Messing up

17 1 0
                                    

"William, help me for this time. Akan kubelikan hotweels kesukaanmu."

Akhir pekan yang cukup membuatku gugup. Aku—lebih tepatnya kita, aku dan William. Akan menemui Harry di hari biasa, bukan di hari kerja.

Yep, aku datang bersama William. Malam malam aku menelpon Emily dan menceritakan semuanya. Tentu saja sebagai sahabat, Emily menertawakan ku sekencang kencang nya dengan keadaanku. Aku sangat sayang Emily.

Akhirnya aku meminta bantuan William, dia hanya 3 tahun lebih tua dariku. Namun tetap saja harus ada sogokan, dasar.

"Pacar pura pura tidaklah buruk apabila ganjarannya hotweels." Ucapnya sembari tersenyum bahagia, aku hanya berdecih.

"Apa kau pernah punya pacar?" Tanyaku, jujur aku tidak dekat dengannya. Hanya beberapa kali beetemu saat mengunjungi rumah Emily.

"Tentu saja, secara aku ini tampan."

"Kau begitu percaya diri rupanya. Lalu apa pacarmu tidak marah aku—mungkin menyewamu seperti ini(?)" Dia terlihat berubah raut wajah, senyum mendapatkan 10 hotweels itu hilang. Apa aku salah bicara? Dasar Lauya!

"Im sorry, apa aku mengucapkan suatu yang tidak mengenakkan?" Was was ku. Lalu dia tersenyum menatapku.

"Norp, aku hanya teringat pacarku—i mean my ex. Dia menolak bertunangan denganku." Ucapnya tertawa hambar.

Oh my, that really hurts. By the way aku jadi mengingat pria kemarin malam yang ditolak. Tulip itu kubawa pulang dan kusimpan di meja. Siapa namanya kemarin?

"Im sorry, do i remind you of her?"

"No, its okay. Aku memang tidak akan pernah bisa melupakannya. Eleanor is the best woman I've met in my life."

Aku tersenyum melihatnya, William benar benar pria yang setia bahkan setelah ditolak. Kalau aku mungkin akan menjambak, membenc—wait jam ditanganku sudah menunjukan pukul 10—NO kita akan terlambat.

"WILL—im sorry but we are late, lets go!"

Aku langsung menarik lengannya atau aku akan terlambat naik bis. Dan restoran yang di reservasi Harry sedikit jauh, aku hanya bisa berdoa semoga aku tepat waktu atau aku akan dicurigai tidak datang membawa pacarku.

Aku pun masuk ke dalam bis dan duduk di dekat jendela, nafasku tidak teratur seperti habis berlomba lari. Aku membenarkan rambut dan bajuku agar tidak berantakan dan merasakan bis sudah mulai berjalan.

Aku sedikit lega karena tidak tertinggal bis, tapi ada suatu yang membuatku cemas. Apa ada yang aku lupakan? Tasku? Tidak. William? Ada—WAIT WILLIAM? Dimana dia? YA TUHAN!

Aku membuka jendela bis dan melihat ke belakang, terkutuk lah aku. William masih berdiri tegak di halte memandang ke arah depannya.

"WILLIAM! WILL! Sir, can you stop the bus??? Temanku tertinggal disana, please!" Aku berteriak dan meminta pada supir untuk berhenti tapi sepertinya tidak digubris. Aduh poor me.

"WILLIAM!!! Kenapa dia tidak mendengarku, ah sial bis nya makin menjauh!"

Dengan pasrah, aku kembali duduk dengan murung.

"Apa yang harus kulakukan sekarang." Baiklah sepertinya aku harus membatalkan makan siang dan membuat alasan yang relevan. Benar benar akhir pekan yang melelahkan. Setelah ini aku akan memarahi William, aku yakin dia dengar suaraku namun dia hanya diam! Dasar.

"Im sorry sir, can you stop the bus just for a moment for this lady. Kasihan temannya tertinggal bis."

Aku mendongak melihat siapa yang tengah berbicara, kurasa sudah jelas dia sedang hendak membantuku.

"Sayn??" Aku terkejut.

Dia orang yang kemarin berda di cafe, sangat kebetulan bisa bertemu—di bus. Sangat kebetulan, tapi terimakasih.

"I cant, time is gold young man." Kata supir itu.

I know, aku batalkan saja.

"Its okay Sayn, he is right time is gold. By the way, thank you." Ucapku. Dia tersenyum lalu mendekatiku.

Aku sempat berpikir, kukira dia orang kaya. Karena jujur saja jas dan kemeja yang ia pakai kemarin adalah satu brand dengan jas Harry yang sangat mahal itu. Tapi sekarang ia di bus, sama seperti orang orang biasa, dan pakaiannya hanya kemeja yang dimasukkan.

Ia duduk dikursi kosong sebelahku, astaga matanya masih sama. Sangat indah.

"Urwell, Lauya. Sebuah keajaiban kita bertemu lagi."

"Yeah, i think the same too Sayn."

"Its Zayn." Dia tertawa. Sial, salah huruf.

"Ahahha, omong omong kau mau kemana. Dan siapa pria yang berdiri di sampingmu?" Aku melirik. Perawakan yang besar, tinggi dan kekar. Ada earphone ditelinganya dan memakai tuxedo hitam yang rapi, juga kacamata hitamnya.

"Im his bodyguar—ehm"

"Dia temanku, gaya bajunya memang sangat aneh." Sela Zayn. Aku hanya mengangguk angguk saja, semua tentangnya memang aneh dari kemarin.

"Kemana kau mau pergi, Lauya? Kau telihat sangat rapi hari ini—and beauty."

Aku sangat tidak fokus sampai pujiannya tidak kudengar. Aku masih memikirkan akan menguhubungi Harry dengan alasan apa.

"Sebenarnya aku ada acara, namun sepertinya akan batal." Ucapku jujur, sial aku sangat kesal hari ini. Ada saja hambatan dimana mana. Jika tidak gara gara Harry idiot Styles, aku tidak akan sepusing ini.

"Apa itu sebuah acara penting, kau terlihat gelisah di mataku. Apa temanmu memang sepenting itu sekarang?"

Dia melihat manik mataku, terlihat sangat cemas mungkin melihat wajahku yang kusut dan gelap. Sialnya aku tidak mendengar ucapannya, aku terpana melihat mukanya yang sedekat ini. Dia seperti bukan manusia, he's unreall. Believe me.

"Hello, Lauya." Zayn menjentikkan jarinya didepan mukaku, membuatku tersadar.

"Sorry, what did you say?" Ucapku sambil menjauhkan muka, malu sekali melihatnya tertawa kecil.

"Apa itu acara penting? Kau terlihat sangat cemas karena temanmu tertinggal.. " ucapnya masih sambil tersenyum.

"Tidak juga, tapi iya. Sedikit rumit, hanya makan siang tapi aku harus membatalkannya. Karena teman bodohku itu." Duh, aku terlalu banyak bicara tentang masalah ini. Aku langsung terdiam.

TAPI, apakah aku gila jika saja aku mengajak Zayn untuk menggantikan William?? Sedikit sembrono tapi sepertinya itu tidak apa apa.. kan? Tapi tidak, kita tidak saling kenal dan aku tidak mau berhutang pada orang asing.

Tapi ide ini sangat menggiurkan, aku harus cerdas tangkas mengambil keputusan sebelum aku memutuskan bertemu Harry beberapa menit lagi. Iya atau tidak? Tidak atau iya? IYA ATAU TIDAK? Persetan malu, Harry harus diselesaikan.

"Zayn, apa kau benar mau jadi pasanganku?"

——

Thank you readers for scrolling and reading this chapter, Zayn would love you and me toooo ♡

Dont forget to comment and vote, next chapter is waiting for you!!

My Fiance - Zayn J. MalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang