15. Creepin'

109 18 0
                                    

Gendhis duduk menanti di depan ruangan milik Kenan yang masih tertutup pintunya sejak setengah jam lalu kedatangannya. Ia bagai tertampar oleh kenyataan berulang kali. Dulu, ia seringkali memperlakukan Kenan begini. Dan mungkin, mungkin ini adalah karma yang sering Kareen bicarakan.

"Talk to him, minta maaf, Gi. Tapi jangan berharap apa-apa sama hubungan kalian." Ucapan Kareen terngiang kembali di dalam kepalanya. Ia melamun mengingat apa saja yang selama ini telah ia lakukan.

"Masuk, Gi. Kenan di dalem." Sheryl yang baru saja keluar dari dalam ruangan itu menyadarkan Gendhis dari lamunannya.

"Oiya, makasih ya Mbak." Balasnya dan segera masuk ke dalam ruangan.

Kenan berdiri dari kursinya begitu Gendhis masuk ke dalam. Ia hanya terdiam. Membiarkan Gendhis yang akan memulai percakapan. Membiarkan Gendhis mengakui kesalahannya dan meminta maaf sebagaimana seharusnya.

Gadis itu terlihat begitu berbeda dari hari kemarin. Kantung matanya yang menebal seperti menegaskan jika ia tengah berada dalam kesulitan. Jika kondisinya berbeda, Kenan pasti akan menariknya ke dalam dekapan erat.

"Mas." panggilnya pelan, setelah bergelut dengan pikirannya yang merasa ia lebih baik tidak perlu kemari. Gendhis menjilat bibir bawahnya sekilas. Ia tatap lelaki di depannya yang masih berdiam diri.

Kenan tak jauh berbeda dari dirinya. Kantung matanya semakin menebal. Bahkan lelaki itu terlihat sangat kuyu, hasil dari tidak tidur semalaman.

"Aku mau minta maaf." Gendhis masih menatap Kenan. Gadis itu masih enggan mengakui kesalahannya, ia hanya meminta maaf. Kenan masih membisu, memaksa Gendhis untuk mengaku dalam keheningan.

"Maaf, karena udah ngecewain kamu." Lanjutnya. Kedua matanya mulai berair. Gendhis Ayu itu ahli sekali memainkan mimik wajah. Tetapi kali ini, ia benar-benar tulus meminta maaf karena rasa bersalahnya. "Maaf, karena bikin semuanya berantakan."

Ia menunduk. Mengalihkan pandangannya dari Kenan yang berjalan mendekatinya. Dan hal selanjutnya yang ia lakukan adalah hal yang tidak pernah Kenan bayangkan seumur hidupnya. Gendhis Ayu menjatuhkan diri, berlutut di hadapannya dengan derai air mata.

"Gendhis." Kenan segera menahan lengannya. "Jangan, berdiri, Gi. Jangan kayak gini, aku mohon."

Gendhis menggeleng kuat. "Aku minta maaf sama kamu."

"Iya, tapi jangan kayak gini. Tolong. Kamu nggak pantas kayak gini."

"Salahku banyak sama kamu." Ucapnya.

Kenan mengerti. Kedua tangannya memegangi lengan Gendhis, menahan gadis itu untuk tetap berdiri di hadapannya. "Saya cuman mau tanya, kenapa kamu harus ngelakuin itu semua, Gi? Kenapa bisa Elang?"

Itu bukan pertanyaan Kenan, itu jebakan.

Gendhis menggeleng. Ia sendiri tidak mengerti. Elang itu seperti sebuah kaca bagi dirinya. Tempat teraman setiap kali ia melakukan sesuatu. Elang itu satu-satunya orang yang melihatnya tanpa harapan apapun.

Kenan masih menanti jawaban dari gadisnya yang masih terdiam. Mereka tidak saling bersitatap meski jarak yang berada di antara keduanya bahkan tidak sampai satu jengkal. Kedua lengan Gendhis masih berada dalam cengkeraman lembut Kenan.

"Kenapa, Gendhis?" tanya Kenan sekali lagi, lebih pelan dengan harapan jika Gendhis akan menjawabnya.

Banyak sekali hal yang berkecamuk dalam kepala Gendhis. Ia masih terdiam. Terlalu banyak hal yang berlalu lalang di dalam kepalanya. Termasuk hari pertunangan mereka berdua, dimana seolah hanya ada dirinya dan Kenan di hari itu. Kenan dengan setelan jasnya yang seolah menegaskan Gendhis jika bersama dengan Kenan berarti ia dapat menggenggam dunia.

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang