31 Maret 2005.
"Kau harus berjanji ya pada Ayah. Jaga Ibumu, Ayah akan melihat kalian berdua dari jauh."
Lebih menakutkan dibanding suara gemuruh petir dan awan gelap yang menggumpal di atas sana hingga angin kencang yang membuat rambutku tertiup. Aku menghembuskan nafas kasar kala itu, sedikit mengerti tentang apa yang baru saja Ayah katakan. Benar. Kedua orang tuaku akan bercerai.
Memang dari awal aku mendengar seluruh percakapan antara Ibu, Ayah dan orang-orang sekitar yang juga ikut campur dalam permasalahan hubungan rumah tangga mereka. Namun saat itu aku benar-benar tidak yakin dengan semua kalimat yang masuk pada telingaku. Yang aku tahu dan mengerti, hampir sepenuhnya adalah salah Ayah.
Aku memang keberatan jika harus berpisah dengan Ayahku, tapi aku akan lebih keberatan jika harus berpisah dengan Ibu. Mau bagaimanapun, aku akan mengikuti langkah Ibu. Kemanapun dan apapun yang akan dia ambil.
"Ayah mau kemana?" tanyaku, membenarkan beberapa anak rambut yang menghalangi wajah.
Ayah hanya tersenyum kecil sebagai balasan, kurang tahu apa yang dia maksud. Namun, hari itu adalah hari dimana aku terakhir kalinya melihat Ayah.
Tepat usiaku 5 tahun, aku mengetahui bahwa Ayah dan Ibuku resmi bercerai.
***
"Hahahaha kamu jatuh!" Aku menertawakan adikku yang sedang berlarian dan dia terjatuh karena tanaman ilalang yang sedikit kusut. Kami sedang bermain di sebuah lapangan dengan penuh tanaman ilalang dan juga dandelion. Bersama Nenek tentunya, namun Nenek hanya memerhatikan kami dari kejauhan, dia sedang duduk menikmati cahaya matahari pagi.
Dengan suhu yang sedikit menusuk badan, namun cahaya mataharinya mampu menghangatkan tubuh kami. Aku selalu menyukai bermain di pagi hari seperti ini.
"Kenapa? Ada yang sakit tidak?" tanya Nenek, khawatir.
Adikku yang kuat, dia menangis karena malu. Aku juga ikut khawatir saat dia mulai menangis, namun tak lama kami melanjutkan bermain lari-larian di sekeliling Nenek yang tengah duduk di tengah lapangan tersebut.
Aku begitu bahagia dengan masa kecilku itu, tawa dan canda yang hanya menemaniku di setiap harinya. Aku hanya ingin hidup seperti ini saja, bersama orang-orang yang begitu ku sayangi.
"Lili! Xaquille! Sini!"
Kami berdua menghampiri Nenek yang baru saja memanggil.
"Minum dulu. Capek kalian ya?"
Kami pun menurut.
"Nanti kalau kalian sudah besar, kalian akan menyayangi Nenek 'kan? Kalian mau gak ngurus Nenek kayak Nenek ngurus kalian?"
Aku menatap Nenek dengan sendu, sudah mengerti apa yang dia maksud. "Pasti Nenek! Kita akan melakukan apapun untuk Nenek di masa depan nanti!" ucapku, berseru.
Yah, setidaknya itu yang akan ku lakukan untuk Nenek. Aku akan menyayangi dia lebih dari apapun.
____________________________________
Kira-kira kalo Lili udah gede, gimana nih ya kehidupannya??
KAMU SEDANG MEMBACA
etoile (bintang)
RomanceKalimat-kalimat tak terucap dariku, yang ku harap orang-orang terdekatku mengetahuinya.