art gallery

270 38 2
                                    



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tidak sesuai dengan yang dibilang Minjeong kemarin, mereka berdua tidak sering bertemu. Ini sudah tiga hari dan Jimin belum melihat Minjeong lagi.


“Apa mungkin dia bunuh diri lagi?!” Jimin memegang kepalanya menggunakan dua tangannya, dengan wajah yang kebingungan dia berusaha menebak-nebak dimanakah Minjeong berada.


Karena selama tiga hari itu juga, Jimin tidak pernah sekalipun bertemu dengan Minjeong. Jimin sama sekali tidak bisa menemukan Minjeong di Sekolah!


“Ngapain aku mikirin dia coba?!” Jimin mengangguk, dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa Minjeong pasti baik-baik saja.

“Dia siapa?”

Jimin terlonjak kaget, dia menoleh ke belakang dan melihat Minjeong masih dengan memakai seragam sekolahnya. Iya, Kim Minjeong! Gadis yang selalu Jimin khawatirkan, gadis yang sudah tiga hari tidak ada kabar.


Akhirnya hatinya tenang mengetahui Minjeong baik-baik saja.

“Kamu, kemana saja?” Tanya Jimin.

Minjeong tertawa pelan, “kamu seperti orang kebingungan, kenapa? Kamu merindukanku?”

Jimin mengalihkan pandangannya, “tidak.”

“Eyy sekarang kamu berbohong.”


Jimin tidak mau menjawab, dia fokus menatap ke depan dan melangkah maju. Minjeong berusaha menyamakan langkahnya, dan sepertinya si Kim sedang dalam kondisi hati yang gembira, bisa dilihat dari wajahnya  yang cerah dan senyumnya yang lebar.

Syukurlah, kondisinya menjadi lebih baik.


Mereka berdua pun duduk di salah satu bangku yang ada di taman dekat Sekolah, menikmati waktu di sore hari sembari mengobrol tentang diri mereka sendiri supaya kenal lebih dekat lagi.

Kim Minjeong ternyata adalah anak tunggal, dia tinggal tidak jauh dari Sekolah, maka nya gadis itu memilih untuk Sekolah di SMA Garuda karena jarak rumahnya tidak terlalu jauh.

Jimin semakin tertarik untuk lebih tahu banyak tentang gadis bernama Kim Minjeong, dia terus memancing Minjeong untuk memberitahu lebih banyak tentang dirinya.

Tetapi Minjeong juga ingin mengetahui banyak tentang Jimin. “Stop membicarakan tentangku, sekarang giliran mu. Apa yang kamu suka?”

“Aku suka melukis.”

“Kamu ingin menjadi seniman?”

“Tidak, ibuku tidak akan mengizinkannya.”

“Kenapa?”

“Katanya aku akan mati kelaparan jika menjadi seorang seniman.”

“Ibu mu ingin kamu menjadi apa memangnya?”

“Kakak ku meninggal dunia saat dia sedang kuliah semester 5 dan ibu memintaku untuk melanjutkan mimpi kakakku yang tidak terwujud itu. Katanya supaya kakakku senang disana.”

Minjeong berdiri, “ayo.”

“Kemana?”

“Kita ke art gallery.”




>~<




Kedua mata Jimin berbinar senang, rasanya sekarang dia sedang berada di tempat yang tepat, dan rasanya lebih nyaman daripada rumahnya sendiri.

Minjeong pun tersenyum saat melihat Jimin menikmati waktunya di art gallery, dia mengekor kemanapun Jimin pergi. Mereka berdua melihat semua lukisan dan karya-karya yang ada di art gallery tersebut, tidak ada yang mereka lewatkan.


Selama di sana juga, Jimin bahkan lupa akan keberadaan Minjeong. Dia baru sadar saat mereka berdua sudah keluar dari art gallery.

“Maaf Minjeong, aku terlalu sibuk mementingkan diri sendiri.” Ucap Jimin, merasa tidak enak karena tidak sengaja melupakan Minjeong, padahal gadis itulah yang mengajaknya kemari.

“Tidak apa-apa, yang penting kamu senang.” Balas Minjeong, dia memegang tangan Kanan Jimin. “Sebagai gantinya kita pergi ke pantai, dan kamu harus memegang tanganku terus, biar aku tidak diabaikan lagi.”

Jimin perlahan tersenyum, dia pun mengangguk. “Siap!”

“Minjeong-ah.”

“Hmm?”

“Bolehkah aku menggambar mu?”

Minjeong mengangguk cepat dan ia juga menunjukan senyuman manisnya. “Tentu.”

“Aku ingin membuat ruangan yang isinya lukisan mu semua.”

“Kenapa lukisanku?” Tanya Minjeong, dia tentunya bingung. Masih banyak lukisan lain yang bisa Jimin pajang dan buat.


Jimin berhenti melangkah, ia berbalik untuk melihat Minjeong dengan benar. Rasanya damai dan rasanya seperti kembali ke rumah. Jimin menatap wajah cantik itu, mengabadikan dalam kepala untuk bisa diingat suatu hari nanti.


“Kamu terlalu berharga, dan sesuatu yang berharga tidak boleh dilupakan. Dan jika bisa, aku ingin memamerkannya ke semua orang.”

“Kamu terlalu berlebihan, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik loh.” Minjeong tersenyum malu sembari memukul pelan lengan Jimin.

“Ini bukan sesuatu yang berlebihan, aku berbicara tentang fakta.”


Bagaimana bisa perasaan yang aneh muncul hanya dengan satu pertemuan? Apakah ini yang mereka sebut dengan pandangan pertama? Ternyata cinta begitu sederhana. Apapun istilahnya, untuk saat ini keduanya menyukai perasaan aneh itu.


Minjeong mengambil langkah ke depan, meninggalkan Jimin di belakang. “Belajarlah dengan giat, Jimin. Aku ingin lukisanku dijual mahal sekali harganya, sampai-sampai tidak ada orang yang mampu membelinya.”


“Itu permintaan yang mustahil, tetapi baiklah nyonya, aku akan berusaha memenuhi permintaan mu.”


To be continued...

ada yang suka melukis juga?

Cinta itu sederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang