Mahluk Visualisasi

10 3 0
                                    

"Raaaaaa! Anjir ada guru baru!"

Mood Lyra yang sedang di atas awan langsung terjun bebas mendengar pekikan Aisyah yang saat ini tepat berdiri di depannya. Menghadang Lyra diambang pintu kelas dengan senyuman yang jauh dari kata adem.

Teman sebangku yang memiliki nama indah namun minus akhlak itu, menarik tangan Lyra disaat masih menormalkan detak jantungnya yang berdebar.

Lyra memaki dalam hati. Rasa-rasanya dia tak melakukan kejahatan besar hingga ia harus terlihat seperti maling ayam yang digeret satpam seperti saat ini.

"Bisa nggak sih Syah, sambutannya nggak usah yang bikin ngajak duel!" omel Lyra dengan tangan menghempas tas pada kursi.

Hilang sudah hari cerahnya karena pemberitahuan selanjutnya dari Aisyah benar-benar membuat Lyra bad mood.

"Ssssstttt!!!"

Kan ... bukannya nyaut! Lyra malah mendapat lima jari kanan Aisyah yang membekap mulutnya.

"Guru baru kita kek Chef Juma! Idola lu!" sambar Aisyah berbinar setelah menarik tangannya.

"Idola situ kali. Ya kali gue ngidolain orang sensian," sewot Lyra yang tentu saja tak bisa menembus ketebalan telinga Aisyah.

Malas untuk mendapatkan cap lima jari lagi pada mulutnya. Mana tangan Aisyah bau pete. Kan jadi pengen makan!

Dan guru baru yang mulai santer diperbincangkan itu ternyata akan menjadi wali kelas Lyra.

Oh my ...

Pantas saja kelas riuh bak pasar burung. Sepertinya cuma Lyra yang tak tahu paras Guru baru tersebut, melihat separuh lebih penghuni kelas yang saling bertukar pendapat tentang Sang Guru baru.

"Lyra, lu belum tahu aja kek mana itu rupa Pak Guru kita," ucap Aisyah membela diri, "Tinggi, terus mukanya tipe-tipe bangsul-bangsul mempesona!" girang Aisyah tanpa mengurangi volume suaranya.

Lagi ... Lyra merapatkan kelopak matanya plus kedua tangan yang sigap melindungi indra pendengarannya dari lengkingan suara Aisyah, sama seperti para penghuni kelas itu.

Apa katanya! Bangsul-bangsul mempesona?

"Berisik Syah!" peringat Habibi Sang Ketua Kelas yang sepetinya sudah kesal.

Namun tentu bukan Aisyah kalau tidak berani membalas tatapan sengit Habibi dengan pelototan andalannya.

"Afwan Ya Habibi," sahutnya sembari menangkup dua tangan di dada. Suaranya pun dibuat selembut mungkin namun masih dengan mata yang melotot.

Mirip Suzanna yang sedang ditawari sate sama Si Mamang.

"Sorry Bi, tadi Aisyah telat nelen obatnya."

Lyra mencoba mencairkan suasana karena memang Habibi dan Aisyah menjadi musuh entah sejak kapan. Kalau kata Aisyah sih sudah dari jaman obat kuat.

Sedang Habibi hanya bergumam menanggapi Lyra dan kembali membaca buku, setelah berhasil menenangkan kelas yang memang cukup riuh karena akan kehadiran guru baru untuk menggantikan Bu Siska, wali kelas sebelumnya yang cuti melahirkan.

Sebenarnya dua tahun masa abu-abu Lyra tenang dan damai. Ia tak suka menjadi salah satu murid yang menonjol. Selalu duduk di bagian belakang dan sebisa mungkin menghindari hal-hal yang akan menyorot dirinya.

Mungkin bagi orang lain masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan. Tapi tidak berlaku pada Lyra.

Berusaha semaksimal mungkin agar nilainya tak turun adalah hal yang selalu Lyra perjuangkan. Jangan sampai Abangnya kecewa karena dialah yang saat ini menjadi tulang punggung untuk hidup Lyra dan Mamanya.

Gemy Vs LyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang