Sesi foto itu telah berakhir dengan selesainya foto ke 12 tim dari Ayodhya. Kami berjalan menuju ruang olimpiade sekolah. Aku, Ilham, dan Kaisar berjalan paling belakang. Kami baru saja tiba setelah sempat menyelinap di kantin sebentar, membeli minum. Sebenernya ingin sekalian makan bakso tapi waktu yang kami miliki tidak panjang.Kaisar mendelik padaku dan Ilham yang sedang menyeruput es cekek. "Cepat habiskan!"
Kaisar tentu tidak akan membiarkan kita mengotori ruang khusus latihan olimpiade ini. Semua orang tahu, dia adalah penghuni tetap ruangan ini.
"Sabar, segar sekali nanti beli lagi ya." Ilham tanpa dosa memperlihatkan gigi-gigi rapinya. Meminta traktiran pada Kaisar untuk kesekian kalinya.
Aku tersenyum. Es cekek tidak akan membuat Kaisar bangkrut, hanya saja sejak kapan kita bertiga menjadi dekat? bahkan sejak tadi pagi, kami tidak terpisah sama sekali.
Senangnya punya teman.
"Tinggal sedikit lagi. Dimana tempat sampahnya?" tanyaku menghabiskan tetes terakhir dari es yang kuminum. Kaisar menunjuk tempat sampah di pojok depan ruangan.
Aku bergegas membuang sampah. Ilham khidmat sekalian menitip. Preman itu memang pemalas, tadi saat membeli dia juga menitip sekarang membuang sampah menitip lagi. Karena tidak ingin berdebat dan kita memang sudah terlambat, aku cepat-cepat membuang sampah milik kita berdua.
Dari arah yang berlawanan, tiga siswa berjalan mendekat. Aku mengenali salah-satunya. Dia, perempuan yang beberapa hari lalu menjambak rambutku. Kami berpapasan, bisa kulihat bibirnya yang tebal menyugingkan senyum licik. Di sampingnya ada dua lelaki yang memiliki tubuh besar seperti raksasa.
"Hai, Kai. Lama tak terlihat." Salah-satu laki-laki yang berjalan bersama Ana tadi menyapa Kaisar. Anehnya Kaisar hanya diam, dia tak menjawab sapaan si raksasa itu.
Merasa diabaikan, tiga orang itu melanjutkan perjalanan dan masuk ke ruang olimpiade. Eh, ruangan olimpiade? itu artinya mereka juga termasuk bagian dari tim. Kenapa aku tidak memperhatikannya. Ah, itu karena saat pembentukan tim di aula, kami direcoki Ilham yang tiba-tiba datang dari gudang, lalu kami bolos di pertemuan, tadi pagi setelah foto kami kabur ke kantin. Itu sebabnya aku tidak tahu kalau pembuli gila itu juga bagian dati tim Ayodhya.
"Ini gawat, Air." Ilham memekik saat aku baru saja sampai.
"Apanya yang gawat?" Aku bertanya santai. Kaisar hanya diam.
"Si bongsor itu, yang badannya segeda gapura kabupaten itu. Dia dulu musuhnya Kaisar, kalah saat pemilihan Ketos dan Waketos," ujarnya panik. "Seharusnya tadi kamu melihat wajahnya. Dia menantang kita." Ilham lagi-lagi panik sendiri. Lebih tepatntya mendramatisir keadaan. Lebay betul preman yang satu ini.
Aku menengok pada Kaisar. Wajahnya santai saja. "Bagaimana, Kai?" tanyaku pada yang bersangkutan.
"Apanya yang bagaimana?" Kaisar hanya menarik satu sudut bibirnya. "Itu urusan mereka. Lagi pula aku sudah terbiasa menjadi sasaran iri hati orang-orang." Aduh, sombong sekali orang ini. Tapi sepertinya itu memang benar, siapa pula yang tidak iri dengan kehidupan Kaisar. Sudah kaya, tampan, pitar pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Team A: Survival Competition
FantasiaSMA Ayodhya memiliki tradisi yang mengerikan. Mereka mengelompokkan murid-murid terpilih ke dalam Tim sebagai ajang perlombaan. Sebenarnya tugas para tim hanya berlomba untuk membuat proyek tebaik. Namun, ada satu kegiatan wajib yang harus para tim...