Happy reading
•°•°•°•°•°;•°•°•°•°•
Seperti biasa setelah sarapan, hari ini pun Nana bermain di ruang keluarga.
Tadi paman –yang nana ingat saat perkenalan dengan moma, adalah kakak ayah– membawa nya ke Moma. Dirinya kembali ditinggal. Moma yang sibuk dengan produk baru, katanya. Ayah yang tidak lagi terlihat dan banyak orang lain yang juga sama sibuknya.
Ditemani alat gambar pemberian Moma dan segelas air putih, Nana kembali mengisi bagian kosong buku gambar.
Gambar singa, sekarang Nana akan warna-in singa.
Tapi, ada yang berbeda dari rutinitas ini. Entah bagaimana ada paman menakutkan di samping nya. Bukan di samping nya, karena Nana duduk bersila di karpet sedangkan paman itu duduk di atas kursi empuk.
Kalian ingat kan dengan paman yang sepertinya tidak suka dengan Nana. Nah, orang itu yang sekarang dengan gaya sok angkuh nya duduk bersilang kaki di sofa. Raut mukanya datar sekali. Tangannya sibuk mengotak-atik benda tipis yang mengeluarkan cahaya. Benda yang pernah di pinjamkan ayah padanya.
Apakah semua orang besar itu berwajah seram seperti itu?
Mirip apa ya? nana pernah melihat ekspresi seperti itu saat di rumah besar. Ah, mirip tokoh di buku cerita yang diceritakan bibi Elis. Namanya monster merah. Penculik anak-anak nakal. Tapi kan, Nana tidak nakal. Kenapa paman itu berekspresi seperti itu di dekat Nana ya?
Meski diliputi rasa penasaran dan sedikit perasaan takut, dia tetap melanjutkan rutinitas mewarnai nya.
Cukup lama dan sangat tenang. Adik ayah, shankara sibuk dengan tablet-nya sedang Nana sibuk meng-gradasi Lion-nya.
Suasana akan tetap bertahan seperti itu sampai jam makan siang, seharusnya. Tapi agaknya hari ini sedikit kekacauan terjadi.
Anak baru kakaknya merusak tumpukan laporan penelitian milik shankara dan deadline tugas ini 2 jam lagi. Matanya memejam erat, buku-buku tangannya memutih akibat di genggam erat.
Sialan.
Kronologinya seperti ini, Nana sudah selesai dengan gambar singanya. Seperti biasa pasti di samping Nana ada segelas air putih yang menemani. Anak kecil itu hanya berniat membereskan peralatan menggambarnya, sebab dia tahu sebentar lagi anggota keluarga yang lain akan pulang dan makan bersama.
Nana yang bersemangat tidak sengaja menyiku gelas minumnya.Pyar. Airnya tumpah mengenai berkas dan gelasnya pecah membentur lantai.
Nana spontan berdiri. Raut takut dan bingung mendominasi di wajah mungilnya. Tangan bergetar nya bergerak.
"Maaf, maaf. Tidak sengaja. Nana minta maaf paman." Berulang kali.
"Sialan, apa kau tau tugas ini penting hah!" Ujaran shankara dengan nada tinggi mengisi udara kosong di ruang tamu.
"Maaf, maaf. Nana minta maaf."
Tangan Nana makin bergetar di setiap pengulangan kata maafnya.Anak itu kini berjongkok, berniat membersihkan serpihan kaca di dekat kaki sang paman. Tapi sebelum tangannya menyentuh, lebih dulu di dorong oleh kaki paman nya. Tidak keras tapi bisa membuat anak mungil itu terjerembab ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sound from Heaven
FanfictionNana itu bisu dan tuli. Sejak kecil dunianya hanya seputar rumah besar berisi teman-temannya dan bibi baik. Maka ketika Satwira Mahagar muncul dan memperkenalkan diri sebagai ayah dan keluarga. Dia bingung. 'Apakah selama ini panggilan seperti itu...