iv. ?

131 18 0
                                    

Waktu terus berjalan dan tidak akan pernah berhenti, dan bagi Jimin waktu berjalan sangat cepat. Sejak semalam ia terjaga dan tidak bisa tidur memikirkan alasan apa yang akan ia katakan pada Jungkook. Pemikirannya buntu, merasa tidak bisa mengelak, ia memutuskan untuk jujur saja. Dan sekarang Jimin tengah duduk di dalam studio, Jungkook belum datang mungkin ia belum selesai olahraga pagi.

Gelisah Jimin tak kunjung mereda, detak jantungnya terasa sangat cepat, perutnya terasa mulas dan mual. Dia ketakutan, seperti akan menghadapi ujian. Jimin turun dari sofa duduk bersila di lantai, memulai meditasi untuk menenangkan diri. Jimin juga memasang earphone di kedua telinganya dan memutar musik untuk bermeditasi.

Jimin mulai memejamkan matanya, menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Diulangi terus menerus hingga dirinya mulai merasa rileks. Suara musik dengan latar belakang alam membuat tubuhnya semakin rileks. Jimin membayangkan dirinya sedang bersantai di tengah hutan, diiringi dengan suara kicauan burung dan angin yang menggoyangkan pepohonan sehingga menimbulkan suara-suara daun pohon yang saling menyapa. Angin-angin di hutan itu terasa nyata, Jimin bisa merasakan angin tersebut menerpa wajahnya.

'Tunggu, kenapa anginnya seperti mengeluarkan air? Apakah ini gerimis!'

Jimin refleks membuka matanya dan melihat bahwa Jungkook ada dihadapannya. Wajah mereka sangat dekat karena ternyata Jungkook lah sang pembuat angin tersebut. Jungkook meniup-niup wajah Jimin dengan lembut pada awalnya namun karena lama kelamaan Jimin tidak sadar juga, akhirnya Jungkook meniup wajah Jimin dengan kencang sehingga liur Jungkook ikut tertiup ke wajah Jimin.

"AAAKK!". Jimin mundur kebelakang punggungnya menabrak sofa. Jungkook yang melihat hal tersebut ikut meringis tetapi tetap melanjutkan tertawanya.

"Jungkook-ssi ampuni aku, sungguh aku bersalah, maafkan aku yang semalam, jangan pecat aku. Kalau aku dipecat aku akan jadi gelandangan lalu tidak bisa bertahan hidup dan mati." Jimin mengambil posisi seperti sedang bersujud kepada hamba yang sedang memohon pada sang raja. Padahal baru dua hari dirinya menjadi manajer Jungkook, ada-ada saja rintangan hidupnya.

Jungkook terdiam, dia sungguh tidak marah. Ia malah semakin tertarik untuk berteman dengan Jimin-ah lebih tepatnya mengusili Jimin. Sepertinya akan sangat seru bukan?

Sepertinya Jungkook akan sedikit ber-drama untuk mengusili Jimin, ia akan berpura-pura marah agar Jimin mau melakukan hukuman kecil.

"Bangkit, Jimin."

Jungkook kini mendudukkan dirinya di sofa menyilangkan kakinya lalu bahunya dibiarkan bersandar. Dagunya diangkat lalu menatap Jimin yang masih duduk bersimpuh dihadapannya.

"Kau tahu kan, aku ini sangat selektif dalam memilih manajer?"

"Ya, Jungkook-ssi."

"Jadi, bisa jelaskan apa arti dari username id chatmu?"

"Jadi seperti yang kau ketahui, namaku adalah Park Jimin. Lalu karena suatu alasan aku tidak menyukai margaku jadi, aku menggunakan nama Jeon sebagai gantinya karena jujur saja aku adalah fansmu. Aku menyukai hasil karyamu, lagu-lagumu, tarianmu, kau hebat dalam berbagai hal, dan aku menyukai sikapmu yang seperti anak-anak itu menggemaskan."

Jungkook hanya diam mendengar Jimin yang kelewat jujur, tebakan Jungkook soal Jimin yang menyukainya tepat sasaran. Kalau salah menebak, habis sudah Jungkook akan merasa malu karena sudah teramat percaya diri mengatakan hal seperti itu ke Jimin. Selain itu, Jungkook sekarang merasa tersanjung dengan pujian Jimin, ini pertama kali dalam hidupnya dipuji oleh sesama pria. Dapat dikatakan bahwa Jimin adalah fanboy pertama Jungkook.

"Baiklah terimakasih karena sudah jujur, lagipula kau tidak melakukan hal yang fatal. Tetapi, tetap saja kau mencuri margaku, nama depanku. Kau akan tetap dijatuhi hukuman" tegas Jungkook.

"Aku siap menerima apapun hukumannya asal jangan pecat aku, Jungkook-ssi." Jimin mebungkukkan punggungnya yang masih dalam posisi bersimpuh.

"Hukumanmu akan kuputuskan nanti malam setelah pulang dari shooting acara talk-show."

Jungkook bangkit dari duduknya lalu menuju pintu, "Selagi aku mandi, buatkan aku sarapan atau belikan saja sarapan. Aku akan ada di apartemenku."

"Baiklah, Jungkook-ssi."

Melihat Jungkook keluar membuat Jimin bernapas lega, ia merebahkan dirinya diatas lantai. Merasa pegal akan posisi bersimpuh barusan, Jimin meregangkan tubuhnya sehingga tulang-yulangnya berbunyi. Sekarang Jimin harus bergegas mencarikan Jungkook makanan untuk sarapan, sialnya ia lupa bertanya Jungkook ingin makan apa. Jimin sudah mengirim pesan namun Jungkook tidak membalas, ya wajar saja dia kan sedang mandi.

Sembari menunggu Jungkook membalas pesan, Jimin pergi ke minimarket yang terletak kurang lebih dua ratus meter dari agensi menggunakan sepeda. Sudah sepuluh menit berlalu pesan Jimin belum dibalas juga. Jimin mondar-mandir di dalam supermarket sambil melihat-lihat makanan apa yang harus ia berikan pada Jungkook. Setelah membuat pertimbangan akhirnya Jimin memutuskan untuk membeli bahan masakan saja, ia akan memasakkan Jungkook katsukare ala restoran Jepang. Jimin juga membeli bolu pisang, susu pisang, dan kimchi untuk dimakan nanti.

Tebakan Jimin, pasti kulkas Jungkook kosong karena selalu makan-makanan restoran cepat saji dan hanya ada makanan instan, hal tersebut adalah gaya hidup yang tidak sehat. Apalagi Jungkook sedang membangun otot pastinya diperlukan protein dari masakan yang beragam. Selesai berbelanja, Jimin pergi menuju apartemen Jungkook yang letaknya hanya seratus meter dari minimarket.

Jimin memarkikan sepedanya ditempat parkir sepeda, lalu pergi menuju lobby menanyakan alamat kamar Jungkook pada petugas keamanan. Jimin menunjukkan kartu tanda karyawan yang bertuliskan foto serta nama Park Jimin sebagai manajer Jungkook.

Sesampainya Jimin di depan pintu apartemen Jungkook, Jimin menekan bel tak lama kemudian Jungkook keluar dengan rambutnya yang masih setengah kering.

Jimin menjelaskan bahwa ia akan memasak terlebih dahulu, anggap saja sebagai permintaan maaf. Untuk mengganjal perut, Jimin memberikan bolu pisang dan susu pisang yang tadi dibeli olehnya.

Jadwal Jungkook dari pagi hingga siang nanti sedang kosong, hanya ada jadwal sore hari yaitu untuk shooting acara talkshow yang akan ditayangkan di televisi. Jungkook tidak sesibuk idol lain karena Jungkook masih belum lama debut dan ia berasal dari agensi kecil. Jungkook juga baru saja melakukan comeback sekitar tiga bulan yang lalu. Jadi, untuk sekarang ia hanya akan melakukan shooting dan pemotretan iklan saja.

Tentu saja Jungkook terkenal karena lagu-lagunya yang enak didengar, suaranya yang bagus, dan juga wajahnya yang memiliki fitur wajah kelinci sehingga nampak imut. Tetapi, Jungkook hanya populer dikalangan wanita, karena memang target pasarnya adalah para wanita. Popularitas Jungkook dikalangan pria mungkin hanya sekitar dua persen, sangat rendah bukan? Karena Jungkook dituntut untuk bersikap manis di depan umum. Yah padahal dalam kehidupan nyata, Jungkook berbadan tinggi dengan otot yang kekar, juga tangannya dipenuhi tato. Setiap Jungkook hendak tampil, ia selalu menutupi tato nya dengan makeup, plester, atau menggunakan sarung tangan.

"Makanan siap", Jungkook yang tengah merebahkan tubuhnya di sofa sambil menonton televisi pun menoleh dan bergegas menghampiri Jimin yang tengah melepas apron.

"Kau ingin makan di depan televisi atau makan di meja makan saja?" tanya Jimin.

"Di depan televisi saja."

"Baiklah." Jimin mengangkut makanan yang telah dimasaknya menuju meja di depan televisi, Jungkook juga ikut membantunya membawakan peralatan makan dan sebotol orange juice berukuran besar dari dalam kulkas.

"Jadi, mari kita cicipi masakan chef Jimin," Jungkook tersenyum, sudah lama ia tidak memakan masakan rumahan.







To be continued.

Haiiiii apa kabar kalian? Maaf ya udah lumayan lama gak update bcs aku sibuk uas kuliah hehe. Btw cerita ini bakal lumayan panjang gais, tapi ringan-ringan aja kok konfliknya.

Enjoy!! see u next chap💘

Manager ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang