan kepala seolah ingin membuyarkan semua lamunannya.

Tepat didepan Lisa, berdiri wanita cantik dengan pakaian sederhana dan senyum menawan. Senyumnya persis seperti senyum yang dimiliki Lisa, seolah mereka tercipta sebagai duplikat. Lisa menyalimi perempuan itu. "Bunda" sahut Lisa.

"Jennie kenapa sayang?" tanya Cita-Bunda Lisa-.

"Dia panic attack lagi, Bunda" ungkap Lisa membuat Cita sedikit berdehem. "Salah siapa ngurung Jennie diruang osis, hm?" tanya Cita, Lisa menunduk. Ia merasa bersalah akan perbuatannya yang secara tiba-tiba menarik Jennie dari keramaian.

"Ayok, anterin Bunda ke UKS" ungkap Cita, ia kembali tersenyum. Ia membawa paperbag yang berisikan dumpling khas Korea yang digemari Jennie akhir-akhir ini-Mandu-.

"Jennie, kamu gak papa? Ada yang luka?" tanya Cita, dengan telaten ia meneliti setiap bagian tubuh Jennie, ia membelai halus rambut Jennie. Perilaku Cita memang berbanding tebalik dengan Lisa. "Nggak apa-apa, Bunda" namun wajah Jennie terlihat seperti memelas.

"Ini bunda bawakan Mandu buat kamu" ungkap Cita,

Cita tau kedekatan Jennie dengan Lisa, namun tidak dengan status mereka yang sebenarnya dirahasiakan dari khalayak. "Bunda udah pernah berpesan sama anak-anak Bunda yang dua ini, kalau berantam jangan pakai emosi. Tiap kali Bunda lihat kalian berantam, pasti pertengkarannya hebat walau masalahnya cuman tentang hal sepele" ungkap Cita terlampau jujur dengan nada menasehati.

Jennie menunduk, ia bukannya merasa tidak suka dinasihati namun ia merasa bahwa ia tak panatas memamerkan kesedihan dihadapan Cita. "Jennie, boleh lihat Bunda dulu nak?" bibir Jennie melengkung kebawah, ia hampir meneteskan air mata dari matanya yang memang sedari tadi berkaca-kaca.

Kalau sudah bertemu Cita, Jennie seolah kucing yang sangat turut akan perintah tuannya. Dia lebih menurut dan lebih manis dengan Cita kebanding kalau sedang berduaan dengan Lisa. Harapannya Lisa bisa berhenti mempermainkan hati perempuan dan lembut seperti Cita.

"Kalian yang punya masalah bukan? kalian yang harus selesaikan ya?" tanya Cita, ia mengulurkan tangan kanannya yang memamerkan jari kelingkingnya. "Bunda mau kalian janji jangan berantam melulu, okay?" tanya Cita, Jennie mengangguk ia menarik uluran jari kelingking itu dan menyimpulnya dengan jari kelingking tangan kanan miliknya.

"Bunda pergi dulu ya? Mandunya dihabisin, nanti biar Bunda suruh Mama kamu nyetok dirumah" ungkap Cita.

Cita pergi meninggalkan Lisa dan Jennie di UKS. Hanya berdua. Lisa sadar dia memiliki tingkat gengsi yang tinggi. Biasanya diantara keduanya tidak pernah ada yang meminta maaf terlebih dahulu. Mereka saling berantam sampai puas dan kembali berbaikan dikeesokan harinya. Tidak ada yang pernah bisa menebak hubungan keduanya.

Jennie membelakangi Lisa dan bertindak seolah acuh tak acuh akan keberadaan Lisa disana. Sama halnya dengan Jennie, Lisa mencoba bertingkah seolah dia tidak merasa bersalah. Ia berdiri memandangi Jennie beberapa saat kemudian memasukkan tangannya kesaku kantong almameternya bersiap pergi meninggalkan Jennie di UKS.

"Lo kalo ada apa-apa chat Vanessa aja ya. Gue mau rapat" ungkap Lisa, Jennie langsung mengubah posisi tidurnya menghadap arah berlawanan dan melihat punggung gagah Lisa dari belakang seolah tak rela Lisa pergi meninggalkannya begitu saja ia ingin menabahkan lagi sedikit beban hidup dikepala Lisa.

"Oh jadi lo mau gue pacarannya sama Vanessa aja?" goda Jennie namun dengan nada serius, Lisa langsung menatap dengan tatapan tajam kearah Jennie. "Kalo dia bisa ngambil lo dari gue" ungkap Lisa.

"Loh kok jadi lo yang ngatur? Pacar lo lagi lemes pontang-panting gini malah lo tinggalin sendirian giliran gue mau cari pacar yang lebih care dari lo, kok lo protes pake sok ngatur-ngatur gitu lagi" celoteh Jennie.

"Gue mau rapat" bantah Lisa,

"Lebih penting rapat lo itu? Gue gak penting?" tanya Jennie seolah memancing keributan.

"OKAY FINE!" tegas Lisa, ia terduduk dikursi tunggu ruang UKS itu. Menatap datar tubuh Jennie yang setengah bagiannya tertutupi oleh selimut bermotif vertikal hitam-putih. "Lo tidur disini" titah Jennie seolah dialah yang berkuasa. Namun percayalah, ranjang UKS hanya muat satu siswa per ranjang sedangkan Jennie ingin Lisa tidur disampingnya persis disatu ranjang.

Lisa tidak membantah ia tidur disamping Jennie. Karena proporsi badan keduanya ramping, ranjang itu masih muat digunakan mereka. "Hug me" titah Jennie membuat Lisa memeluk Jennie. "Jangan pernah ngira kita udah selesai berantam ya Lisa, gue cuman mau charge energy"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CINCIN (Jenlisa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang