Setelah Nayanika telah usai mandi dan rapi. Ia tersadar bahwa foto antara dirinya dengan Senja sudah tidak ada. Semakin yakin gadis itu kini berada di masa lalu.
“Senja, jika memang Tuhan mengizinkan aku untuk kembali bertemu denganmu dan kembali ke masa lalu. Aku akan memperbaiki semuanya.” ujarnya penuh keyakinan.
Nayanika pun bergegas ke bawah untuk sarapan. Di meja makan sudah terdapat Mamanya yang bernama Renjana dan juga seorang Kakak laki-laki bernama Anggara.
Anggara tersendiri Kakak yang begitu dingin bagi Nayanika. Meskipun perbedaan usia berpaut hanya 3 tahun, tetapi setelah kepergian Sang Ayah, sikap Anggara mulai berubah.
Dulu Anggara begitu terbuka dengan keluarga kecil yang ia miliki, tetapi setelah kepergian Sang Ayah, Anggara kini menjadi tertutup dan berbicara seperlunya.
Deja vu di diri Nayanika seketika muncul. Momen ini pernah ia lakukan dahulu kala. Mungkinkah apa yang telah terjadi di masa depan, sekeras apapun Nayanika berusaha untuk melindungi orang-orang terkasihnya tidak pergi akan berhasil?
“Mama, Kak Angga. Naya rindu sekali. Sudah lama tidak melihat kalian.” batinnya.
Mata Nayanika seketika bergelimang air mata yang siap turun kapan saja. Tetapi gadis itu berusaha agar tidak menetes saat ini juga.
“Wah Naya sudah rapi. Sini sayang makan dulu. Hari ini Mama buat nasi goreng. Ini bekalnya sudah Mama siapkan juga untuk kamu nanti makan di sekolah. Oh iya, Mama nanti harus ke Bandung karena ada pekerjaan dari perusahaan yang harus Mama kerjakan. Kamu tinggal dengan Kak Angga, ya?” ujar Renjana berdiri dari duduknya dan menaruh tempat bekal berwarna biru itu ke dalam ransel Nayanika.
“Iya, Ma.” jawab Nayanika yang kemudian bersiap untuk menyantap sarapan.
Sesekali Nayanika melihat Sang Kakak, wajahnya yang tegas itu sibuk dengan sarapannya. Memori akan dirinya dengan Anggara saat masih kecil berputar.
Tertawaan Anggara, suara Anggara, dan bahkan betapa berisiknya Anggara. Semua itu sangat Nayanika rindukan. Bahkan di masa depan, baik dirinya dengan Anggara menjadi lebih jauh setelah Renjana meninggal.
“Kak Angga nanti ada kelas?” tanya Nayanika ragu.
Anggara tidak menjawab pertanyaan Nayanika dengan suara, melainkan hanya dengan sebuah anggukan kecil. Kini Nayanika hanya berhembus kecil, bersabar. Sangat dingin sekali respon Sang Kakak.
Tok tok tok...
Ketukan pintu di luar halaman rumah terdengar di pagi hari. Bergegas Renjana membukakan pintu tersebut untuk melihat siapa yang datang di pagi hari. Nayanika sudah tahu bahwa tamu tersebut adalah Bumantara, laki-laki yang akan menjadi suaminya di masa depan.
“Eh ada Tara. Sini masuk anak ganteng. Naya lagi sarapan di dalam. Kamu udah sarapan, Sayang?” tanya Renjana mempersilahkan Bumantara untuk masuk ke dalam rumahnya.
“Sudah Tante,” jawabnya tersenyum.
Sesuai dugaan dan tebakan Nayanika bahwa tamu tersebut adalah Bumantara. Karena setiap berangkat sekolah ia selalu bersama Bumantara. Bahkan rumahnya bersebelahan sedari mereka masih di dalam kandungan.
Sorot mata Bumantara langsung menyipitkan matanya tajam ke arah Nayanika. Sudah tahu minus, tetapi enggan memakai kacamata. Siapa lagi jika bukan Bumantara.
“Pagi calon gue!” sapanya penuh keceriaan.
Seketika Anggara memperhatikan keduanya dengan tatapan dingin. Lalu Bumantara mendatangi Nayanika yang sedang menyantap sarapan dengan wajah yang begitu ceria.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Go
Fiksi RemajaKetika kita pergi. Yang dulu sangat saling menyayangi, kini hanya tersisa sebuah akara. Tidak mengapa jika hanya sementara, namun ternyata adiratna itu pada nyatanya adalah anatya. Akankah kita bisa kembali seperti dahulu kala? Ataukah semua yang te...