CHAPTER 5

152 28 3
                                    

Cinta tetaplah cinta. Pengorbanan seperti apapun tidak akan disebut sebagai pengorbanan.

____________

I (don't) Love You
________________________

♥︎♡♥︎

PRRRIIIIIITTTTTT

Peluit dibunyikan, tanda permainan berakhir. Tim Hyunjin melawan Tim Jeno dalam basket. Berakhir dengan kekalahan si Hwang, selisih satu angka.

Dia menendang bola itu untuk menyalurkan kekesalan.

“ARRRGGH BRENGSEK!!”

Bola memantul setelah menabrak pagar kawat dan hampir melukai seorang siswa berkaca mata disana. Siswa itu pergi dengan mengumpat namun takut untuk memandang Hyunjin yang kelewat marah.

Jeno menghampirinya dengan seringai mengejek penuh kesombongan. Mark dan teman-temannya mengikuti dibelakang untuk berjaga-jaga jika mereka berkelahi untuk yang ke sekian kali.

“Lihat?! Kau memang payah!” Jeno tertawa dengan kelegaan luar biasa. “Kau pecundang, Hwang!!” ucapnya lagi.

“Diam kau brengsek!! Kau pasti curang!”

“Nyenyenyenye.... akui saja Hwang!! Kau memang kalah.” Jeno memperhatikan wajah lawannya yang merah padam. Dia kembali memberikan seringai menyebalkan. Bibirnya tertarik sebelah. Memberikan cemoohan.

“Jeno, cukup.” Guanlin memperingati. “Kita sudah menang. Abaikan saja.”

“Mereka memang pecundang, mau apa lagi?!” Mark menutup mulutnya lalu menampar bibirnya berulang kali. Bisa-bisanya dia kelepasan bicara. Padahal dia hanya berniat dalam hati.

Tim dari Hyunjin pun tersulut emosi. “Apa kau bilang?!” Bangchan yang semula tidak ingin ikut campur karna kelelahan bangkit berdiri.

“Tidak. Jangan dengarkan dia. Dia sedang gila.” Guanlin menengahi tidak ingin terjadi keributan.

“Tim-mu memang pembuat onar.”

“Jika kalah, diam saja.”

“Bajingan brengsek!”

Entah siapa yang memulai terlebih dahulu. Kedua tim itu sudah saling serang dan berkelahi juga mengumpati satu sama lain.

Jaemin dan beberapa siswa-siswi lain yang membeli minuman terkejut dengan keadaan kisruh di lapangan. Sampai semua dihentikan guru yang sedang mengajar kembali dari ruangannya.

Hukuman untuk para siswa yang berkelahi sudah menanti. Dan kemungkinan orang tua mereka ikut dipanggil. Semoga tidak untuk skorsing.

“Hwang Hyunjin dan Lee Jeno? Lagi?” rasa-rasanya guru penegak kedisiplinan sudah teramat bosan dengan kedua nama yang disebutkan.

“Dia duluan, ssaem.”

“Kau yang duluan.”

“Kau pecundang.”

“Kau yang pecundang.”

“Tim-mu payah.”

“Tim-mu berandal.”

“Yha..yha yha yha.. Diam kalian semua!” Sehun-ssaem menggebrak meja dengan bindex warna hitam. Disitulah keterangan para siswa bermasalah dicatat.

Kedua belas siswa itupun terdiam ditempatnya. Namun masih saling bermusuhan dilihat dari tatapannya yang memincing sinis. Terutama Jeno dan Hyunjin.

“Kali ini apalagi?” Sehun menatap mereka dengan malas. Mengambil folder dari bindex dan siap menulis sesuatu di kertas itu.

Mereka terdiam menunduk tapi tidak untuk beberapa ‘oknum’ yang memang benar-benar berandal.

Sehun menghembuskan napas lelah. Menjadi guru disekolah elite bukan hal yang mudah. Namanya saja elite. Tapi kelakuan mereka sama saja di sekolah manapun.

“Memperebutkan Na Jaemin lagi?”

Hyunjin menggeleng. “Tidak, ssaem. Hanya saja dia memang brengsek.” Ungkapnya sambil menunjuk Jeno.

“Apa?! Kau memang pantas dipukul ya?!” dan terjadilah adu tinju di ruang guru. Mereka berkelahi hanya pindah tempat saja.






Tubuh memar semakin terlihat bertambah setelah kejadian itu. Tak ada seorang siswapun diantara mereka yang tidak lolos dari pukulan. Bahkan Sehun yang menghentikan juga ikut mendapat bogeman.

“Surat cinta untuk orang tua kalian semua.” Sehun memberikan surat panggilan pada masing-masing siswa sambil mengompres sudut bibirnya yang ikut membiru. “Tidak boleh ada yang diwakilkan!”

Tamat sudah riwayat mereka. Bahkan beberapa diantaranya sudah ada yang mulai menangis.

“Bagaimana ini, ayah pasti menyita PS5 milikku.. hwaaaaa.”

“Ini semua gara-gara kau!”

“Apa? Salahkan saja Lee Jeno si biang onar.”

“Si Hwang itu penyebabnya!”

“Jika Mark tidak mulai, semua ini tidak akan terjadi!”

“Yha..yha yha!! Kalian berkelahi lagi?! Haruskah kita adakan saja pertempuran arena tinju?”

“Nanti biar kita berikan ring agar kalian bebas berkelahi dan melukai.” Kai ikut tertawa menonton anak didik mereka yang sudah tidak bisa ditangani. “Ideku bagus, kan?” dan Sehun memukul wajahnya dengan bindex. Kurang ajar memang. Menambah beban masalah saja.

♤♠︎♤
「30/01/24」

♤♠︎♤「30/01/24」

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐈 〔D̶o̶n̶ ❜ t̶〕𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐘𝐨𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang