4. Tertangkap

26 8 7
                                    

Kami tertangkap. Wajah kepala sekolah dan guru BK sekolahan kami nampak tidak percaya dengan tiga murid di hadapannya. Aku memasang wajah takut, Kaisar memasang wajah cemberut, dan Ilham memasang wajah kusut. Lebih tepatnya ngantuk, kenyang setelah makan bakwan.

Arkan sudah pergi beberapa menit lalu setelah menulis pernyataan.

"Kalian satu tim?" tanya Pak Andre selaku guru BK.

"Ya!" jawab kami bertiga serempak.

"Tidak kumpul ke aula?"

"Ya!"

"Malah bolos?"

"Ya!"

Wow. Boleh juga kekompakan kami.

Pak Andre memandang kami bertiga lagi. Menghembuskan napas lelah lalu berpaling memandang kepala sekolah yang sejak tadi memasang wajah serius. Mengelus-elus janggut putihnya, matanya menatap kami bertiga secara bergantian. Aku, Kaisar, Ilham. Begitu terus sejak tadi hingga membuatku sedikit risih. Tapi mau bagaimana lagi. Kami memang tim paling aneh di Ayodhya.

"Anak beasiswa non akademik yang muncul setelah tiga tahun, siswa nomor satu, dan... preman?"

Aneh kan? Kalau begitu cepat bubarkan kami! Kenapa juga kami disatukan menjadi satu tim. Lihatlah betapa berbedanya kami. Tapi untung saja Kepala Sekolah menyebutku sebagai 'anak beasiswa non akademik' bukan 'orang paling miskin di sekolahan' karena biasanya anak lain menyebutku begitu. Si miskin bodoh yang cuma mengandalkan satu bakat.

Kalau kalian ingin tahu beasiswa di sekolahan ini dipatok dengan nilai yang sangat tinggi. Itu dikarenakan murid beasiswa akan diberi keringan nol persen di segala hal, mulai dari asrama, spp, biaya kegiatan dan uang tunjangan setiap bulan. Kamar murid beasiswa lebih bagus dari pada murid biasa karena mereka adalah murid istimewa, SPP di sekolahan ini juga sangat mahal, kegiatannya pun bukan kaleng-kaleng.

Sayangnya kuota besiswa yang di sediakan di Ayodhya hanya dua. Satu untuk jalur akademik dan satu untuk jalur non akademik. Hampir setiap tahun ada murid yang meraih jalur akademik namun sudah tiga tahun sebelum aku datang, beasiswa non akademik tidak mampu ditaklukan. Hingga tahun-tahun sebelumnya hanya ada satu murid beasiswa di sekolahan ini yang menjadi pusat perhatian dan murid buangan. Fasilitas yang diberikan Ayodhya memang istimewa tapi penghuninya menganggap murid beasiswa sebagai sampah.

Aku melakukan tes beasiswa non akademik setelah di paksa oleh ayahku. Alasannya karena ekonomi kami yang sulit dan melilit sampai-sampai membuat perut menjerit. Ya, kadang-kadang kami tidak makan nasi. Hanya makan hewan buruan yang ayah dapatkan dari hutan karena tidak mampu membeli beras. Akhirnya karena memikirkan kehidupan yang begitu sulit aku pergi ke salah satu kota tersohor di Negeri ini dan melakukan tes beasiswa di SMA Ayodhya, sambil diantar ayah tercinta. Aku melakukan tes di depan pemimpin yayasan langsung.

Ayah pulang, Direktur yayasan melengos dan memberiku titah lolos. Membuatku melongo. Aku baru menyelesaikan satu tes. Akhirnya aku hanya bisa memasang wajah bodoh sambil memeluk harapan untuk tiga tahun ke depan.

Kembali pada saat ini, Kepala sekolah berdiri dari duduknya. Memasang wajah berwibawa yang tenang. "Seharusnya kalian menjadi tim yang paling bisa diandalkan," ucapnya sambil memunggungi kami.

Tolong ya jangan berharap pada kami!

"Saya tidak siap melakukan kerja tim. Ada sesuatu yang harus saya urus." Kaisar berkata dengan tenang.

Ah suaranya... pantas di kelas, di perpustakaan, di kantin, bahkan di lorong-lorong koridor nama Kaisar selalu disebut-sebut oleh para perempuan. Dia memang mempesona. Persis seperti namanya, Kaisar.

Team A: Survival CompetitionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang